19. Rasa yang Mulai Muncul

1.1K 93 11
                                    

Happy Reading

***
     Bulan sedang menyiapkan buku pelajaran untuk besok. Sekalian ia juga mengecek apakah ada tugas untuk pelajaran besok. Dan setelah membuka buku tulisnya sebentar, Bulan menghela nafas lega, karena tidak menemukan catatan tugas untuk pelajaran besok.

     Entah kerasukan setan darimana, Bulan malam ini berniat untuk belajar. Hal yang sudah sangat jarang dilakukannya di masa SMA. Ia sebenarnya dulu termasuk siswa yang rajin dan pintar, tapi itu dulu. Waktu ia masih duduk di sekolah dasar dan di bangku SMP.

     Bulan biasanya belajar hanya jika ada ulangan harian atau penilaian akhir semester. Itupun biasanya ia belajar saat sudah sampai di kelas atau bahkan sudah tinggal sepuluh menit sebelum ujian dimulai. Karena menurut Bulan sekarang waktu kepepet adalah waktu yang paling pas untuk belajar.

     Jadi sangat mengherankan jika Bulan belajar padahal besok tidak ada apapun.

     Bulan menarik kursi meja belajarnya dan duduk di atasnya, kemudian ia mengeluarkan kembali buku yang tadi sudah dimasukkannya ke dalam tas. Dilanjutkannya dengan mengambil buku tulis dan pulpen untuk mencatat yang dirasanya penting.

     Bulan merenggangkan kedua tangannya yang terasa pegal. Ia sudah selesai mencatat semua yang dirasanya penting untuk materi di pelajaran besok. Saat sedang merenggangkan semua otot-ototnya, matanya menangkap sebuah benda yang terletak di meja belajarnya tetapi sedikit tertutupi oleh tempat alat tulis yang ada di situ.

     Perlahan tangan Bulan mulai mengambilnya. Ia mengingat-ingat darimana benda itu berasal. Karena menurutnya ia tidak pernah membeli benda itu. Jadi, bisa dipastikan itu punya orang lain. Bulan memikirkan, apakah ia pernah mencuri benda ini dari Fira atau Vita? Tapi jika dipikirkan lagi, Bulan tidak semiskin itu untuk mencuri. Kalau meminjam, rasanya juga bukan, pasalnya Bulan sama sekali tidak suka memakai benda ini.

     Memori itu akhirnya terlintas di ingatan Bulan. Ya, ia tau sekarang itu punya siapa. Dan entah mengapa itu membuatnya senyum-senyum sendiri sekarang. Untung saja tidak ada Kevin yang melihatnya. Jika Kakaknya itu melihat, Bulan pasti sudah diteriaki orang gila.

     Kacamata. Benda itu yang sekarang sedang dipegang Bulan. Kacamata yang diambilnya begitu saja saat pertama kali bertemu dengan Nouval.

     Bulan berdiri dan berjalan menuju balkon kamarnya sembari membawa kacamata itu. Di balkon ia bisa melihat bulan dan banyak sekali bintang. Entah mengapa itu membuatnya bahagia.

     "Hai, Bulan," sapa Bulan kepada benda langit yang mempunyai nama yang sama dengannya itu.

     Matanya kembali beralih pada kacamata di tangannya. Entah mengapa akhir-akhir ini ia sering deg-degan saat berdekatan dengan kakak kelasnya itu. Jantungnya juga berpacu lebih cepat jika berada di sampingnya. Dan jika Bulan mengingat kejadian di rooftop tadi, membuat hatinya menghangat seketika.

     "Apa gue udah mulai suka beneran sama Kak Nouval, bulan?" tanyanya sembari menatap bulan yang malam ini bercahaya sangat terang.

     "Tapi gimana dengan tantangan dari sahabat-sahabat gue? Apa gue harus mengaku kalah? Menurutmu gimana, bulan?" Lagi-lagi Bulan berbicara pada benda langit itu. Tetapi tidak mendapat jawaban apapun. Jika saja Kevin atau Zaki atau bahkan Mamanya lihat, bisa-bisa besok Bulan dikirim ke rumah sakit jiwa.

     "Enggak. Gue bakal tetap lanjutin tantangan ini sampai gue benar-benar yakin sama perasaan gue," ujar Bulan setelah merenung cukup lama.

***
     "Permisi, ini Bibi bawain makan malam buat Nouval," ucap Bi Inah sopan setelah mengetuk pintu tadi. Ia lumayan dekat dengan anak majikannya ini. Karena Bi Inah juga sudah lama bekerja di rumah ini dan ia lah yang mengurus Nouval dari kecil. Ia juga tau rahasia yang tersembunyi di rumah ini.

     "Iya, Bi, taruh di situ aja." Nouval menunjuk nakas di samping tempat tidurnya.

     Setelah menaruh makanan tersebut, Bi Inah pamit ke dapur untuk melanjutkan pekerjaannya kembali.

     Bukannya makan, Nouval malah berjalan ke arah balkon. Ia ingin menghirup udara malam sejenak. Dirinya baru saja dimarahi habis-habisan oleh sang Papa saat pulang sekolah tadi. Pasalnya, ia ketahuan ikut balapan liar oleh sang Papa. Entah bagaimana Papanya itu bisa tahu. Mungkin ia mempunyai banyak mata-mata untuk mengawasi anaknya. Jadilah Nouval sekarang hanya berdiam diri di kamar. Ia tidak diperbolehkan kemana-mana malam ini.

     Nouval memegang pipinya yang sedikit memerah. Ia tadi ditampar oleh Papanya sendiri. Ini bukanlah hal yang baru, karena ia sudah biasa diperlakukan seperti itu oleh Papanya. Nouval sebenarnya tidak merasa perih di pipinya. Ia merasa perih di hatinya. Bagaimana Papanya bisa melakukan hal itu kepada putranya sendiri. Nouval jadi ragu sekarang, apakah ia anak kandung dari Papanya.

     Nouval dari kecil pun hanya berbicara dengan Papanya jika disuruh belajar dan jika dimarahi. Hanya itu. Ia tidak pernah mengobrol santai atau bercanda dengan Papanya seperti anak lain.

     Nouval menghela nafas berat. Ia mendongakkan kepalanya ke atas. Menatap bulan yang malam ini sangat terang. Ia jadi teringat Bulan. Gadis yang saat ini menjadi pacar pura-puranya. Ia selalu memikirkan apakah ia memberikan masalah besar untuk gadis itu dengan mengumumkan ke semua orang bahwa dia adalah kekasihnya sekarang.

     Ya. Mungkin benar. Nouval memberikan gadis itu masalah besar. Tapi, ia bertekad akan melindunginya dari bahaya apapun. Bagaimanapun Nouval harus bertanggung jawab dengan perbuatannya. Ia tahu, mantan kekasihnya, Aura, pasti tidak akan tinggal diam setelah ia mengumumkan itu. Dia pasti akan melakukan sesuatu kepada Bulan.

     Tentang perasaannya kepada Aura, sepertinya rasa cinta itu sudah hilang tanpa bekas. Sekarang ia sudah tidak peduli lagi dengan gadis itu.

     Satu yang ada di benak Nouval sekarang. Apa mungkin itu gara-gara kehadiran Bulan di hidupnya?

     Saat tadi pagi melihat Bulan berangkat bersama Dhito, Nouval merasa sangat muak melihat itu. Dan ketika ia ingin melindungi Bulan dari segala gosip di sekolah yang tadi menyebar, ia malah keduluan oleh Bintang. Itu membuatnya merasa sangat kesal. Apakah ia cemburu?

     Nouval bingung, bagaimana Bulan bisa mengenal Dhito yang sekarang telah menjadi musuhnya itu. Mungkin besok ia harus menanyakan hal ini kepada Bulan.
    
     Nouval mengingat bagaimana pertemuannya dengan Bulan pertama kali. Itu menurutnya adalah hal yang sangat lucu, membuat Nouval mengembangkan senyumnya sekarang. Nouval adalah orang yang jarang sekali tersenyum. Mungkin karena hanya sedikit kebahagiaan yang didapatnya.

     Suara pesan masuk di ponselnya membuyarkan lamunannya. Nouval meraih ponsel di dalam sakunya. Melihat pesan yang masuk. Ternyata itu dari Adit.

     Anak Garuda ngajakin kita balapan.

     Dengan cepat Nouval mengetikkan balasan.

     Ok. Gw lngsng k sn.

     Nouval segera mengambil jaket yang berada di atas kasurnya. Menyambar kunci motor di atas meja belajar. Lalu kembali ke balkon dan menuruni tangga yang sudah tersedia di sana.

     Setelah berhasil turun, ia berjalan ke garasi tanpa menimbulkan suara sedikitpun. Nouval tidak menyalakan mesin motornya terlebih dahulu. Ia mendorong motornya sampai sedikit jauh dari rumahnya. Setelah itu ia baru menyalakan mesin motornya dan melaju ke tempat balapan.

***

NOUVAL (Almet Ijo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang