Senja mulai bergerak turun seiring jarum jam berdetak. Hembusan angin dari arah barat tempat gadis itu duduk sekarang begitu terasa menenangkan. Dari waktu yang akan menuju malam saat ini, Jean sama sekali tidak menyusun rencana untuk apa yang akan ia lakukan agar dapat membunuh waktu lebih cepat dan segera bertemu hari esok.
Tadi pagi ia baru sampai di Seoul setelah libur jangka pendeknya di Jeju. Cukup menyenangkan.
Bos keras kepalanya itu juga menepati janji untuk tidak menganggu Jean selama liburan.
Dan sekarang, entah keajaiban darimana Taehyung tiba-tiba meneleponnya dan mengajak gadis itu untuk makan bersama di kedai bibi Jeon lalu berjanji untuk mengajaknya keliling sebentar.
Woah. Harusnya Jean memberi Kim Taehyung reward atau semacamnya. Biasanya pria itu akan dengan bar-barnya menyuruh Jean ini dan itu lalu pergi begitu saja. Teman macam apa. Dasar.
Well. Berhubung Taehyung berubah menjadi malaikat sore ini, Jean paling tidak harus sedikit berterima kasih sebab ia tidak harus mati kebosanan di apartemen.
Beberapa saat kemudian terdengar suara klakson mobil. Taehyung di sebrang jalan dengan kaca jendela kursi penumpang yang terbuka.
Disana pria tampan yang bersandang sebagai sahabat satu-satunya tersenyum manis sambil melambaikan tangan. Gadis itu menunggu lampu jalan berubah merah untuk bisa menyebrang. Setelah beberapa saat sampai di samping mobil, pintu mobil dibuka dari dalam oleh Taehyung.
“Menunggu lama?” Katanya sembari memasangkan seatbelt pada Jean.
“Tidak juga,”
“Baiklah! Meluncur!” Canda Taehyung sebelum menancap pedal gas.
[><]
“Omong-omong kau bekerja dimana?"Taehyung melipat tangannya di atas permukaan meja, menunggu dengan sabar jawaban dari lawan bicaranya.
Jean tak lekas menjawab, ia lebih memilih menutup mulut sebentar.
“Hanya pekerjaan yang, em…” Gadis itu menatap jalanan lenggang di luar jendela kedai, bola matanya bergerak ke kiri dan kanan seolah mencari jawaban yangㅡbarangkaliㅡtergeletak di tengah jalan supaya ia bisa dengan cepat menjawab pertanyaan konyol itu. Sayangnya hal seperti itu jelas mustahil. “Well, hanya pekerjaan biasa yang membutuhkan keberanian.”
Dan pekerjaan yang sanggup merenggut nyawamu dalam sekejap mata kalau kau kurang beruntung saat bertugas tentunya. Tapi Jean tak benar-benar berkata demikian. Itu sungguh terdengar tolol untuk di katakan pada orang idiot seperti Taehyung.
Heh, Taehyung maaf. Kau tidak terlalu idiot, kok.
“Keberanian? Kau menjadi pelatih bela diri?” Taehyung menjawab asal.
Jean hanya tersenyum hambar. “Ya. Ya. Kau bisa menganggapnya seperti itu.”
Taehyung hanya mengangguk setelahnya.
“Kau sendiri bagaimana? Setelah lulus mau kerja apa?”
“Rahasia.”
Jean melotot tak percaya, “Woah, Kim Tae. Kau benar-benar ya! Apa-apaan rahasia. Kau pikir aku ini siapa, huh? Memang masih jaman rahasia-rahasia seperti itu?”
Taehyung menggeser cangkir affogato-nya sedikit dan mulai menumpu dagu di tangannya yang berada di atas meja. “Itu adalah kalimat yang harusnya kau katakan pada dirimu sendiri. Jangankan sahabat, Jean. Kalau saja Tuhan bisa kau bodohi, aku yakin kau juga akan menyembunyikan sesuatu darinya, lalu merahasiakan satu hal besar untuk dirimu sendiri. Well, pada kenyataannya Tuhan tak dapat kau bodohi dan tahu segalanya.” Pemuda itu berusaha terlihat tenang dengan seulas senyum tipis yang tertera pada wajah. “Kau percaya Tuhan mengetahui segalanya saja masih bisa menyembunyikan banyak rahasia, dasar pembual kelas teri.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Then Kill
Fanfiction[ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ | sᴇᴀsᴏɴ 2 ᴏɴʟʏ ᴀᴠᴀɪʟᴀʙʟᴇ ɪɴ ʜᴀʀᴅ-ᴄᴏᴘʏ ᴠᴇʀsɪᴏɴ] "Kamar nomor 1310. Park Jimin, sasaran kepala, tanpa jejak apapun. 200 juta won." [] Bahkan sebelum memulai, Song Jean sudah lebih dulu terlibat dalam sebuah kebohongan tanpa akhir. ©str...