Tak
Aku melirik cola yang diletakkan di atas mejaku, lalu mendongak bersitatap dengan manik coklat terang Sunoo yang memandangku. Lalu lengkungan senyum itu kembali terukir lebar.
"Selamat pagi, Jina."
"Pagi juga, Sunoo. Makasih ya colanya." balasku diiringi senyuman. Dari semalam aku tidak tenang dan entah kenapa ketika aku melihat Sunoo sekarang, perasaanku langsung membaik. Seperti ada yang berdesir ketika aku menangkap sosoknya.
Sunoo celingukan, melirik seisi kelas yang kosong, lalu ia menarik kursi dan duduk di depanku.
"Ada yang bisa aku bantu? Atau ada yang tidak kau mengerti? Aku bisa membantumu."
"Gak ada kok, hehe." jawabku, dan kembali membaca buku.
"Jina-ya."
Aku menyahut sekenanya. "Hm?"
"Aku minta maaf yang kemarin."
Kulihat Sunoo menunduk, tampak raut bersalah terpancar dari wajah.
"Gapapa Noo, jangan minta maaf terus."
Ia sontak mendongak, dan menatapku bingung. "Kamu.. tidak marah?"
Aku terkekeh gemas, lalu menggeleng. Apapun yang Sunoo lakukan, itu terlihat menggemaskan. Maka dengan cepat aku cubit kedua pipinya sambil tersenyum lebar.
"Gemes banget!!! Pengen gigit!"
"Hei, aku ini lelaki. Apanya yang menggemaskan?"
"Ekhm."
Serentak aku dan Sunoo menoleh ke asal suara yang berasal dari Sejeong yang baru datang sambil mendekap papan ujiannya.
Sunoo lantas bangkit dari duduknya, dan menepuk pundakku sebelum akhirnya duduk di kursinya sendiri.
"Jangan nyasar lagi ya, Noo."
Aku menoleh cepat, memandang bingung Sejeong yang berujar demikian. "Siapa yang nyasar? Sunoo?"
"Iya," Sejeong menjawab, duduk di kursinya dengan nyaman lalu terkikik. "Sunoo nyasar tau, Na. Padahal dia bilang, dia sering lewat situ nganterin bunga. Aneh banget gak sih?"
Aku termenung dengan dahi berkerut dan kulirikkan mataku ke arah Sunoo yang hanya bisa menggaruk tengkuk, menahan malu. Lalu kupusatkan lagi pandanganku ke arah Sejeong.
"Masa sih?"
"Serius, astaga. Untungnya aja gue lewat situ, jam.. 10 malem lah kira-kira."
Sejeong menyentap cola milikku, dan meneguknya habis. Sontak saja aku menatapnya kesal.
"Sialan, gak ikhlas gue." desisku dengan raut masam.
Dan responnya hanya berupa kekehan yang terdengar begitu menyebalkan. "Nanti kan gue traktir, Jina. Jangan galau."
Aku hanya menganggapi dengan dengusan jengah, lalu kembali terpaku pada buku yang kubaca. Secara dilihat, aku memang tampak fokus membaca— namun nyatanya pikiranku melayang jauh memikirkan perkataan Sejeong beberapa detik lalu.
Sunoo tersesat, padahal dia sering mengantar bunga di sana. Maksudku.. bukankah itu aneh? Mungkin tidak sekali dua kali Sunoo ke sana, tapi itu kelewat sering. Apa masuk akal jika dia tiba-tiba sama sekali tidak mengingatnya?
Aku menoleh sekilas ke arah Sunoo. Dia tampak tenang, namun kulihat jelas raut wajahnya berubah gusar seketika. Karena penasaran, aku pun mengikuti arah pandangnya yang berporos ke depan kelas.
Saat itu juga, aku ikut merasa tidak tenang. Ketika eksistensi Jay yang datang tertangkap kedua mataku.
[×]
KAMU SEDANG MEMBACA
『√』1. Dear Noo [REVISI]
FanfictionTentang derita yang tak kunjung reda, dan akhir yang tak terduga