Chapter 12

2.4K 398 56
                                    

Suara gesekkan tiap lembar dari setumpuk berkas di genggaman mengisi heningnya ruangan CEO megah milik Jimin. Sejak sepuluh menit lalu, pria tersebut belum mengalihkan secuil pandangan pun pada lawan bicaranya di depan sana dan lebih memilih fokus terhadap baris-baris kalimat yang berisikan data serta informasi tentang seseorang yang belakangan menganggu isi kepalanya.

Tempat lahir; Mokpo.

Jimin mengangguk, kemudian bibirnya bergerak-gerak kecil sembari terus membaca tulisan disana.

Ada sejumlah foto candid gadis itu di berbagai tempat seperti kedai yang Jimin pernah datangi bersama Namjoon, juga menjadi tempat pertama mereka bertemu. Jimin cukup terkejut pada fakta bahwa kedai tersebut adalah tempat yang sering di kunjungi Jean. Kemudian di bagian lembar selanjutnya, ada foto Jean bersama seorang lelaki yang tengah ia rangkul hangat. Jimin mendecih sebal. Kemudian memberikan tatapan menohok pada Dohwa.

Kau-mau-mengajakku-bertengkar?

Sedang sang lawan bicara hanya menyengir.

Tetapi tak berselang lama, kedua alisnya berkerut. Dia kembali membalik halaman depan kemudian pindah lagi ke halaman selanjutnya. Benar. Tidak ada.

Menatap sekertaris pribadi di hadapannya dengan raut wajah tak paham. Pria tersebut buru-buru meletakkan berkas itu di atas meja, menumpu dagunya dengan kedua tangan, "Tidak ada satu informasi pun tentang pekerjaannya." Jimin butuh penjelasan untuk itu.

"Tempat tinggalnya juga tidak tertulis disana," katanya lagi.

Pria berwajah tirus, tampan, dan gagah di depan sana berdeham. Menggaruk rahangnya serta memberikan seulas senyuman sebagai permohonan maaf.

"Tidak ada yang berhasil mencari informasi tentang apa pekerjaannya, Tuan." Dohwa gugup tak karuan. "T-tempat tinggalnya pun di sembunyikan."

Jimin semakin dibuat heran,

"Kau sudah mengecek seluruh nama pekerja di restoran, kafe, kedai, butik di seluruh penjuru Seoul?"

Dohwa mengangguk. "Sudah, Tuan."

"Sama sekali tak ada namanya?"

"Ya..."

'Kau bekerja sebagai karyawan di perusahaan peluru?'

Seakan terbentur kembali dengan percakapan mereka pekan lalu, Jimin baru tersadar bahwa reaksi Jean ketika tahu pekerjaan yang di lakoni Jimin kelewat biasa. Nyaris tak menunjukkan ekspresi terkejut.

"Dohwa kau ingat ketika Naomi tahu aku mendirikan perusahaan peluru, kan?"

Sang sekretaris berpikir sebentar sebelum meng-iyakan.

"Kau ingat bagaimana reaksinya?"

"Dia berteriak, jingkrak-jingkrak seperti orang gila, memelukmu, lalu, apa lagi, ya?"

"Eoh! Benar, kan? Reaksinya seperti ulat bulu." Jimin menyandarkan punggungnya, kembali menelan memori ketika dia bersama beberapa gadis bar, ketika mereka mengetahui pekerjaan Jimin pun, pasti mereka terkejut bukan main.

"Tapi dia tak memberikan ekspresi serupa, kau tahu."

Dohwa malah tak mengerti sama sekali. "Dia? Dia siapa?"

Play Then KillTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang