DYR 14

977 115 80
                                    

Pipip..pipip.. Nungguin ya?

Mas Arya Lovers mana suaranyaaaaa... Xixi..

Yuk, happy reading sebelum bocan ^^


Mas Arya tersenyum menatapku. Aku tahu, binar kerinduan begitu nampak dari sorot matanya.

"Sayang, Mas kangen banget sama kamu." Ujarnya saat memelukku.

Aku terpaku. Suara lembutnya selalu melemahkanku. Dia memelukku begitu erat, sementara aku hanya bisa mematung. Harusnya ku tolak pelukan itu. Harusnya segera ku maki dirinya. Dan ku putuskan begitu saja. Tapi, biarlah dia memelukku untuk yang terakhir kalinya. Biarlah pelukan ini menjadi pelukan perpisahan untuk kami.

Biasanya, pelukannya selalu menenangkan. Dan sering ku bilang kalau aku selalu menyukai pelukan darinya. Tapi kali ini begitu menyesakkan. Sekuat tenaga ku tahan air mataku agar tak keluar.

Sepanjang perjalanan. Ku tatap ke samping jendela. Kami membisu, larut dengan pikiran masing-masing.

"Sayang.." Tangannya terulur untuk menggenggam tanganku. Tapi aku segera menghindar. Aku gak mau larut dengan kenyamanan sementara hatiku semakin sakit.

"Kok masih marah aja, sih?" Protesnya padaku.

"Mas, kita ke taman aja dulu, yuk." Ku alihkan percakapan kami. Biar nanti saja membahas hal itu di taman agar lebih nyaman.

"Siap, sayang." Biasanya dia protes dengan permintaanku yang aneh-aneh. Tapi kali ini, dia tak banyak bicara. Mungkin Mas Arya sadar akan kesalahannya.

Mas Arya membelokan mobilnya ke restoran cepat saji. Aku hanya meliriknya.

"Mas lapar banget. Kita take away aja, terus makan di taman." Ujarnya yang mengerti akan lirikanku.

Aku merasa kasihan padanya. Pasti dia gak sempat makan siang. Pasti dia sibuk seharian. Dia selalu begitu, selalu mengutamakan pasiennya dari pada dirinya sendiri dan aku.

"Kamu mau apa?" Tanyanya

"Gak usah, Mas." Aku sama sekali tak nafsu makan.

Dia menatapku kemudian dia membeli tiga cheese burger dan soft drink tanpa memaksaku.

Suasana taman begitu syahdu dibawah naungan bulan yang bulat sempurna. Ditambah dengan lampu warna warni yang mememeluk pepohonan begitu posesif.

Miris. Aku salah memilih lokasi. Harusnya tempat ini untuk memadu kasih seperti pasangan yang duduk di kursi yang tak begitu jauh dari kami. Tapi, aku menjadikan tempat indah ini untuk memutuskan hubunganku dengannya.

Ku biarkan dia menghabiskan makanannya terlebih dahulu.

"Yang, diem terus, sih?" Protesnya.

Terus aku harus apa? Joget kayang pake lagu jaran goyang? Atau gerak-gerakin tangan pake potongan lagu tiktok?

"Lagi makan, jangan banyak bicara."

Dia tersenyum seolah menggodaku, "tumben banget bilang kayak gitu." Ujarnya yang langsung meremas kertas burger dan melemparnya ke tempat sampah.

Ku sodorkan tisu basah untuk membersihkan tangannya.

Aku bingung mau mulai bicara dari mana. Ada rasa tak rela melepaskan lelaki yang menemaniku selama tiga tahun ini. Walau bagaimana pun, aku masih menyayangi dia. Aku juga masih mencintai dia. Dan, banyak hal yang sudah kita lalui bersama sampai di titik ini.

"Mas.."

"Kamu kenapa sih, sayang? Mas kan udah minta maaf. Mas salah sama kamu. Kemarin Mas banyak tugas di tambah Mas tuker shift sama temen. Kok, tumben banget kamu marahnya lama?"

"Kita sampai di sini saja, Mas."

Baca selengkapnya di aplikasi KBM App. Klik link dibawah :

https://kbmapp.com/book/read/810a237d-2879-b711-1c19-cd109ebf19fa/fe1510b5-3fe2-acfb-f24a-a50414354757?af=b8c0cede-55ed-f077-0193-baa76010bd1d




com/book/read/810a237d-2879-b711-1c19-cd109ebf19fa/fe1510b5-3fe2-acfb-f24a-a50414354757?af=b8c0cede-55ed-f077-0193-baa76010bd1d

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Do You Remember?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang