Test.. Test..
Wah, 2 bab sebelumnya kebanyakan silent reader..
Sepi banget komennya..
Aku malah jadi gak semangat buat up. Hihi..Ayo, di vote, gratis kok.
Di komen juga yang banyak buat apresiasi otakku yg muter mikirin alur cerita ini.. Hihi..Aku mau slow update kalau masih sepi2 bae.
Kali-kali nuntut reader, boleh kan ya? HihihiHappy reading ^^
Perutku mendadak mulas saat aku mengantri untuk menjabat tangan lelaki yang dulu mengusik hidupku.
Tak ku hiraukan lambaian tangan Mbak Ciki yang sudah membawa piring menuju mejanya. Bener-bener gercep Managerku yang satu itu. Walaupun jabatannya seorang Manager, tapi menyangkut makanan, dia selalu menanggalkan wibawanya.
Jantungku masih meloncat tak karuan saat langkahku mulai mendekat. Ku lihat lelaki itu tersenyum samar, menyalami satu persatu karyawannya.
Aku masih menunggu giliran. Masih ada lima orang yang ada di depanku. Tak hentinya ku lafalkan doa agar dia tak mengenaliku. Atau haruskah ku pinjam jubah tembus pandangnya Harry Potter agar aku tak terlihat olehnya?
Sungguh, aku ingin bertemu dengannya. Sangat ingin. Namun, bukan cara ini yang aku inginkan. Bukan seperti ini. Bukan saat aku mengetahui bahwa dia adalah salah satu menantu dari seorang pebisnis ulung yang memiliki multi company yang tak hanya melanglang buana di dalam negeri saja.
Dia bahkan sudah move on dari dulu. Dengan menikahi anak orang kaya. Sementara aku? Dengan bodohnya masih berharap kehadirannya. Dengan bodohnya masih merindukannya. Dan dengan bodohnya masih menyelipkan rasa cinta untuknya.
Kini giliranku menjabat tangannya. Tanganku terasa dingin, lidahku kelu hanya sekadar mengucapkan kata selamat kepadanya. Aku menunduk saat menyalaminya. Sungguh, aku takut bertatap muka dengannya. Aku takut hatiku akan goyah, atau lebih dari itu, aku takut mendadak lemas dan jatuh pingsan. Sangat tidak lucu, bukan?
Andaikan itu terjadi, bakal jadi tranding topic di XYZ News dengan headline 'Seorang Redaktur XYZ News Tak Sadarkan Diri Saat Penyambutan Pemred Baru'
Tuhan, jangan sampai itu terjadi. Aku tak mau terlihat konyol dihadapan dia dan teman-temanku.
Ku rasakan, dia sedikit tersentak begitu melihatku. Saat genggaman tangannya mengerat seolah menahanku dalam beberapa detik, membuatku sedikit mendongak. Kami beradu pandang beberapa saat. Aku hanya bisa tersenyum tipis. Untung saja, antrian di belakangku masih panjang. Aku bisa melewatinya dengan kaki gemetar dan tetap tanpa suara.
Lili menyeretku menuju hidangan yang tersedia di pojok ruangan.
"Kamu udah laper banget, Bel? Tanganmu sampai dingin begini." Ujarnya masih menarikku.
"Awas tumbang kamu! Tadi bukannya sarapan dulu, kek!" Omelnya. Saat ini, dia sedang dalam mode seorang Kakak.
Ah, Lili gak tahu, aku begini karena bertemu jailangkung! Seseorang yang datang tak dijemput, pulang tak di antar.
Aku bahkan tak menyadari kalau Lili sudah mengisi piringku dengan makanan.
"Ambil, buruan ke meja." Titah Lili padaku. Dia memang luar biasa perhatian. Dia tahu penyakit maagku sering kambuh saat jam makanku tak teratur. Tapi bukan itu alasannya saat ini, Li. Ingin aku membeberkan semuanya pada Lili. Namun aku hanya bisa diam.
"Bareng aja." Aku masih setia menunggu Lili yang mengambil makanan ke piringnya. Aku tak sanggup kalau harus berjalan seorang diri. Rasanya begitu tak percaya diri. Namun, aku penasaran. Apakah dia benar-benar menyadariku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Remember?
RomanceKalau ada yang bilang, pertemanan dua orang yang berbeda jenis kelamin tanpa ada "rasa" sedikitpun diantara mereka, itu bohong. Contohnya, aku. Arabella Putri, yang masih terjebak dengan perasaan masa lalu. Dan dia, lelaki berwajah menggemaskan itu...