peeps, mau kasih tau kalau twitter aku sudah bisa di akses! kalian bisa reach me out there! untuk eksklusif konten yang sudah di janjikan bakalan di post dalam waktu dekat. dan ya, untuk penghuni Play, Then Kill. aku ada sedikit gift yang bakal aku post juga disana! spoiler2 juga bakal bertebaran!
dan, ya, sedikit warning, mulai chapter 21—dst, plis fokus ya!
fasten your seatbelt, Jije's!
——
Kedai gimbap heaven milik Bibi Jeon memang selalu menjadi tempat favorit yang harus di kunjungi setiap akhir pekan atau paling tidak ketika merasa lapar, namun tak memiliki uang banyak. Kau harus percaya bahwa datang kesana mampu membuat perutmu membuncit senang tanpa perlu memikirkan berapa banyak pengeluaran yang harus kau relakan.
Setelah di pikir-pikir, bagi Jean sendiri kedai ini tak memiliki banyak poin untuk di sanjung (kecuali gimbap tuna dan sup ayam jamur yang sanggup membuat Jean berteriak histeris soal rasa), semua masakan Bibi bisa di nilai delapan per sepuluh. Rumah makan sederhana ini tak terlalu besar, tetapi tidak juga terlalu kecil. Lampu-lampu hiasan cantik yang ketika malam menyala terang menggantung mengikuti dinding. Semuanya nampak begitu sederhana tetapi membuat nyaman. Pengunjungnya pun selalu dapat di tebak—setengah persen dari mereka adalah mahasiswa akhir tahun yang sedang mengirit uang saku, seperempat dari mereka adalah para buruh lansia, sisanya itu para karyawan yang barangkali malas memasak.
Kedai gimbap tersebut menyimpan sejuta keping kenangan berharga untuk Jean dan Taehyung. Selain sosok pendiri sekaligus koki utama yang baik hati, mereka berdua bisa melakukan apa pun disana. Mengerjakan tugas sampai pagi, menumpang makan kendati tak menjanjikan kalau salah satu di antara mereka akan membayar, juga tempat bersembunyi paling aman bagi Jean ketika sedang bertugas, segala hal tentang kedai gimbap ini begitu luar biasa.
Di salah satu meja di sudut kedai, tepatnya sebelah jendela yang menampilkan keramaian daerah distrik Gangnam, Jean menumpu dagunya, memandang ke arah luar dengan perasaan menghangat.
Hari ini Taehyung bilang ingin mentraktir Jean makan karena ia baru saja di terima kerja di salah satu restoran ayam cepat saji tak jauh dari apartemennya sebagai pelayan. Katanya, sih, hanya untuk mengisi kekosongan harinya di waktu libur. Kemungkinan lainnya adalah mereka yang akan jarang bertemu sebab dapat di pastikan Taehyung hanya akan fokus pada pekerjaannya.
Tetapi sejujurnya, daripada memikirkan hal itu, Jean lebih penasaran tentang alasan sikap Taehyung setelah kedatangan Seokjin kemarin. Mungkinkah Taehyung kenal dengannya? Atau hanya marah karena ia menerima tamu laki-laki?
"Jadi, dimana Taehyung? Kenapa sendirian?" bibi Jeon menyapa hangat, meletakkan satu gelas es kopi di hadapan gadis itu.
Jean tersenyum, "Sedang dalam perjalanan kemari, Bi."
"Lalu alasan wajahmu muram begitu?"
"Hanya sedang memikirkan beberapa hal?"
Sebelum benar-benar sempat menjawab, langkah berat seseorang dari arah belakang Bibi Jeon justru membuat atensi keduanya teralihkan secara bersamaan.
Kim Taehyung disana. Pakaian kasual khas musim gugur kemudian rambutnya yang terlihat gimbal. Kedatangannya membawa senyuman manis untuk Jean.
"Hai, sayangku. Apa kabar?"
Tidak. Jangan salah sangka. Pertanyaan itu jelas bukan tertuju untuk Jean, melainkan untuk wanita paruh baya yang kini tengah mengusap lengan Taehyung hangat. Seperti menyambut kedatangan anaknya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Play Then Kill
Fanfic[ᴄᴏᴍᴘʟᴇᴛᴇᴅ | sᴇᴀsᴏɴ 2 ᴏɴʟʏ ᴀᴠᴀɪʟᴀʙʟᴇ ɪɴ ʜᴀʀᴅ-ᴄᴏᴘʏ ᴠᴇʀsɪᴏɴ] "Kamar nomor 1310. Park Jimin, sasaran kepala, tanpa jejak apapun. 200 juta won." [] Bahkan sebelum memulai, Song Jean sudah lebih dulu terlibat dalam sebuah kebohongan tanpa akhir. ©str...