03. I'm curious

10.1K 1.9K 218
                                    

"Duh, kenapa bannya bocor?!" aku berseru kesal sambil turun dari sepeda keranjangku, dan berjongkok untuk melihat ban belakang sepedaku yang bocor.

Menyebalkan. Padahal 7 menit lagi, pintu gerbang akan ditutup sementara posisiku sekarang cukup jauh dari sekolah. Mungkin aku membutuhkan waktu sekitar 5 menit lagi untuk sampai di sana jika aku mengayuh dengan cepat.

Tapi sialnya, sepeda butut ini justru membuatku semakin terlambat. Ini semua karena kak Kei yang tidak mau mengantarku dan lebih memilih kembali tidur.

Dengan ogah-ogahan dan kekesalan yang memuncak, aku mendorong sepedaku dengan pasrah akan dihukum begitu sampai di sekolah nanti.

"Halo, Jina!"

Aku tersentak kaget, menoleh ke samping, dan netraku langsung menangkap Sunoo dengan sepeda hitamnya.

"Ada yang bisa aku bantu?"

Aku membeku sejenak, mengerjap bingung. "A-ah ini.. ban sepedaku bocor."

"Kalau begitu apa kau mau ikut denganku? Kau bisa telat nanti. Tapi kalau kau tidak mau, ya tidak apa-apa."

Aku termenung berpikir sejenak. "Gausah deh, gapapa."

"Hmm yasudah."

Sontak aku melotot mendengar itu. Sunoo dengan acuhnya kembali mengayuh, berlalu meninggalkanku. Pagi-pagi begini aku sudah dibuat semakin kesal olehnya.

Menahan geram, aku mendorong sepedaku. Mengumpat dalam hati. Namun tiba-tiba kulihat Sunoo memutar arah, menuju ke arahku. Dan benar saja, dia berhenti di depanku.

"Ayo naik. Aku benci berhutang budi dengan orang lain. Anggap saja ini balasan karena kamu telah menyelamatkanku yang hampir bunuh diri saat itu."

~~~~

Tak terasa, kami sudah sampai di sekolah dan masih menyisakan satu menit sebelum gerbang benar-benar ditutup. Aku sangat berterima kasih pada Sunoo. Ia menyeka keringatnya dengan tangan, sambil mendorong sepedanya menuju tempat parkir.

Peluh di wajahnya bercucuran dan ia hanya menyeka seadanya. Jadi itung-itung membalas budinya, aku pun memberikan sapu tanganku kepadanya.

"Pake ini." kataku sambil menyodorkan benda itu.

Ia menoleh, dan menggeleng. "Tidak usah. Terima kasih, aku tidak apa-apa."

Aku menarik tangan kirinya dengan paksa dan meletakkan sapu tangan itu di atas telapak tangannya. "Terima aja, apa susahnya? Kamu keringetan begitu."

Sunoo tersenyum tipis, namun jujur itu terlihat manis. Mengingat aku tidak pernah melihat seulas senyum darinya. Sunoo jarang tersenyum di sekolah, bahkan mungkin tidak pernah.

"Terima kasih. Aku akan ke kelas lebih dulu, jangan berbarengan. Aku tidak mau kamu terlibat masalah karena berurusan denganku." Sunoo mengangkat sapu tangan milikku. "Aku akan mengembalikan ini besok."

Usai berkata demikian dengan raut datar, Sunoo memacu langkahnya ke kelas, meninggalkanku seorang diri.

Terkadang aku menerka, seberapa sulitnya kehidupan Sunoo. Dia selalu dipanggil ke TU lantaran belum membayar uang SPP. Study Tour sekolah bahkan dia juga tidak ikut.

『√』1. Dear Noo [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang