13. Ice cream

5.6K 1.4K 277
                                    

"Halo, Jina! Kau ingin belanja?" Sunoo bertanya padaku dengan secercah senyum lebar.

"Nggak, Noo. Aku mau laundry, hehe." kekehku sebal. "Ya mau belanja lah!"

Dia hanya menggaruk kepalanya, canggung. "Baiklah silahkan."

Aku lekas menyusuri rak barang-barang. Membeli beberapa keperluanku yang nyaris habis, belum lagi kak Kei sebagai penggila susu yang selalu meminum 3 kaleng susu beruang dalam satu hari. Terkadang aku bingung kenapa seleranya aneh sekali hingga menyukai susu hambar itu.

Aku melirik, Sunoo tampak sedang mengepel lantai. Dia telihat sangat nyaman melakukan pekerjaannya. Apalah aku yang disuruh menyapu saja rebahan dulu dan berujung tidak jadi melakukannya. Padahal tidak seharusnya aku bermalas-malasan ketika orang-orang seperti Sunoo berjuang untuk menghidupi kehidupannya yang diujung tanduk kehancuran.

Baiklah aku terlalu larut dalam emosiku sendiri. Baru hendak melangkah ke kasir, perhatianku tertarik melihat es krim. Kalau sudah begini mulai lagi sifat latahku, dan itu tidak bisa dihentikan.

"Sunoo, kamu suka rasa apa? Mint Choco ya?" tanyaku sambil mengorek-ngorek es krim yang tersusun.

"Benar! Bagaimana kamu bisa tahu?"

Aku tersenyum senang, padahal hanya asal terka. "Aku kan cenayang."

"Apa-apaan." nyinyirnya, lalu pergi membawa ember dan pelnya ke kamar mandi.

Usai keranjang belanjaku hampir penuh, kuletakkan itu di atas kasir. Lalu aku menghitung belanjaanku sendiri. Yah anggap saja aku melakukannya semata-mata karena aku penasaran. Melihat seorang kasir yang dengan mudahnya memindai barang, tampaknya itu sangat mudah untuk dilakukan.

Tapi itu tidak berlaku untukku. Sedari tadi, aku men-scan satu barang saja susah sampai rasanya aku ingin membanting alatnya. Memang aku yang norak, atau alatnya yang eror?

"Apa yang kamu lakukan? Biar aku saja."

Sunoo datang, merebut alat scannya dan dengan cepat dia menghitung semua belanjaanku.

"Ck, dasar. Alatnya cuma mau dipake sama orang ganteng." cibirku.

"Es krimnya aku yang bayar ya."

Aku menoleh cepat, lalu menggeleng. "Gak! Gausah, aku aja. Aku kan emang mau beliin kamu."

Sunoo tersenyum jahil, lalu mengendikkan bahunya. "Sudah terlanjur, ini kembaliannya. Cepat dimakan ya, nanti mencair."

"Maksud kamu aku makan kembaliannya, gitu?"

Sunoo membelalakkan matanya, mengerjap lucu. Sedetik kemudian dia tertawa kaku. "Astaga, maksudku es krimnya. Ck, memalukan sekali."

Aku menahan tawa mati-matian, apalagi Sunoo langsung menutup wajahnya dan telinganya merah lagi. Dia sebenarnya kenapa? Demi tuhan dia sangat lucu.

"Gitu doang kok malu. Udah ya, aku duluan."

Ketika tanganku hendak mendorong pintu, seruan Sunoo membuatku kembali menahan diri.

"Tunggu!"

Aku berbalik, terlihat Sunoo menghampiriku lalu mengacungkan es krimnya. Tak lupa juga seulas senyum yang tampak menggemaskan.

"Ayo kita makan es krim bersama."

"Kenapa?" tanyaku basa-basi, namun tetap mengangguk.

Dan seketika jawaban Sunoo membuat pikiranku terlempar ke masa lalu. Sejenak aku bagai mengalami dèja vu.

"Aku kesepian."


~~~~


Di sinilah kami berada sekarang. Duduk di kursi payung yang disediakan di depan minimarket. Memandangi lalu lalang kendaraan dan orang-orang sekitar.

"Biasanya pembeli rame gak, Noo?" tanyaku sambil membuka cup es krim. Ah iya, omong-omong aku membeli es krim cup begitu juga dengan Sunoo.

"Tidak selalu sih, tapi terkadang ramai juga. Anehnya beberapa gadis terkadang terus menatapku dan mereka tersenyum sendiri. Mereka juga sering datang hanya sekedar melihatku, dan memanggilku oppa tampan."

Mendengar itu aku hanya bisa menarik kedua sudut bibir. Lekas menepuk kecil pundaknya. "Itu berarti kamu emang ganteng, dan mereka suka. Tapi ya ngapain juga dateng kalo gak beli apa-apa."

"Nah itu dia. Jujur, mereka cukup mengganggu."

Kami tertawa kecil. Aku sendiri cukup kagum karena ternyata banyak orang yang tertarik dengan Sunoo. Yah, kalau dilihat juga Sunoo memang tampan. Apalagi dia periang dan sangat positif. Aku iri, mengapa dia bisa memiliki hati sebaik itu. Dan aku benci mengapa dunia memperlakukannya tidak adil.

"Jina-ya, apa menurutmu aku tampan?"

Aku yang hendak menyendok es krim pun menghentikan pergerakan tangan. Menelisik dua galaksi terang itu yang menatapku lekat. "Ganteng... banget."

Astaga.

Apa yang baru saja aku ucapkan?

Aku memalingkan wajah, melirik Sunoo yang tersenyum lebar. Lalu dia kembali membuka suara.

"Ya benar, aku tampan karena aku laki-laki. Semua lelaki di dunia ini tampan, kan?"

Saat itu juga aku menghela samar, dan menyadari bahwa degup jantungku bergemuruh. Ada apa sebenarnya?

"Kau mau coba?" Sunoo bertanya padaku, menunjuk es krim miliknya dengan sendok.

Aku memandangi es krim berwarna hijau kebiruan itu. Meringis pelan, karena jujur aku salah satu dari beberapa orang yang tidak menyukai rasa itu yang bagai pasta gigi. Tapi.. tidak salah juga sih untuk mencoba lagi.

"Boleh deh, sini."

Ketika tanganku hendak mengambil es krim milik Sunoo, tangan lelaki itu terlebih dahulu menjauhkannya dariku. Aku sontak mendelik sebal, memasang raut masam.

"Kok malah gak boleh diambil sih? Ngeselin banget, untung kamu gemesin."

Sunoo terkikik jail, dan itu membuatku semakin ditelan kekesalan. Maka kucubit keras pipinya hingga ia memekik sakit.

"Iya-iyaa, aku akan memberikannya." Sunoo menyendok es krimnya, lalu menyodorkannya padaku. "Buka mulutmu."

Lagi-lagi aku hanya bisa membeku layaknya orang bodoh. Sama sekali tidak bisa merespon apapun.

"Jina? Kenapa melamun? Tidak suka mint choco ya? Yasudah, biar aku saja yang makan."

Aku langsung cepat-cepat membuka mulut, menarik tangan Sunoo yang memegang sendok, lalu melahap es krimnya.

Sunoo tampak terkejut, memandangku bingung namun aku hanya tersenyum. Kenapa suasananya jadi canggung begini?

"Aku sudah bilang kalau tidak mau, yasudah."

"Nggak kok! Aku mau. Kamu mau coba es krim aku juga gak?" tanyaku.

"Tidak, kamu habiskan saja."

Aku lantas mengangguk, dan suasana canggung itu kembali merayapi. Tidak biasanya kami seperti ini dan tidak biasanya juga aku lebih banyak diam.

"Jina-ya, apa kamu tahu Jay ada di mana?"

Pertanyaan itu membuatku seketika kebingungan. "Nggak, emang kenapa?"

"Teman-teman Jay bertanya padaku di mana anak itu. Sudah dua hari tidak keliatan katanya. Pergi ke rumahnya pun selalu tampak sepi."

『√』1. Dear Noo [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang