"Muhammad Rifay. Hem ... nama yang bagus." Kiai Hanafi mengulum senyum. Sementara Fay tertunduk mendengar setiap petuah pria paruh baya di depannya.
"Selain ingin mendapat berkah dari nama Rasulullah Muhammad, orang tua Mas pasti menginginkan Mas menjadi insan mulia," sambung sang kiai. "Jika Mas yakin apa yang akan diceritakan menjaga kemuliaan Mas sebagai seorang muslim, katakan secara detail pada saya. Namun, jika menurut Mas itu akan menghancurkan Mas dan banyak orang, maka sebaiknya Mas memilih diam."
"Tapi saya sudah terlanjur bicara Yai. Jika saya diam sekarang justru semua akan kacau."
Kening Kiai Hanafi mengerut. "Apa maksud Mas Fay?"
"Saya sudah membukanya pada suaminya, karena perempuan yang saya perkosa baru saja melahirkan. Dan ... dan saya sangat yakin anak perempuan yang dilahirkan adalah anak saya. Wanita itu sengaja membuat alibi di depan suaminya bahwa dia hamil di bulan ketiga. Namun, Allah berkehendak lain ... di usia kandungan lima bulan menurut banyak orang, Liana melahirkan." Fay keceplosan menyebut nama Liana.
"Liana? Sebentar kenapa nama itu sangat familiar?" Di sela keterkejutannya Kiai Hanafi ingat sesuatu. Ia menelengkan kepala sambil berpikir.
Sementara Fay menggigit bibir bawahnya, merutuki kebodohannya karena kelepasan bicara. Sekarang bukan hanya masalah rumit nya menghadapi Ubed dan Liana membongkar masa lalunya, tapi juga masalah baru karena Kiai Hanafi akan tahu siapa wanita yang dirusaknya.
"Bukan kah jika saya diam akan jadi masalah di kemudian hari?" tekan Fay dengan pendapat yang ia yakini akan disepakati oleh Kiai Hanafi." Fay melanjutkan ucapannya untuk mengalihkan pikiran Kiai.
"Astagfirullah ...." Kiai mendesah panjang.
Keduanya diam dalam jeda waktu agak lama. Hingga Fay kembali menuntut jawaban untuk menguatkan keputusannya.
"Bagaimana, Yai?"
"Kalau begitu, lakukan tes DNA!" Kiai Hanafi mengucap mantap.
"Bagaimana dengan keluarganya?" Fay ragu.
"Justru akan jadi bencana bagi keluarganya jika masalah ini tidak mereka ketahui." Saking gemasnya, Kiai Hanafi membeliakkan mata ke arah Fay.
Fay manggut-manggut. Merasa yakin dengan keputusan setelah mendengar penuturan Kiai Hanafi.
Sepulang dari rumah kiai besar tersebut, Fay tak langsung pulang ke rumah. Ia berbelok ke pesantren Darul Falah. Di mana keluarga Kiai Abdullah tinggal. Untuk berjalan lebih cepat, Fay merasa perlu Pakleknya tahu apa yang terjadi antara dirinya, Ubed dan Liana. Lagi pula sekarang adalah saat yang tepat, lantaran Ubed dan istrinya tidak sedang berada di pesantren.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noda +21 (Lengkap)
General FictionJust info : Cerita ini sudah diunlock lebih dari 100K di KBM App. Yang penasaran dengan season dua dan selanjutnya baca di KBM App yuk. 😍😍 ❤❤❤ "Mana bercak darahnya?" Gus Ubaidillah seperti kesurupan membolak-balik selimut yang berantakan karena h...