3. Jeju Island, Sweeter Promise

1.7K 211 16
                                    

Park Jimin tidak pernah lupa bagaimana—dulu, dia banyak memangsa banyak wanita setelah lepas dari Naomi. Berkedip sekali, dua sampai tiga wanita menghampiri dengan anggun, memberikan tubuh secara cuma-cuma, bersedia melakukan apa pun yang ia perintahkan. Semudah itu.

Terus berganti wanita setiap harinya, secara bergilir. Sampai sang ibu turun tangan, mencoba berkompromi dengan Jimin, mengenalkan pada banyak gadis berpendidikan tinggi, cantik, dari keluarga terpandang, tapi tak ada satu pun yang benar-benar berhasil. Jimin justru semakin nakal bermain dengan berbagai wanita. Hal itu dia lakukan sebagai peralihan semata supaya dia tidak terus-terusan di tekan.

Kini melihat bagaimana Jean terlelap di sisi bangku kemudi dengan nyaman, sesekali meliuk mencari posisi yang enak, Jimin tanpa sadar tersenyum, merapihkan sedikit surai yang menutupi wajah anggunnya dengan tangan sebelah kiri. Song Jean nyaris tak memiliki sisi jelek atau buruk yang bisa dijadikan alasan atau aksi protes sewaktu-waktu, kalau seumpama mereka berdebat. Semua yang ada pada dirinya menyentuh posisi sempurna.

Jadi jangan katakan bahwa Jean beruntung memiliki Jimin hanya karena dia adalah salah satu orang terpenting negara dan pria terkaya disana, juga memiliki keluarga terpandang. Tapi justru Jimin yang beruntung memiliki Jean, sebab kalau hanya urusan harta, Jean memiliki apa yang Jimin miliki. Itu bahkan tidak sebanding.

Gadis baik, cantik, galak, seksi, dan, um, panas? Sungguh. Urusan ranjang Jean adalah perempuan terpanas yang mampu membuat libido Jimin naik ke permukaan. Sial. Sial. Dasar mesum, Jimin mengumpat dalam benak. Dia buru-buru mengesampingkan pikiran kotornya. Tidak, dia mencintai Jean bukan hanya karena dia pernah 'mencicipi' tubuh gadis ini. Perasaannya lebih dari sekedar bercinta satu malam, Jimin mencintai semua hal tentangnya, cara berpikir, sifat, semuanya. Jimin suka semuanya.

Keputusan akhir mereka adalah berlibur ke Jeju. Well, Jimin akan meralatnya, bukan liburan, tapi bulan madu.

Mengingat Jean keluar kamar dengan langkah lunglai, Jimin mati-matian menahan napas saat ayah Jean menatapnya menelisik, tajam, memburu, seperti Jimin habis mencuri uang di Bank. Pria itu bahkan hanya membuka bibirnya gugup sebelum mengatupnya kembali. Bergeming ngeri, dia benar-benar tak paham reaksi seperti apa yang harus di berikan pada ayah wanita tersebut.

Astaga, apa yang harus kukatakan. Jimin mengutuk dirinya sendiri.

Berakhir di meja makan dengan perasaan takut, Jean justru di seberangnya mati-matian menahan gelak tawa. Dimana perginya si pria yang gemar mendominasi itu? Pikir Jean. Ibu juga sama dengannya, menatap Jimin kasihan sebab ayah menolak bersikap lembut. Dia beberapa kali berdeham secara sengaja membuat Jimin duduk dengan tegak saking takutnya.

"Jimin mengajakku berlibur ke Jeju." Ujar si gadis kala itu memecah hening.

Ayah Jimin mengabaikan dan hanya menyantap makanan di atas meja serius.

"Setelah ini aku akan berkemas dan langsung pergi."

Bagi ibu Jean sendiri, ia sebenarnya tidak pernah mempermasalahkan kemana anak gadisnya ingin pergi selama bisa menjaga diri sendiri dan tak melakukan hal-hal sembrono. Terlebih mengetahui siapa pria yang kini dekat dengan si semata wayangnya, ia yakin, Jean akan baik-baik saja.

Bedanya, di sana, sosok pria tegas yang hanya memiliki sedikit kompromi dengan segala hal yang menyangkut pria untuk anak gadisnya, ibu Jean tidak yakin. Sebab selama ini, tidak pernah ada yang benar-benar berani datang ke rumah. Kecuali Taehyung, tentu saja.

"Ayah, aku di izinkan 'kan?"

Lagi-lagi dia di abaikan.

Jimin menahan napas.

Play Then KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang