Ternyata hari ini dateng juga. Part terakhir. Awal nulis mikir kalau PTK bakalan end up di draft aja karena gak ada peminat. Tapi ternyata aku salah, hampir 600 orang bertahan di sini sampai chapter 37 meski gak semua muncul sebagai tukang komen/vote. At least aku tau, Jimin sama Jean dan yang lain banyak yang sayang. Makasih, ya?
Genap setahun, kalian keren banget mau singgah di cerita ini. Kurangnya masih banyak banget tapi kalian percaya sama aku, its mean a lot, for me.
Untuk yang terakhir kali, yang belum pernah muncul, boleh dong komen sedikit. Satu kali juga gak apa. Biar aku tau peri-peri baik yang udah jelajah ACT I. it is okay? please:)
***
Salju masih senantiasa mengotori kota Seoul. Suhu ekstrimnya mencapai angka minus sebelas, menemani keberangkatan kereta yang di naiki Song Jean menuju Mokpo, kampung halamannya. Dia tidak tahu kemana isi kepalanya harus pergi. Rasanya sesak, kecewa, takut, apa pun yang sejenis, Jean memiliki itu semua sekarang. Gadis itu menahan napas, membiarkan isi kepalanya mengawang-awang.
"Song Jean, atau haruskah kupanggil kau dengan sebutan Shadow?"
Suara sang lawan kembali memenuhi pikirannya. Itu adalah alasan terbesar kenapa dirinya pergi menjauh. Siapapun bisa mengatakan bahwa Jean baru saja melarikan diri sekarang.
Semalam, gadis Song itu tak menjawab atau bahkan melakukan apa pun pada Jimin. Jangankan menarik pelatuk, bernapas saja rasanya seperti di cekik. Jadi dia hanya membiarkan keheningan, deru napas Jimin, juga pelukannya yang mengerat, menemani kepergian pria itu mengunjungi alam bawah sadar. Jean menunggu paling tidak tiga jam untuk benar-benar memastikan pria Park tersebut tertidur pulas.
Dia pergi setelah yakin bahwa Jimin sudah tertidur. Memakai pakaiannya tergesa, meninggalkan Dohwa yang setia menjaga di depan kamar, hampir saja mencegah kepergiannya kalau dia tak buru-buru berkata, "aku tidak membunuhnya. Jangan takut." Sebelum benar-benar menghilang.
Gadis itu tentu terkejut bukan main saat Jimin mengetahui identitasnya sebagai pembunuh bayaran. Dia semakin gencar berpikir, sejauh apa pria itu tahu tentangnya?
Jean mengetukkan jemarinya di atas paha, melirik ponselnya yang sedari tadi, atau barangkali sejak dia menjalani misi, tak berhenti memunculkan notifikasi yang sudah pasti dari Kim Seokjin. Dia pasti penasaran seberapa jauh keberhasilan di genggamnya.
Pistol, earphone , tas, semua miliknya di kamar hotel itu, bahkan 200 juta won di apartemennya, Jean meninggalkan semua itu dengan cuma-cuma.
Tapi itu jelas tidak berhasil, Jean yakin kalau dia terus menghindar, Seokjin akan terus menerornya dengan segala macam pertanyaan. Dengan cekatan, gadis itu menjawab panggilan, "ya?"
[Hei kau kemana saja?! Bagaimana mis-]
"Aku berhenti."
[Ap-apa?]
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Then Kill
Fanfiction[ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ | sᴇᴀsᴏɴ 2 ᴏɴʟʏ ᴀᴠᴀɪʟᴀʙʟᴇ ɪɴ ʜᴀʀᴅ-ᴄᴏᴘʏ ᴠᴇʀsɪᴏɴ] "Kamar nomor 1310. Park Jimin, sasaran kepala, tanpa jejak apapun. 200 juta won." [] Bahkan sebelum memulai, Song Jean sudah lebih dulu terlibat dalam sebuah kebohongan tanpa akhir. ©str...