"Wah, musim dingin." Bude Arina melangkah mendekat jendela. Dari sana benda putih-putih mulai berjatuhan dari langit.
Aku melihatnya dengan takjub, berjalan mengikuti Bude di belakangnya.
"MaasyaAllah. Ini kah salju pertama?" Melihat pada Bude lalu menengok pada Gus Bed.
Barangkali seperti kemarin saat ia bersikap layaknya pemandu wisata yang menjelaskan banyak hal padaku. Gus tampak tak tertarik, fokus makan dan tak peduli pada kami.
Bude Arina menangkap hal itu. Ia mengalihkan obrolan dengan memintaku kembali ke kursi melanjutkan sarapan.
"Kamu harus banyak makan, Nduk. Sebelum benar-benar ngidam masuk bulan ke dua. Mual kemarin mungkin karena masuk angin." Bude menambahkan kentang rebus ke piringku.
"Hem. Ya, Bude." Aku tersenyum miris. Sungguh suasana ini begitu canggung. Aku tak kuat jika terus diperlakukan dingin oleh Gus Bed.
"Oya, bude harus ke kantor migrasi hari ini. Kalian harus berkeliling. Salju pertama akan jadi pemandangan indah untuk dilihat. Gunakan jaket tebal. Titip saja kuncinya pada Madam Hanna, tetangga yang membawakan makanan tadi malam." Bude terus bicara, tak peduli pada Gus Bed yang mendadak jadi pendiam.
"Ya, Bude," jawabku.
"Mungkin pending dulu, Bude. Ubed sedang tidak enak badan." Ucapan Gus membuat terkejut. Apa dia benar-benar marah? Padahal aku belum cerita semua, bagaimana nanti saat aku membuka semuanya Gus?
"Oya? Wah, sayang sekali. Apa Li mau ikut sama Bude?" Kini Bude memandang ke arahku.
"A ...." Ucapanku menggantung.
"Ndak. Ada yang harus kami selesaikan." Lagi ia menjawab datar tanpa melihat ke arahku.
Sudah Gus. Cukup. Jangan tak acuh padaku. Itu siksaan berat yang pernah kuterima. Kenapa tidak kamu maki-maki saja aku? Atau beri aku pukulan, itu jauh lebih baik daripada didiamkan dan dianggap tidak ada.
"O ...." Bude membulatkan mulutnya.
________
Gus sudah lebih dulu duduk tenang di kamar. Tampak punggungnya tengah yang berada di sofa yang menghadap ke jendela. Tatapannya seperti jauh ... mungkin kah ia menyesal menikah denganku dan berandai-andai bisa kembali pada Raudah? Jika iya itu sangat menyakitkan untukku
Duh, pikiranmu tak waras Li. Kamu bahkan belum bicara apa pun padanya. Tenanglah. kumpulkan kekuatan untuk menjelaskan semuanya secara gamblang.
"Bang." Kini aku sudah berdiri di sampingnya.
Tak menjawab. Pria itu menepuk sofa. Memintaku turut duduk di sana. Aku menurut tanpa ragu.
Gus Bed menghela panjang. Ia lemparkan pandangan padaku perlahan.
"Kenapa Adek berpura-pura ndak kenal Kang Fay?"
"Adek ...."
"Hal sepele seperti itu bisa membuat abang mikir macem-macem dan menghancurkan kepercayaan abang buat Adek." Belum lagi aku menjawab, pria yang kini hanya mengenakan t-shirt hitam bertuliskan 'I'm a mosleem' kembali berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noda +21 (Lengkap)
General FictionJust info : Cerita ini sudah diunlock lebih dari 100K di KBM App. Yang penasaran dengan season dua dan selanjutnya baca di KBM App yuk. 😍😍 ❤❤❤ "Mana bercak darahnya?" Gus Ubaidillah seperti kesurupan membolak-balik selimut yang berantakan karena h...