Ngomong-ngomong, Jije's. Aku telat kasih tau kalau twitter aku deactive sementara waktu (kemungkinan sampai akhir bulan aja) karena kalau lebih dari sebulan, akunnya bakal hilang sesuai peraturan twitter. Aku udah siapin 3 cerita yang bakalan khusus di post disana, jadi tungguin, ya! Untuk instagram sendiri, aku udah sejarang itu main disana. Jadi kalau ada hal-hal yang penting atau mau ngobrol, kalian bisa keep in touch sama aku disini, message board lebih baik(sepi banget message board aku ramein dong... ahaha gadeng canda) setelah aku balik ke twt, mungkin aku lebih aktif disana aja^^
Dan finalnya, aku mutusin untuk nulis 1,5k perchapter. Supaya gak kebanyakan dan gak kedikitan. Untuk update, diusahain secepat mungkin! Terima kasih pengertiannya di Ch sebelumnya. Aku terharu banget rata-rata kalian lebih mentingin aku:')
Tons love, untuk Jije's! Selamat 20Chapter!
Karena genre cerita ini selain action itu drama-romance. Jadi semoga kalian nikmatin perdrama-an ini:')
*****
"Kau sudah gila, Jim," kata Namjoon dengan serius sesampainya mereka di ruang pribadi Jimin. Melihat betapa kacaunya pria yang terpaut lebih muda darinya membuat Namjoon tak bisa berpikir dengan benar.
Dan Jimin disana, masih senantiasa mengumpat atas kecerobohoannya. Song Jean benar-benar mampu merusak isi kepalanya.
"Aku hanya..." Jimin berhenti berbicara. Melepas jas kantornya sebelum merebahkan diri di atas sofa. "Jean marah padaku."
"Dasar sialan!" Namjoon melempar bantal persegi dari sofa ke wajah Jimin dengan keras. "Yang kau sedang pertaruhkan itu perusahaan! Kau bisa mengesampingkan urusan cinta gilamu itu kapan-kapan!"
"Aku tahu."
"Kau tahu tapi masih bersikap seperti ini!"
"Jangan marah-marah terus. Kepalaku sakit. Hyung keluar saja sana," ujarnya. Memutuskan membalik badan, menghadap punggung sofa dan mulai memejamkan mata. Kepalanya sakit sekali.
Namjoon mendesah. Menjatuhkan diri di single sofa, kemudian membuka beberapa kancing jasnya. "Sekarang apa lagi masalahnya?" setau pria itu, Jimin cukup bersenang-senang dengan gadis Jean tersebut. Tetapi mengetahui bahwa sekarang pemuda ini terlihat bodoh, rasa-rasanya ada yang salah. "Bukannya kemarin kau baik-baik saja dengannya?"
"Jean tahu aku menguntitnya."
"Mengunt—apa?! Menguntit?! Kau sudah gila!"
"Kenapa reaksimu berlebihan begitu. Padahal kau juga membantuku." Jimin merespon dengan nada suara pelan. Menutup irisnya dengan lengan, "Lagipula, aku hanya mencari informasi tentang latar belakangnya saja. Tidak lebih."
"Apa bedanya, bodoh."
"Beberapa hari lalu kami mengobrol lewat telepon. Konyolnya, aku kelepasan berbicara mengenai tempat tinggal orang tuanya." Pria itu kembali mengingat. Bagaimana suara Jean terdengar cukup kesal. Bahkan ada yang lebih buruk daripada itu, "Setelah hari itu, aku tak sengaja bertemu dengannya. Tapi kau tahu, hyung. Jean justru membuang pandangan dariku. Kupikir dia menganggap hari itu juga sebuah akal-akalan. Padahal jujur, aku bahkan tidak tahu kalau ia akan berada pusat perbelanjaan tersebut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Then Kill
Fanfiction[ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ | sᴇᴀsᴏɴ 2 ᴏɴʟʏ ᴀᴠᴀɪʟᴀʙʟᴇ ɪɴ ʜᴀʀᴅ-ᴄᴏᴘʏ ᴠᴇʀsɪᴏɴ] "Kamar nomor 1310. Park Jimin, sasaran kepala, tanpa jejak apapun. 200 juta won." [] Bahkan sebelum memulai, Song Jean sudah lebih dulu terlibat dalam sebuah kebohongan tanpa akhir. ©str...