Kehancuran Fay

971 81 5
                                    

Ponsel bergetar, pertanda sebuah pesan kembali masuk. Aku malas membukanya. Karena baru saja mendapat pesan dari Fay.


Namun, setelahnya kembali bergetar beberapa kali. Karena merasa terganggu aku pun membukanya. Sementara Gus masih sibuk membidik sesuatu di luar sana.


[Li, maaf aku tak bisa melepasmu]


[Li, lambat laun Ubed akan tau]


[Jangan menghindariku, karena semakin kamu menghindar aku akan semakin mendekat.]


[Aku tidak mau berpisah dari anakku, Li]


Pesan-pesan sialan itu menambah kegelisahan. Ini lah konsekuensi yang harus kuterima karena memilih bungkam. Dihantui rasa bersalah dan takut kejadian itu akan bocor untuk kemudian membuat Gus Bed benar-benar membenciku.


Yah, setiap pilihan ada konsekuensi yang harus ditanggung. Itu adalah keniscayaan.  Tidak ada gunanya mengeluh? Aku akan mengahadapinya dengan segenap kekuatan yang kupunya.


[Bagus Li] 


Kutatap nanar pesan yang baru saja masuk. Mungkin Fay melihat centang biru, hingga merasa tak diabaikan.


Aku mendesah lelah.


Netra ini menangkap bayangan benda-benda di luar jendela yang tak ada jeda. Trotoar yang tak putus-putus meski bus yang kami tumpangi berjalan lebih dari 20 menit. Namun, bukan di sana pikiran ini berada.


"Aku tak akan melepaskanmu sampai kapan pun, Li ...." Suara Fay memenuhi pikiran.


Bayangannya berkelabatan bergantian, dari awal bertemu, perbuatan baiknya, kesabarannya menghadapiku, menyatakan cintanya padaku, waktu-waktu yang kami lalui bersama, saat aku menghancurkannya berkeping-keping hingga dia yang berbalik membuatku lebur.


Benarkah Fay tak akan melepaskanku karena obsesinya? Ia bersikeras meski kami sudah berpisah selama bertahun-tahun.


"Ya, kakak tak akan melepaskanmu meski kamu membenci kakak sekali pun." Fay tersenyum. Siapa sangka senyum itu akan jadi maut bagiku.


Kala itu pernyataan Fay membuat bahagia, hingga tak pernah berpikir kami akan berpisah dengan cara sadis dan berakhir seperti ini. Aku bahkan memberinya pelukan erat sambil membisikkan kalimat yang menguatkan keinginannya.

"Kalau begitu jangan pernah lepaskan, Kak. Aku sangat mencintai Kakak. Lebih dari apa pun di dunia ini."


'TUK'


Kamera yang Gus pegang jatuh ke lantai bus, karena goncangan hingga menimbulkan suara sedikit keras, dan membuatku kembali sadar tengah duduk di sampingnya.

Noda +21 (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang