Kelahiran Seorang Bayi

964 80 2
                                    

Moodku benar-benar buruk pagi ini. Salah seorang abdi dalem bercerita bahwa Raudah mengajar di salah satu kelas di pesantren puteri. Kuharap dia tak punya motif lain selain pekerjaan. Tidak mengajar saja beberapa kali aku melihatnya di dapur Abah Yai, apalagi nanti saat resmi jadi guru, bisa tiap hari dia mampir ke rumah kami.


Ah, kenapa sih mantannya Gus harus secantik dia? Kenapa tak berwajah biasa seperti Mbak Sri, abdi dalem yang dipercayai Umi Aisyah. Atau seperti Ustazah Maya yang sampai sekarang masih single? Kenapa harus secantik Raudah? Itu sangat menyiksa untukku. 


Semoga ini bukan pertanda buruk. Astagfirullah ....


Aku takut pertemuan intensnya dengan Gus di pesantren, meski hanya berpapasan akan menumbuhkan kembali benih cinta di hati Gus Bed yang pernah mati. Gusti, aku tak kuat menanggung rasa cemburu ini.


Melangkah ke luar kampus, kukirim pesan singkat untuk Gus, memberi tahu aku pergi ke rumah Ibu. 


[Bang, adek mampir rumah Ibu] 

kukirim pesan tersebut.


Padahal meski tak memberitahu pun tak mengapa, toh ini jamku seharusnya masih di kampus. Namun, tetap kukabari pria yang menjadi suamiku itu, selain bentuk adab berjaga-jaga kalau dia perlu pada istrinya mendesak dan menjemputku ke kampus seperti tempo hari.


Yah, keadaan pria itu tidak bisa ditebak. Kapan dia inginkan istrinya, di saat apapun sang istri harus patuh. Apalagi dalam keadaan bekerja yang hukumnya mubah bagi seorang perempuan.


Tak lama Gus membalas pesan.

[Ya, Dek. Apa perlu abang jemput dan antar ke sana?]


Huft. Kalau memang mau jemput dan antar kenapa mesti tanya dulu? Harusnya ia langsung datang ke mari.


[Ndak.] balasku singkat. Kesal.


Biasanya aku menelepon, tapi hati sedang tak enak. Dari rasa kesal yang timbul karena cemburu, Gus Bed pun ikut jadi korban ketidakenakan hatiku.


[Ya, sudah. Hati-hati. Kalau Mas Indra ndak bisa jemput, bilang ke abang ya.]


[Ya.] 

Lagi aku membalas singkat.

Aku mendesah berjalan ke depan universitas menunggu jemputan Mas Indra. Saat di depan pintu gerbang kami tak sengaja berpapasan dengan Fay, yang mengendarai mobil santai dengan memakai kacamata hitam. Dia sepertinya tak melihat kami yang berboncengan motor.


__________

Bagus sekali, Li. Mas yakin Fay akan menjauh sejauhnya." Binar bahagia tampak jelas di wajah Mas Indra, begitu tahu aku sudah menggugurkan kandungan. Dan telah tumbuh janin baru yang kini berumur empat bulan.

Noda +21 (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang