05. Far Soul

7.1K 1.7K 338
                                    

"Selamat datang di seven eleven, silahkan berbelanja."

Sapaan dari seorang kasir itu membuatku meliriknya sekilas, berniat tidak merespon. Namun alih-alih demikian, aku justru mematung di tempatku disertai kedua mata yang terbelalak.

"Loh, Sunoo?!"

Sunoo hanya terkekeh melihat responku yang mungkin tampak berlebihan. "Kenapa?"

"Kamu kerja di sini?"

"Iya, mungkin baru sekitar... 2 hari yang lalu? Entahlah."

Lagi dan lagi, Sunoo membuat rasa penasaranku membuncah. Meski kini aku sudah mengetahui beberapa fakta tentangnya, tetap saja aku selalu dibuat penasaran.

"Kenapa melamun? Kamu tidak jadi berbelanja?"

Aku tersentak kecil, lalu tertawa kaku. "Ah nggak kok, cuma kaget aja."

Aku lekas mengambil keranjang, lalu mengayun tungkai untuk segera membeli barang yang aku butuhkan.

"Jina-ssi, tunggu sebentar."

Begitu namaku diserukan, aku lantas menoleh ke arah Sunoo yang kini menghampiriku. Menyodorkan kertas dan pulpen padaku. Dan aku semakin dibuat bingung melihat air mukanya yang tampak gugup dan malu-malu.

"Bolehkah aku meminta nomormu?"

~~~~


"Eomma, aku pulang.." ujar Sunoo, meletakkan sandalnya di dalam rak. Lalu beranjak mencari ibunya.

Ia mengedarkan pandangan, lalu mendengar gemerisik air dari dalam kamar mandi. Hanya satu yang Sunoo tangkap, bahwa ibunya sedang berada di dalam sana.

Memasuki kamar, Sunoo menyampirkan jaketnya di kursi. Merogoh saku, mencari beberapa lembar uangnya. Tangan Sunoo tergerak membuka laci, hendak menyimpan uang itu. Namun mendadak ia termenung. Dilanda bingung mengapa uang hasil kerjanya yang ia simpan dalam satu amplop, mendadak hilang.

Sunoo membeku. Dalam sedetik, ia langsung panik. Membuka semua lacinya, mengobrak-abrik rak bukunya, hingga mencari ke lemari bajunya. Uang itu jumlahnya cukup besar. Sunoo mengumpulkannya susah payah sejak ia bekerja pertama kali di sebuah stand makanan.

"Eomma.. dia pasti tahu di mana uangku."

Sunoo bergegas ke luar dari kamar, menghampiri ibunya yang terduduk di depan TV sambil memakan seporsi besar bibimbap.

"Eomma, apa eomma tahu di mana uangku? Aku menyimpannya di laci, tapi sekarang tidak ada. Apa—"

"Eomma yang mengambilnya."

Mendengar itu, Sunoo terkejut bukan main. Bola matanya bergetar, menatap tak menyangka ke arah ibunya.

"Eomma mengambilnya untuk membayar tagihan listrik."

Sunoo masih mencoba berpikir positif, kesabarannya masih tersisa. "Tapi kenapa eomma tidak bilang dulu padaku? Tolong kembalikan uangnya, aku butuh itu untuk biaya keperluan sekolah. Itu juga tabunganku untuk kuliah nanti."

Ibu Sunoo tidak merespon apa-apa. Dia hanya sibuk mengunyah sambil menonton televisi, seakan eksistensi Sunoo sama sekali tak terjangkau indra penglihatnya.

Sunoo mengepalkan tangannya. "Eomma!"

Brak!

Sendok makan itu diletakkan dengan kasar di atas meja. Sang ibu menatap nyalang ke arah Sunoo.

"Diamlah anak sialan. Kau beruntung karena sampai detik ini eomma tidak mengusirmu. Uang itu juga eomma gunakan untuk membayar listrik, bukan untuk apa-apa. Kau sangat pelit, dan tidak tahu terima kasih. Sama seperti ayahmu."

Ibu Sunoo meninggalkan ruangan itu begitu saja, lalu masuk ke dalam kamar. Sementara Sunoo sendiri berdiri mematung di tempatnya. Ia memutar tubuh, menatap ke arah pintu kamar ibunya yang tertutup.

"Kenapa eomma sebenci itu padaku?! Apa salahku! Uang itu hasil jerih payah kerja paruh waktuku, tapi eomma sama sekali tidak meminta maaf telah mengambilnya!" Sunoo berseru, meluapkan semua yang dipendamnya.

Kedua manik yang berkabut itu dipenuhi genangan air yang siap tumpah. Sunoo merasa sesak. Dia melupakan satu hal bahwa dirinya mungkin memiliki seorang ibu, tetapi Sunoo tidak memiliki kasih sayang dari itu. Sudah dikatakan, jiwa keduanya terasa sangat jauh.

Sunoo kecewa. Ibunya tidak pernah menghargainya sama sekali. Seandainya ia tidak memiliki nurani, sudah ditinggalkannya ibunya sejak dulu. Tapi sekali lagi Sunoo adalah orang yang kelewat baik, dia sangat rendah hati, menganggap semua orang adalah hal yang harus ia kasihi.

Sunoo melangkah memasuki kamar, menutup pintunya dan terduduk bersandar di balik pintu. Memeluk lututnya, Sunoo memandang ke arah rak bukunya yang dipenuhi berbagai buku. Sunoo berharap usahanya untuk terus belajar, kelak akan membuatnya bisa menggapai masa depannya. Membahagiakan ibunya, dan memberikan apapun yang ibunya inginkan.

Dan satu tekad yang membikin Sunoo tetap bersama ibunya adalah bahwa Sunoo ingin menunjukkan kepada sang ayah jikalau ibunya berhasil membesarkan Sunoo dengan baik, tanpa dirinya.

『√』1. Dear Noo [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang