"Permisi, Jinaa!!"
Aku mengintip ke jendela, memandang Sunoo yang sudah sampai di rumahku bersama sepedanya.
"ADEEKK!! ADA SUNOO TUH!"
"Ck, IYAA TAU!! SEBENTAR!" teriakku, lalu mengantongi dompetku dan segera membuka pintu kamar.
"Ciee, mau jalan nih ceritanya?" ledek kak Kei begitu melihat penampilanku yang rapih.
"Berisik ah." sungutku, lalu memakai sepatu.
Dia hanya tertawa kecil, senang sekali membuatku kesal. "Mau jalan ke mana?"
"Nyari buku. Lusa udah harus dibawa ke sekolah."
"Ohh yaudah. Hati-hati ya, jangan pulang kemaleman. Kalo bisa, sore udah pulang."
Aku mengangguk mengerti, melambai kecil pada kak Kei yang sedang tengkurap di sofa. Dengan cepat kulangkahkan kakiku ke halaman. Di sana, sudah ada Sunoo yang duduk manis di sepedanya sambil memainkan remnya.
"Halo, Jina!" Sunoo menyapa riang.
Aku membalas tersenyum. "Capek ya?"
"Tidak kok, hehe."
Dia terkekeh lucu, meski bulir keringat nampak mengalir sedikit di dahinya. Aku menggeleng pelan, mengeluarkan tisu yang tersimpan di kantung, lalu menyodorkannya padanya.
Sunoo menunjuk tisu itu dengan tatapan bingung. "Kenapa?"
Aku menghela samar, melangkah lebih dekat dengannya dan kuseka keringat di wajahnya. Sunoo hanya bisa diam mematung dengan kedua mata yang mengerjap bingung.
Lucu.
Bahkan telinganya mulai merah sekarang. Astaga, apa dia malu?
"Ma-maaf ya, aku telat jemputnya."
Aku mengangguk maklum, menyentuh stang sepedanya dan sedikit menariknya. "Gapapa kok. Ini sepedanya masukin aja ke dalem."
"Loh? Lalu kita naik apa?"
"Naik bus aja. Kamu jangan sampe kecapean." jawabku.
Sunoo nampak berpikir sambil melirik sepedanya. "Baiklah."
Aku sedikit terbelalak mendengarnya. Biasanya dia selalu menolak, namun kali ini sama sekali tidak ada penolakan di sana.
Setelah mendapat jawaban seperti itu, aku memasukkan sepeda Sunoo ke halaman rumah. Lalu kembali menutup pagar, dan mulai melangkah bersamanya menuju halte terdekat.
~~~~
Sekarang, aku dan Sunoo berada di salah satu perpustakaan terbesar di kota. Mengambil tempat duduk di paling belakang, tepatnya di pojok. Meski orang-orang kebanyakan enggan duduk di bagian ini lantaran karena hawanya yang dingin dan tidak enak, aku justru sangat menyukai karena bisa bersandar di tembok. Bersembunyi dari pandangan orang-orang.
Mengedarkan pandangan, aku memerhatikan Sunoo yang tengah berdiri melipat kedua tangannya di depan dada. Ekspresi wajahnya terlihat bingung memilih jejeran buku yang terpampang di hadapannya. Kedua sudut bibirku otomatis terangkat, mencetak senyuman kecil. Entah kenapa melihat Sunoo, aku selalu bahagia dan selalu ingin tersenyum. Kupikir Sunoo adalah happy virus, dan sayangnya orang-orang tidak menyadari itu dan lebih fokus pada kekurangannya.
Sunoo menghampiriku dengan beberapa tumpuk buku yang dibawanya. Ia nampak kewalahan dan oleng, hingga beberapa buku yang dibawanya jatuh ke lantai dan menimbulkan bunyi yang cukup keras hingga menyita perhatian orang-orang sekitar. Aku lekas membantunya, meletakkan buku-buku itu di biliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
『√』1. Dear Noo [REVISI]
FanfictionTentang derita yang tak kunjung reda, dan akhir yang tak terduga