DYR 13

1K 117 135
                                    

Ku langkahkan kakiku masuk ke dalam rumah. Berbalut pakaian basah, membuat tubuhku dingin dan jari-jariku mengkerut.

"Kenapa hujan-hujanan sih, Ra? Kayak anak kecil saja!" Tegur Mama padaku.

"Tanggung, Ma. Mau nunggu takutnya gak reda." Aku berdalih, padahal bukan itu alasannya.

"Cepat mandi, Mama buatkan cokelat panas." Ujarnya yang kasihan melihatku.

Aku bergegas naik ke kamarku. Rasanya begitu sesak saat melihat Mama. Bagaimana aku bilang ke Mama tentang hubunganku? Sementara Mama teramat sangat menyukainya. Mama bahkan sudah menganggap Mas Arya sebagai anaknya sendiri.

Kalau Mama tahu anaknya di khianati, Mama pasti ikut sakit hati. Hati Ibu mana sih yang gak sakit, saat anaknya di khianati. Well, meskipun kembali lagi pada takdir. Tapi tak seharusnya Mas Arya bersikap demikian, bukan? Harusnya dia mengakhiri hubungan denganku dulu, baru bertunangan dengan wanita itu.

Di bawah guyuran shower yang membasahi tubuhku. Air mataku mengalir lagi. Rasa sesakku tak terbendung lagi. Dosa apa yang aku lakukan di masa lalu? Hingga Tuhan menghukumku seperti ini?

Aku bahkan tak pernah memainkan hati lelaki. Kalau pun menolak lelaki yang menyatakan cintanya padaku, ku tolak dengan cara halus.

'I miss you so bad, sayang. I'm sorry.'

Panjang umur. Lelaki yang jadi perbincangan otak dan hatiku akhirnya mengirimkan pesan padaku.

Apa dia sudah tahu? Atau dia sedang berakting?

Tak di pungkiri, hatiku rasanya mau meledak. Sedih dan senang menjadi satu. Senang rasanya, akhirnya dia menghubungiku. Sedih, saat menyadari kenyataan yang sedang ku hadapi. Namun selain rasa itu, rasa kecewa dan sakit hati lebih mendominasi. Aku tak tahu, harus mendeskripsikan bagaimana lagi perasaanku.

'Bisa kita ketemu besok, Mas?'

Ku coba menahan semua amarah. Toh, gak ada untungnya memaki dirinya. Walau sebenarnya ingin melampiaskan semua padanya.

Tak berapa lama, dia meneleponku. Aku hanya menatap layar handphoneku. Sama sekali tak berniat mendengar suaranya.

Rasa rinduku musnah begitu saja bersama dengan ingatan tentang wanita di apartemen tadi.

Mengingat wanita itu lagi, apa mereka sekarang tinggal bersama? Ya Tuhan, aku gak mau suudzon sama Mas Arya. Tapi feelingku mereka tinggal berdua. Aku tak sanggup membayangkan apa yang terjadi dintara mereka. Sekali pun mereka tidak saling mencintai, toh setan datang tanpa permisi. Bisa saja kan...

'Kok gak di angkat, Sayang?'

'Kok gak di angkat, Sayang?'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waah, dia sudah pulang. Eh tunggu, dia cuma pakai... Ya Tuhan, apa mereka sudah melakukan hal yang.. Ah, rasanya sulit sekali untuk bernafas.

Andai saja, aku tak mengetahui hal itu, mungkin saat ini aku sudah merasa gemas melihat foto dirinya yang cemberut. Tapi kali ini? Rasanya sakit. Apalagi, dia bukan milikku lagi.

Pantas saja selama ini dia selalu menghindar untuk membahas masa depan denganku. Pantas saja selama ini, dia selalu marah saat aku bertanya apakah dia selingkuh atau berbohong.

Harusnya aku berterima kasih pada Tuhan karena telah menunjukan betapa brengseknya Mas Arya. Harusnya aku bersyukur, karena semua rasa penasaranku kini terjawab sudah, sebelum aku melangkah lebih jauh bersamanya. Tapi nyatanya aku malah kecewa. Tapi nyatanya aku malah terluka. Dan nyatanya aku berharap semua ini cuma mimpi.

Alarm sukses membuatku tersentak. Kepalaku rasanya sakit bersamaan dengan mataku yang terasa berat.

Ku tatap diriku dalam pantulan cermin. Lipatan kelopak mataku membengkak membuat mataku menyipit. Terlihat sekali habis nangis semalaman.

Sengaja aku berangkat ke kantor lebih lambat agar bisa buru-buru pergi dari rumah untuk menghindari Mama. Aku belum siap untuk bercerita pada Mama.

Tiba di kantor, aku segengah berlari setelah membaca whatsapp dari Lili. Katanya Pak Pemred menanyakan keberadaanku. Ah sial, aku gak mau bertemu dengannya di saat kacau begini!

"Hei, giman—— whats wrong with you?" Lili membelalakan matanya saat melihatku.

See, gak bisa di umpetin, kan? Lolos dari Mama bukan berarti lolos dari si cerewet yang satu ini. Masa iya aku ke kantor pakai kacamata hitam. Yang ada mereka akan terbahak dan tak berhenti mengolokku sepanjang hari.

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :

https://kbmapp.com/book/read/810a237d-2879-b711-1c19-cd109ebf19fa/fe1510b5-3fe2-acfb-f24a-a50414354757?af=b8c0cede-55ed-f077-0193-baa76010bd1d


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Do You Remember?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang