"Mana? Di mana bercak darahnya?"
Suamiku masih seperti orang kesurupan, membolak-balik sprey yang berantakan karena hubungan pertama kami."E-e-em-maafin adek," gagapku sambil menunduk dalam. Pria itu menghentikan pergerakan lalu menatap ke arahku.
"Aku, aku, aku ... sudah tidak perawan," ucapku dengan mata memanas. Air mata ini tumpah juga setelah kutahan-tahan.
"Kamu membohongiku dan keluargaku, Dik?" Pelan suara itu meluncur dan menekan.
Saat mendongak untuk melihat wajah suami, dua mata itu memerah dan basah. Mungkin kah sama sepertiku, matanya perih dan panas?
"Ma-maaf."
Aku kembali menunduk. Belum juga bisa menstabilkan deru takut dalam dada, lenganku ditarik kasar.
Sambil memegangi selimut aku pasrah mengikutinya.
"Jangan, Gus." Aku menggeleng saat sadar ia akan membuka pintu kamar. Berusaha menahan kemauannya.Di luar banyak sekali orang. Mereka masih bantu-bantu, bahkan dua orang tua dan kakakku masih di sini. Apa suamiku akan mengatakan pada semua orang bahwa aku sudah tidak perawan dan membuangku ke luar? Bukan kah aib seorang istri juga aib suaminya? Tidak bisa kah ia menahan sebentar. Lalu mengusirku saat semua orang tidak ada di rumah ini?
Benar saja, tubuhku di lempar di tengah orang-orang yang masih sibuk dengan acara pernikahan kami.
Semua orang -yang didominasi wanita- terhenyak. Menatapku yang menangis terisak karena perlakuan Gus Bed. Ibu melihatku, ia segera menghambur dan memelukku. "Ada apa, Nduk!"
"Lihat dia! Dia tidak perawan dan sudah berzina dengan pria lain!" Suara Gus meninggi, membuat rumah yang ramai menjadi sunyi seketika.
Semua orang hanya fokus mendengarnya dan menatapku dengan pandangan jijik secara bergantian.
"Oh, sudah ndak perawan? Makanya, kan mbak sudah bilang, kamu nikah itu sama yang sekufu, bukan perempuan bebas seperti dia!" telunjuk Ning Aishwa mengarah padaku.
"Li ...." Ibu meremas pundak hingga aku tersadar.
Semua bayangan buruk malam pertama itu hilang. Aku mendesah berkali-kali. Jangan sampai petaka malam pertama dalam bayanganku terjadi. Aku harus jujur pada Ibu, Abah dan Mas Indra sekarang. Mereka tahu aku harus berbuat apa?
"Bu, Bah ...." Kusebut dua orang itu, menatap mereka secara bergantian lalu pandanganku mengarah pada Mas Indra yang sedari tadi menyorot pandangan pada adiknya.
Mas Indra menyilang tangan di dada, siap menyimak dengan serius. Ia sepertinya tahu aku akan menyampaikan sesuatu hal yang sangat penting.
"Katakan Li, jangan takut. Mas akan melindungimu."Mendengar ucapannya aku malah makin menangis, tapi karena harus jujur kuusap kasar air mata yang menderas.
"Mas, aku diperkosa," ucapku sambil terisak."Apa?" Mereka bertiga mengucap terkejut.
"Argh! Brengsek! Sial!" Mas Indra refleks memukul pintu lemari kayuku hingga meninggalkan bekas yang retak di sana.
Tubuh Ibu bahkan sampai merosot ke bawah ranjang dalam posisi terduduk. Hanya Abah yang tampak bergeming, tapi tetap saja wajah tua miliknya terlihat syok.
Mas Indra marah luar biasa, aku yakin tangannya sekarang tengah terluka karena menghantam almari. Ia berbalik menatap dengan garang ke arahku.
"Li ... kamu kenal pria itu?!" tanyanya dengan dada naik turun lantaran amarah.Aku mengangguk pelan. "Maafkan Li, Mas," lirihku. Suara ini seolah tercekat di kerongkongan saat mengucapnya.
Mungkin Fay sangat dendam. Hari di mana kami putus, aku mempermalukannya di depan semua orang. Termasuk di depan rekan satu lokal dan beberapa dosen kami. Ya Tuhan, aku hanya bisa merutuki kesombonganku dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noda +21 (Lengkap)
General FictionJust info : Cerita ini sudah diunlock lebih dari 100K di KBM App. Yang penasaran dengan season dua dan selanjutnya baca di KBM App yuk. 😍😍 ❤❤❤ "Mana bercak darahnya?" Gus Ubaidillah seperti kesurupan membolak-balik selimut yang berantakan karena h...