07. Jay and his pain

6.8K 1.6K 129
                                    

Bruk!

Jay tersentak sedikit di tempat duduknya. Ia menatap nanar tumpukan buku di atas meja belajarnya sekarang.

"Baca itu. Tulis rangkuman dan poin-poin pentingnya, terus kasih ibu. Ibu tunggu sampai minggu depan."

Setelah mengatakan itu, ibunya segera keluar dari kamar dan mengunci pintunya. Sedangkan Jay hanya diam dengan tatapan yang datar.

Setiap hari, setiap waktu, hidupnya hanya dipenuhi kekangan dan paksaan dari orang tuanya. Setiap harinya, Jay dipaksa berkutat dengan buku-buku bisnis dengan alasan agar dirinya bisa menjadi penerus perusahaan orang tuanya kelak.

Jay muak dan lelah.

Dia tau jika maksud orang tuanya itu baik. Tapi cara yang mereka gunakan sangat salah. Jika dia melakukan kesalahan dalam merangkum buku tebal itu, Jay pasti akan dikenakan hukuman. Dia tak bisa berbuat banyak, tak bisa membangkang lantaran sang ayah mengancam homeschooling atau pindah sekolah ke luar negeri apabila Jay membantah.

Jay benci hidupnya yang seperti ini. Dia ingin sekali dibebaskan walau hanya satu hari. Tidak, mungkin setengah hari pun Jay akan sangat berterima kasih.

Tapi itu semua semata-mata hanyalah imajinasinya yan tidak akan terealisasikan.

Dengan terpaksa, ia membuka buku-buku itu dan mulai membacanya meski waktu sudah menunjukkan pukul 1 malam.


~~~~

"Pagi, tante." sapa Sejeong sambil menundukkan tubuhnya.

"Iyaa pagi, Sejeong. Ayo langsung masuk aja." balas tante yang bernama Yuri itu.

Sejeong mengangguk dan segera masuk ke dalam mobil, lalu duduk di samping seorang lelaki yang terlihat lesu.

"Jay gimana di sekolahnya, Sejeong?" tanya Yuri yang duduk di samping kursi kemudi.

"Baik-baik aja kok, tan." jawab Sejeong, bohong. Padahal Yuri tidak tau saja bagaimana kelakuan anak tunggalnya di sekolah.

"Baguslah." Yuri menghela lega. "Sebentar lagi ada ujian semester ya?"

"Iya, tante. Sekarang udah mulai simulasinya."

Yuri mengukir senyum. "Jangan lupa belajar Jay."

Jay sama sekali tidak menyahut. Dia hanya diam sambil memainkan kuku jarinya, tanpa menatap ibunya sama sekali, maupun menyapa Sejeong yang duduk di sampingnya.

Dia benci situasi ini.

Setelah mobil mereka sampai di sekolah, Sejeong segera turun dan berpamitan.

"Jangan masuk sendiri. Kamu tunggu di gerbang ya, nanti Jay nyusul buat temenin kamu ke kelas." kata Yuri sambil tersenyum.

Sejeong hanya mengangguk dengan senyum kakunya. "Hehe, iya tante. Makasih."

Selepas kepergian Sejeong, raut wajah wanita itu langsung berubah. Ia menatap tajam putranya yang duduk sambil memeluk tas sekolahnya.

"Jay, mama gak mau tau pokoknya kamu harus kalahin dia." ujarnya dingin.

Jay mendengus, berusaha sabar. "Mah, Jay selalu dapet peringkat 2. Apalagi yang kurang?"

"Kamu harus peringkat 1, Jay!! Tinggal rebut posisi satu itu apa susahnya sih? Kamu gak malu kalah sama cewek?"

Rahang Jay mengeras mendengar kata-kata itu, dan yang paling ia benci adalah dirinya sendiri yang sama sekali tidak bisa melawan.

"Kamu mau nyontek atau apa, terserah. Yang penting kamu peringkat 1, buat laporan ke papa. Mama gak mau kena marah lagi sama papamu."

"Ya, aku mengerti." balas Jay, sambil membuka pintu mobil.

"Jangan lupa pulang sekolah harus bimbel!!" seru Yuri, mengingatkan.

Jay tak merespon, segera melangkah pergi dengan raut wajah dingin, ditambah dengan tatapannya yang datar. Ia semakin berdecak sebal begitu melihat Sejeong yang berdiri dekat gerbang, dan melambaikan tangannya begitu melihatnya.

Dengan langkah malas, Jay menghampirinya dan pura-pura tersenyum karena Jay tau jika mamanya masih mengawasinya sekarang.

"Kelamaan ya?" tanya Jay, mencoba ramah.

Sejeong melempar senyuman, dan menggelengkan kepalanya. "Nggak kok."

"Yaudah, ayo masuk." ajak Jay sambil melangkah lebih dulu.

Begitu mereka sudah jauh dari jangkauan Yuri, lelaki dengan wajah dingin itu segera melangkah cepat meninggalkan Sejeong.

Melihat itu, Sejeong segera mengejar Jay dan berusaha menyamai langkah lebarnya. "Jay, kok gue ditinggal sih?"

Jay menghentikan langkahnya, dan menatap tajam gadis itu. "Jauh-jauh lo dari gue. Gara-gara lo, hidup gue jadi sial bangsat. Sial gara-gara gue selalu dibanding-bandingin sama lo."

Mendengar kata-kata menyakitkan itu, Sejeong hanya bisa terdiam dengan manik berkaca. Sikap lembut Jay hanyalah sikap palsu untuk membuat mamanya percaya jika ia adalah lelaki baik-baik.

Sejeong menatap nanar Jay yang sudah menjauh dari pandangannya. Dan kini dia mengerti jika cintanya pada lelaki itu, tidak akan pernah terbalas.

『√』1. Dear Noo [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang