DYR 6

1.5K 224 35
                                    

Hari ini sangat menyebalkan bagiku. Sejak kedatangan Pemred baru yang membuatku istighfar seratus kali, weekendku mulai berantakan.

Dulu, Sabtu Minggu selalu ku sambut dengan suka cita. Aku mengapresiasinya dengan bangun lebih siang dari biasanya. Atau pacaran dengan Mas Arya yang sengaja meluangkan waktunya hanya untukku.

Tapi sejak ke hadiran si jailangkung itu, membuat remahan rengginang seperti kami, harus kerja diluar jalur biasanya. Kami diwajibkan rolling piket setiap weekend dan diganti dengan day off saat weekday.

Hari ini, kebetulan jadwalku dan Lili bersamaan. Setidaknya, Sabtu ini, aku masih mendapat hiburan dari celotehannya.

"Sstt... Sstt.." Aku menengok pada Lili yang memberi isyarat agar aku mendekat kepadanya.

"Apa?"

"Sini, hot news. Baru keluar dari penggorengan."

Ku geserkan kursiku ke arahnya. "Hot news apa?" Bisikku.

"Wani piro?"

"Ck.. Apa sih? Buruan deh!"

"Vanilla late plus red velvet dulu, deal?"

"Pemerasan!"

"Ya udah, sana balik kerja kalau gak mau tahu hot news tentang Pemred ganteng kita."

Whaat? Pemred? Hot news? Jiwa kepoku meronta-ronta. Rasanya aku begitu haus berita tentangnya, walau mati-matian aku menghindar.

Setelah pesan asing yang menyuruhku menyimpan nomornya waktu itu, aku tahu, yang mengirimkan pesan padaku itu, Bagas. Karena siapa lagi yang memanggil nama kecilku selain dia? Tapi sejak itu juga, Bagas tak menghubungiku kembali. Mungkin dia kesal karena tak ku balas pesannya. Seminggu ini, kami bahkan sama sekali tak pernah bertemu. Baguslah. Setidaknya, dia sadar diri kalau aku mengacuhkannya.

"So?" Lili menggodaku. "Deal, ya?"

"Apa?"

"Ya Tuhan, ditinggal mudik Mas Arya kamu jadi tulalit begini." Keluh Lili.

Seminggu Bagas tanpa kabar, selama itu juga, Mas Arya ikut menghilang. Tapi hanya dari pandanganku saja. Aku dan Mas Arya masih komunikasi seperti biasa melalui telepon dan whatsApp.

Mas Arya saat ini sedang pulang kampung atas permintaan ibunya. Tiga tahun aku menjalin hubungan dengan Mas Arya, selama itu juga, aku tak pernah sama sekali bertemu dengan keluarganya.

Mas Arya, anak rantau yang menjadi dokter residen dengan segudang kesibukannya, memang jarang sekali pulang ke Jogja. Dia akan pulang, hanya saat-saat seperti sekarang ini. Saat Ibunya meminta dia pulang.

Aku tak tahu, Mas Arya selama ini menceritakan hubungan kami pada keluarganya atau tidak? Dia tak pernah panjang lebar menceritakan keluarganya. Setiap kali aku bertanya tentang keluarganya, dia hanya menjawab alakadarnya. Dia bilang, ibu dan ayahnya selalu sibuk. Ibunya seorang dokter kulit dan kelamin sementara sang ayah merupakan dokter THT.

Sebenarnya sangat tidak adil menurutku, dia dengan mudahnya mengambil hati orangtuaku. Sementara aku? Sama sekali tak mengenal keluarganya. Bisa saja, Mas Arya mengaku masih jomblo saat dia pulang.

Setiap kali, aku menyinggung tentang hal ini, selalu membuat kami bertengkar. Mas Arya selalu menghindar kalau kami membahas hubungan kami. Apalagi obrolan kami mengarah pada pernikahan. Dia selalu berdalih ingin fokus mengejar karirnya terlebih dahulu. Padahal, usia dia pun jauh lebih matang dari aku. Kami beda empat tahun. Dan aku? Di usiaku saat ini, teman-temanku bahkan sudah ada yang memiliki dua anak. Tak menutup kemungkinan, Bagas juga punya anak.

Do You Remember?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang