12. Forgive me

5.5K 1.4K 186
                                    

Jay memasukkan kode pin rumahnya, lalu pintu terbuka. Ia melangkah masuk, melepas sepatunya dan membiarkannya begitu saja. Toh, pembantunya akan merapikannya.

Menguap ngantuk, Jay melonggarkan dasi sekolahnya yang terasa mencekik. Mencuci tangannya, sambil menilik sekitarnya. Rumahnya tampak sepi, entah di mana ibunya, Jay tidak mau tahu. Dia berharap kali ini dia bisa tidur sebentar sebelum belajar. Belum lagi ada PR dari tempat lesnya. Suasana hati Jay langsung memburuk.

Tangannya yang sudah bersih itu mengambil sepotong roti, lalu mengoleskan selai coklat di atasnya. Jay juga menyeduh susu, lalu membawa rotinya dengan menggigitnya di mulut serta tangannya menggenggam segelas susu. Meski terlihat pemalas, Jay sebenarnya rajin. Soal urusan memasak atau apapun itu yang berkaitan dengan aktivitas di dapur, Jay bisa melakukannya sendirian.

Dia membayangkan bisa berbaring di kasurnya, menyalakan AC, lalu tertidur. Pasti rasanya nyaman sekali mengingat waktu istirahatnya yang sangat kurang.

Namun ketika bayangan itu hendak direalisasikan, eksistensi seseorang yang berada di dalam kamarnya langsung membuat Jay mematung kaku.

Ketika Jay membuka pintu kamarnya, ayahnya sudah berdiri di hadapannya. Menatapnya begitu tajam dan menusuk.

Jay membungkuk ke arah ayahnya. Sama sekali tak berani menatap kedua manik itu. "Papa pulang sejak kapan? Apa mama udah merebus air hangat? Kalo belum, biar Jay yang—"

Brak!

Jay menatap nanar tumpukan buku rangkumannya yang dibanting, terbuka lebar-lebar. Pandangannya bergetar takut.

"Jawab jujur, siapa yang ngerjain rangkumannya? Bukan kamu kan?"

Jay bisa merasakan jantungnya berdegup tak terkontrol, gelas yang digenggamnya pun bergetar.

"Apa kamu tuli, Park Jongseong?!"

Pundak Jay terguncang kaget, ia meletakkan roti dan susunya di atas meja. Lalu membereskan buku-buku yang dibanting ayahnya.

"Ternyata bener ya? Udah lama papa curiga, kenapa tulisan kamu beda? Nyatanya kamu minta orang lain buat ngerjain itu. Bahkan barusan papa dapet panggilan dari kepala sekolah. Ada temen kamu yang bilang kalo kamu bayar orang buat ngerjain semua tugas kamu. Keterlaluan kamu, Jongseong!!"

Jay tidak bisa melakukan apapun selain terus mengucapkan kata maaf, bahkan sampai berlutut di depan ayahnya. Menyatukan kedua telapak tangannya di depan dada.

"Aku minta maaf, Pa. Aku tahu aku salah. Aku cuma capek, makanya aku nyuruh orang lain buat ngerjain itu. Aku janji gak akan kayak gitu lagi, tapi tolong jangan hukum aku."

Plak!

Pukulan keras dengan buku itu membuat kepala Jay tertoleh ke kiri, berdenyut nyeri. Jay menggigit bibir bawahnya ketakutan, dan satu pukulan kini menghantam sisi yang lain.

"Kamu cuma perlu belajar, tapi kamu bilang capek?! Dasar pemalas!! Papa yang kerja sampe lembur gak ngeluh kayak kamu dan itu papa lakuin buat kamu! Kapan kamu bahagiain papa? Kapan kamu buat papa bangga?! Dari dulu kamu emang cuma beban di keluarga ini."

Setelah itu sang ayah, ke luar dari kamar Jay. Menutup keras pintunya, dan ketika terdengar suara pintunya yang dikunci dari luar, Jay seketika panik. Ia merangkak, menggedor-gedor pintunya dengan brutal.

"JANGAN KUNCI PINTUNYA! AKU GAK MAU HOMESCHOOLING, TOLONG MAAFIN AKU! KALI INI AJA, PA!!"

Jay berteriak, terus menggedor pintunya hingga tangannya memerah. Ia menangis, bersandar lemah dibalik pintu. Demi apapun dia takut, apalagi tidak ada jendela di dalam kamarnya. Satu-satunya jalan ke luar adalah pintu kamarnya, namun itu dikunci. Jika pintu itu tidak terbuat dari kayu jati yang keras pun, Jay pastikan dia akan mendobraknya. Tapi dia tidak sekuat itu.

Jay benci dikurung seperti ini. Bukan pertama kalinya dia mengalami hal ini, namun untuk yang sekarang semuanya terasa lebih mengerikan.

Di dalam kesunyian itu, Jay meringkuk di sana. Berharap orang tuanya mengampuni kesalahannya kali ini. Pun sekaligus mencari tahu siapa orang yang berani-beraninya membeberkan apa yang Jay lakukan pada Sunoo.

『√』1. Dear Noo [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang