DYR 4

1.7K 213 35
                                        

Dear all readers, masih ada yang gak paham ya dengan alur ceritanya?

Coba bacanya pelan-pelan dan dihayati. Cerita ini alurnya maju mundur.

Ada kalanya Arabella juga bicara dengan dirinya sendiri.

Coba saja dipahami, nanti bisa bedakan sendiri kok intonasi bacanya.

Happy reading ^^


Kabar mengenai meeting esok hari, sukses membuatku terjaga semalam. Aku begitu gugup dan bingung harus bersikap bagaimana? Haruskah aku menyapanya? Atau pura-pura tak kenal seperti kemarin?

Jujur saja, aku benar-benar tak sanggup lagi untuk berhadapan dengannya. Ini terlalu mendadak. Apa aku harus izin tak masuk kantor saja? Atau pura-pura sakit? Tapi aku gak tega pada Mbak Ciki kalau harus menghandle pekerjaan seorang diri. Mana Anya - rekan seteam-ku - masih menikmati cutinya, pula! Ah, rasanya begitu frustasi.

Tiiin.. tiiin..

Suara klakson mobil membuatku berdiri seketika.

"Ma, aku berangkat ya.. Mas Arya udah jemput." Pamitku pada Mama. Untung saja Mas Arya shift pagi. Jadi dia bisa mengantarku terlebih dahulu.

"Tunggu." Teriak Mama dari meja makan. Mama membawa kantong plastik berisi tupperware miliknya. "Sarapan buat Mas Arya." Ujarnya.

Nah kan, seperhatian itu Mama sama lelaki kesayangannya. Kadang aku berpikir, apa Mama naksir sama Mas Arya? Ya Tuhan, Araa, gara-gara si Bagas, kamu jadi over thinking!

"Iya. Aku berangkat. Assalamu'alaikum Mama mertua." Teriakku

"Heh! Dasar, kamu itu."

Ku dengar suara protes dari Mama. Namun tak ku hiraukan. Memang benar kok, aku merasa seperti menjadi Ironman eh maksudku menantunya.

Mas Arya menyambutku dengan senyumannya. Wajah manisnya membuat hatiku menghangat seketika.

"Sarapan dari Mama, Mas." Ku berikan kotak bekal pada Mas Arya.

Dia tersenyum, "Mas sengaja gak sarapan dari rumah karena yakin, Mama pasti bikin bekal buat Mas." Kekehnya.

"Mohon maaf, aku sampe bingung, Mas. Anaknya itu, aku atau Mas, sih!" Gerutuku yang membuat Mas Arya tergelak.

"Mas beruntung dong, diterima oleh keluargamu. Apalagi Mas udah dianggap anaknya sendiri."

Situ enak ya, Mas? Apa kabar aku? Ah, sudahlah. Kalau ingat hal itu, nanti makin hancur mood-ku.

"Mas gak disuapin, Sayang?"

"Makan sendiri!" Ketusku. Eh, kenapa aku malah ketus sama Mas Arya?

Mas Arya melirikku. "Kok, ngambek sih? Gak rela, Mamanya dibagi-bagi."

Bukan karena itu, Mas.

"Hmm.." Aku malas menimpali. Ku buka kotak bekalnya. Kemudian mengambil potongan roti dan menyuapi bayi besarku.

Mas Arya selalu begitu, deh! Tiap makan di mobil, gak pernah mau nyuapi dirinya sendiri. Pasti harus tanganku yang bekerja. Alasannya kotor lah sudah pegang setir. Iya deh, aku lupa kalau dia itu seorang dokter. Harus higienis!

"Loh, kok kesini, Mas?"

"Ngopi ganteng dulu, dong. Enaknya makan roti sama kopi."

"Drive thru aja, Mas. Aku ada meeting pagi ini."

Do You Remember?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang