05 | Sebuah Penjara (3)

50 11 0
                                    

"Hai, Le."

Leah menoleh. Aaris berdiri di ujung belokan jalan keluar taman, memegang sebuah dokumen. Karena Leah hanya diam memandanginya, Aaris merasa risi dan memutuskan untuk menghampiri gadis itu.

"Ini laporan praktikum biologi kita," ujarnya menjelaskan sambil mengangkat dokumen itu. Leah tidak menanggapi, gadis itu sedang memikirkan hal lain. Ia menggigit bibirnya gelisah, lalu duduk di atas batang pohon. Memainkan jari-jemarinya. Aaris lagi-lagi dianggap makhluk halus tak kasat mata.

"Aku tadi lihat kau duduk di sini dari jendela lantai dua," kata Aaris lagi, ia sedang tak ingin menyerah. Nilai rapotnya sedang dipertaruhkan. "Aku ke sini mau mengingatkan kalau bel masuk KBM sudah bunyi. Sekalian ada yang mau kubicarakan, soal tugas kelompok praktikum biologi. Aku sudah praktikum sendiri dan buat laporannya, sendiri juga. Kau tidak perlu melakukan apa-apa. Tapi tadi saat kukumpulkan, laporannya ditolak. Bu Sarinah bilang, setidaknya ada foto bukti bahwa kau juga terlibat dalam praktikum. Jadi, kau ada waktu luang pulang sekolah nanti?"

"Pulang sekolah nanti aku harus menemui kakak kembarku."

Aaris mengangguk. "Kau punya kembaran," katanya mengulang. Menjaga intonasi suaranya tetap tenang, seakan ia tidak terkejut sama sekali.

"Dan seorang nenek."

"Betul."

"Kami tinggal bersamanya. Kami menyebutnya Nini. Nini yang cantik dan baik. Nini serba bisa. Pandai memasak, memanggang kue, menjahit, dan berkebun. Nini punya butik dan toko kue. Kami menyayanginya. Aku dan kembaranku. Kau tahu? Namanya Luu."

"Luu? Namanya... asing." Aaris memaki dirinya yang tolol karena hampir menyemburkan kata aneh.

"Memang. Itu bukan namanya yang sebenarnya."

Aaris tidak tahu harus menanggapi apa. Sekaligus, ia terlalu bingung karena tak menyangka pada kemajuan hubungan komunikasi mereka yang tiba-tiba. Ia tidak mengira pertanyaannya soal kerja kelompok akan berakhir dengan Leah yang menceritakan keluarganya.

"Namanya rahasia. Bahkan Nini pun tidak tahu."

Aaris diam.

Leah diam.

"Kau bilang praktikum. Praktikum apa?" Leah bertanya, matanya tidak lagi menerawang ke dimensi lain yang tak terjangkau Aaris. Kini entah kenapa ia bisa merasakan bahwa Leah sudah kembali dari dunia gadis itu dan berbicara dengannya. Seolah Leah yang tadi bukanlah Leah yang nyata.

"Uji glukosa, protein, dan amilum."

"Kita lakukan di sekolah."

"Ide bagus. Akan kusiapkan bahan-bahannya hari Senin nanti."

"Kenapa hari Senin?"

"Karena besok weekend."

"Kenapa bukan hari ini?"

"Kau bilang harus bertemu kakak kembarmu pulang sekolah nanti."

"Kakak kembar? Aku tidak punya kakak kembar."

*

347 words

Gadis dalam Cermin✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang