Hati Seorang Ibu

877 78 3
                                    


Aku mendesah. Ingat lagi kertas undangan dalam buku tadi. Apa dia juga semanis ini pada Raudah? Ah, Li ... kamu sangat irasional! Bagaimana bisa kamu cemburu pada masa lalu Gus yang bahkan kamu sendiri berbuat lebih dari itu? Tapi ... bagaimana jika Gus juga pernah berhubungan badan dengan Raudah? Dia kan pria normal?! 

Astagfirullah ... astagfirullah .... Ampuni hamba yang punya pikiran sejahat ini Gusti!

Tapi aku jadi penasaran, bagaimana bisa Gus melepas wanita sesempurna Raudah? Cantik, sholehah dan dari cara bicara serta tatapan mata bening miliknya, dia terlihat sebagai gadis cerdas.

Ya, Tuhan ... bagaimana aku membunuh rasa penasaran ini? Tidak mungkin aku mendapatkan jawaban dari Gus sebab malam itu dia sudah bilang tak ingin membahas Raudah.

Kupegangi perut. Ingat, ada bayi yang harus kujaga. Bukankah stres bisa berpengaruh buruk pada kandungan? Aku bahkan belajar berdamai atas perbuatan Fay. Menekan rasa sakit dan berpura-pura tak terjadi apa pun antara kami. Demi pernikahan kami, juga anak yang entah siapa bapaknya?

Akhirnya kurebahkan diri di kasur kingsize dengan nyaman. Tak berapa lama sebelum sempat terpejam, tangan seseorang melingkar di perut.


"Apa Adek tidak lelah, Sayang?" Gus berbisik tepat di telinga dengan mata sedikit terbuka.

Aku mengangguk.

"Tidur lah. Abang tidak akan ganggu Adek." 

"Bang." Aku memanggilnya pelan.

"Hemh." Suara itu terdengar berat.

"Apa Abang ndak pengen bercerita pada adek tentang Abang?"

"Sudah, Sayang tidur lah. Kita bicara lagi lain kali. Ini sudah sangat malam, Abang ndak mau Adek drop." Gus menjawab dengan mata terpejam. Ucapannya tulus, buktinya dia tidak meminta sesuatu yang biasa kami lakukan sebelum tidur.

"Hem. Ya." 

Tak kudengar lagi ia berkata-kata. Kubuang jauh-jauh tentang Raudah. Ruangan kembali sepi, hanya ada suara detik jam dan dengkur kecil Gus Bed yang memaksaku untuk turut memejamkan mata.

________________

Ruangan terasa sepi, Gus tengah berada di masjid terdekat. Di sini hanya ada suara gemericik air dari dapur yang menarikku berjalan ke sana. Bude Arina tengah mencuci perabot di wastafle. 

"Wah, pagi sekali Bude," sapaku sembari mengambil gelas untuk menyeduh air putih hangat. 

Pencernaan yang kumiliki sangat sensitif, itu kenapa setiap bangun pagi kuamalkan meminumnya. Manfaat rutin minum air hangat yang satu ini membuat tubuh lebih optimal dalam menyerap nutrisi penting dari makanan. 

Sedang minum air dingin setelah makan seringkali kuhindari. Sebab air es bisa 'mengeraskan' minyak dan lemak dalam makanan yang baru saja kukonsumsi. Hal tersebut akan menciptakan timbunan lemak dan membuat pencernaan jadi lebih sulit bekerja.

Itu kenapa, saat ada sinyal aneh dalam tubuh, aku cepat curiga dan kepikiran, termasuk bercak yang kutemui tempo hari. Bukan hanya menstrusi yang memiliki gejala biasa, tapi juga aku sangat ketat menjaga pencernaan.

Noda +21 (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang