Chapter 05

3.1K 453 50
                                    

"Kau tinggal dimana?"

Oke. Ini terlalu lancang untuk menjadi topik perbincangan sedang mereka baru saja bertemu. Tapi Jimin kurang peduli akan hal tersebut. Bertemu dengan gadis ini lebih sulit daripada menangkap penjahat.

Kalau saja Jimin lebih menuruti ucapan sang sekertaris dan memilih menuju apartemen gadis itu untuk bermalam. Mungkin ia takkan bisa bertemu dengan Jean sekarang. Nyaris melewatkan kesempatan besar.

"Tidak terlalu jauh dari sini, tempatku masih di sekitar Gangnam,"

Jean sendiri mencoba mati-matian untuk tidak terlihat gugup. Bayangkan saja, larut malam ada seorang pria dengan setelan kasual namun tampak elegan sepertiㅡpemilik perusahan besar yang sanggup mengeluarkan uang hanya dengan sekali berkedip, lalu, menghampirimu tanpa permisi. Oh, astaga. Jean semakin tidak bisa membayangkan.

"Hei? Kau melamun?" Jimin melambaikan tangannya di depan wajah Jean.

Gadis itu menggeleng panik, "Ah, itu, maaf."

Jimin terkekeh, netranya menyipit dengan senyuman yang begitu manis. "Jadi bisa aku berkunjung ke tempatmu?"

"Te-tentu saja, lain kali."

"Oke. Lain kali," Jimin mengulangi.

Jean kembali bungkam. Namun kedua irisnya menelisik lebih jauh lagi pada presensi di hadapannya.

Jimin.

Park Jimin.

Gadis tersebut merasakan kepalanya semakin memberat. Ini jelas aneh.

"Hai, kau ingat aku? Kita berjumpa lagi."

Sungguh, 'berjumpa lagi?' apa-apaan?! Di satu sisi, ada perasaan risih mengingat mereka bertemu di waktu yang kurang tepat begini. Di sisi lain, Jean tak bisa mengelak pesona yang terpancar dari wajah Jimin. Oh, wow. Bahkan gadis itu sudah menyebut nama Jimin lebih dari tiga kali dalam benaknya.

"Kau tidak ingat aku?" Jimin mulai keheranan. Tapi ia tetap bersikukuh, mencoba menggerakkan tangannya seolah-olah sedang berbicara menggunakan bahasa isyarat, "Yang kau tabrak waktu itu. Di kedai gimbap? Ingat? Ponselku kau buat rusak, masih tidak ingat?" Cara bicaranya terdengar frustasi.

Namun tatkala Jean mengangkat kedua alisnya seolah ia mengingat, kedua sudut bibir Jimin tertarik ke atas.

"Sudah ingat?"

Jean melipat bibirnya ke dalam. Mengangguk.

Jimin tak bisa untuk tak bersorak kegirangan beberapa waktu lalu. Terlebih saat melihat gadis yang belakangan mengisi kepalanya tersenyum hangat.

"Dan, apa yang kaulakukan tengah malam begini. Sendirian?"

Suara Jimin memecah lamunan. Pria itu menatap lurus, sanggup membuat Jean gugup setengah mati dan memutus kontak mata mereka. Si gadis juga tak lekas memberi jawaban dan membiarkan hening menyelimuti. Suara dua pelayan yang duduk di dekat kasir jadi lebih terdengar.

Beberapa detik kemudian Jean kembali menatap Jimin, "Menunggu teman,"

"Lalu? Dimana dia sekarang?"

"Sepertinya tidak jadi datang."

Jimin menyesap minumannya sebelum menatap Jean kasihan, "Membiarkan gadis cantik menunggu tengah malam begini, sendirian?! Teman macam apa!"

Si gadis tersipu seketika, ia tak menjawab selain senyuman manis yang ia suguhkan. Jimin tidak sedang bernyanyi, cara bicaranya juga sama seperti bagaimana orang lain bicara pada Jean. Namun yang jelas, suara Jimin terdengar begitu seksi. Rambut abu-abunya yang terlihat mengkilap, senyuman yang begitu memikat dan kelopak mata yang turut terpejam saat tertawa. Kira-kira Jean bisa memberi nilai Jimin, sembilan dari sepuluh. Tidak. Tidak. Sepuluh dari sepuluh sepertinya lebih tepat.

Play Then KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang