01. Begin

16.5K 2.5K 860
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.












"Gue tim Suho!"

"Gue Seojun!"

Aku mengerling malas, menyorot ke arah Sejeong dengan tajam. "Kita liat siapa yang menang. Kalo kalah, harus traktir starbucks."

"Oke!" Sejeong berseru, dan setelahnya kami saling menyikut untuk menonton sebuah drama di ponselku yang menampilkan scene pertandingan basket.

Aku berharap cemas semoga bel masuk berbunyi setelah scene ini selesai, pun berharap juga agar Suho menang. Drama yang baru dirilis dua minggu lalu itu sungguh menghebohkan, dan tak jarang aku dan Sejeong berdebat— menyerukan lantang pada siapa kami berpihak. Bukan hanya kami, tapi mungkin seluruh penyuka drama itu demikian. Memang tampak berlebihan.

"Ah bangsat!!"

Sejeong melengos malas, bersandar di kursinya sembari menutup wajah. Sedangkan aku bersorak kegirangan lantaran Suho lah yang menang.

"Yah kalah, kasian banget."

"Sialan." umpatnya disertai wajah yang kelewat masam, hingga membuatku terbahak-bahak.

Aku duduk bersandar sambil menatap langit-langit kelas. Mengabaikan gerutuan Sejeong karena bel masuk sudah berbunyi.

"Selamat pagi, anak cacat~"

Suara itu terdengar, praktis membuat lamunanku buyar entah ke mana. Aku hanya bisa mendengus ketika melihat Jay dan tiga sekongkolnya mengelilingi meja Sunoo. Pemandangan yang biasa, karena setiap harinya memang seperti itu. Namun tetap saja, lama kelamaan aku risih. Jay seakan tidak memiliki kerjaan lain selain membully Sunoo.

Dalam diam, aku melirik Sunoo yang terduduk di kursinya yang terletak paling belakang pojok kelas. Jaketnya yang lusuh itu tersampir di kursi. Sepasang indra penglihatnya terpaku pada sebuah buku. Agaknya dia semakin tenggelam dalam keasikannya, apalagi ia juga mendengarkan lagu lewat earphonenya.

Tiba-tiba terlintas pertemuan kami di jembatan sungai malam kemarin. Sejujurnya aku sendiri cukup terkejut kalau ternyata Sunoo berniat mengakhiri hidupnya sendiri. Awalnya aku ingin melanjutkan ke masa bodohan, namun entah kenapa hatiku tergerak untuk segera menghampirinya kala itu. Dan ya, malam itu berakhir dengan kami berdua yang berjalan keliling alun-alun kota. Situasi canggung dan kaku, tak bisa terelakkan. Tapi karena aku orang yang cerewet, lumayan sedikit mencairkan suasana kaku itu.

Hanya sedikit. Lelaki itu lebih banyak diam dan melamun, entah memikirkan apa.

"Baca apa sih?" Jay bertanya, merebut kasar buku milik Sunoo. Sedetik kemudian, ia melempar buku itu ke tempat sampah. "Apa serunya sih, baca buku mtk? Gausah sok jadi murid teladan ya, anak cacat. Gue muak banget liat lo dipuji-puji guru terus. Emang lo doang yang pinter? Gue juga padahal."

"Ya kalo emang lo pinter, kenapa tiap hari lo nyuruh Sunoo ngerjain PR lo? Bodohnya jangan keliatan banget dong." Sungchul, wakil ketua kelasku, menyambar omongan Jay.

"Bacot lo jelek. Urusin aja hidup lo sendiri."

Aku masih terus memperhatikan. Sunoo sama sekali tidak terusik, meski bukunya sudah mendekam di tempat sampah. Lagi-lagi dia hanya melamun, entah menikmati alunan musiknya atau karena hal lain.

"Nih," Jay menyodorkan bukunya. Memukul-mukulnya di depan Sunoo. "Kerjain PR gue. Tenang aja, bayarannya nanti pulang sekolah."

Usai berkata demikian, Jay mengambil duduk di kursinya sendiri. Memang seperti itu gambaran kelasku tiap pagi. Semua orang menjadikan Sunoo sebagai objek ledekan dan bullyan. Tidak ada seorang pun yang memberinya setitik kepedulian.

Sunoo itu murid pindahan sejak semester pertama. Namun anehnya, sejak pertama kali ia memunculkan diri, semua orang tidak menyambutnya dengan baik. Mereka secara terang-terangan menjauhinya, mencaci makinya, dan selalu mengatakan hal yang sama.

Cacat.

Awalnya aku tidak tahu, apa maksud mereka mengatakan Sunoo cacat. Lelaki itu tampak sehat dan normal-normal saja, meskipun ya memang dia hobinya melamun. Sampai akhirnya Sejeong memberi tahuku kalau Sunoo cacat fisik. Dia kehilangan kaki kirinya hingga di bagian dengkul sehingga terpaksa disanggah dengan kaki palsu.

Aku memang tidak habis pikir. Negaraku sangat minim toleransi satu sama lain. Fisik jelek sedikit, caci maki dan bully sudah bukan hal yang asing lagi.

Dan satu orang yang sangat gencar mengganggu Sunoo, adalah Jay. Semenjak Sunoo datang, dia terus mengganggunya. Tak jarang kulihat Sunoo pulang dalam keadaan babak belur di wajah. Kasihan sebenarnya, dan aku juga ingin membantu. Tapi apa daya, aku sangat tidak suka mencampuri urusan orang lain. Aku tidak mau berurusan dengan Sunoo yang kemungkinannya akan menyeretku ke dalam lubang masalah. Aku hanya tidak ingin kehidupanku yang damai dan tenang di sekolah ini, mendadak terganggu hanya karena aku membantunya dan peduli padanya.

Jadi aku memilih menjauh, sama seperti yang lain.

『√』1. Dear Noo [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang