Part 21 - Mine & Yours

457 59 46
                                    

Waktu berlalu lambat namun aku menikmati setiap detiknya yang seakan memberikanku segala aurora warna warni, mengingat kembali apa yang terjadi padaku semalam tadi. Karena semuanya terasa bagai sebuah film yang berputar berulang-ulang di kepalaku bagai photographic memories. Menyambut aku yang terbangun pagi ini dengan sebuah kebahagiaan yang tiada taranya, memberikan seulas senyum, senyum bahagia yang akhirnya kini bisa ku berikan kembali pada dunia. Karena setelah sekian lama aku bersembunyi, aku lari, aku menghindari, kini aku sungguh-sungguh tertangkap. Jatuh dalam pelukan hangatnya, larut dalam segala sari manisnya, dan ternyata bahagia. Dan pagi ini aku akhirnya berani menyatakan kalau aku akhirnya menyerahkan diriku pada cinta. Iya. Aku jatuh cinta.

Pada manusia yang kini mendekapku dalam pelukannya. Hangat dan nyaman. Erat dan penuh perlindungan. Pada Stefan. Dan aku tersenyum lagi. Meluapkan segala kebahagiaan yang rasanya memenuhi segala relung tubuhku sampai mau meledak rasanya.

Semalam, akhirnya aku memberanikan diri melangkahi pintu itu. Ciuman setelah kami mengurus si triplets ternyata tidak berakhir hanya dengan pelukan saja. Tapi saat dia menarik ciumannya padaku, dia memberikanku tatapan penuh makna, sehingga aku tak mampu menolak lagi. Dia mendekat, lalu mencium tulang belikatku, lama dan lembut membuatku memejamkan mata, merasakan segala desiran aneh yang muncul saat itu juga. Seakan berteriak pada Stefan untuk tidak melepaskanku. Kemudian dia menengadah, mengelus wajahku sebelum akhirnya dia meminta itu.

"Yuk, malam ini... Boleh aku milikin kamu seutuhnya?"

Yang aku ingat, semalam segalanya seakan menuntunku untuk memilih melintasi segala keraguan dan ketakutan. Melupakan siapa aku dan dia yang dulu, dan memberanikan diri untuk membiarkan aku dan dia saat ini jadi poros hatiku. Jadi aku pun tersenyum, mencium keningnya, lalu mengangguk. Membiarkannya kemudian mengangkatku dalam gendongan, dan membawaku ke kamar. Membiarkannya memiliku seutuhnya.

Dan ciuman itu berlanjut di tempat tidur. Hatiku berdesir. Ciuman ini indah, dan memabukan. Please Stef, touch my soul, go slowly, and play me with that time gently. Let me flow away because of you touch right in front of you. Aku membatin saat Stefan mulai membuka kancing bajuku hati-hati sambil tak berhenti menciumku, seakan aku adalah sebuah porcelain yang akan pecah kalau saja dia memperlakukanku tanpa kelembutan.

Setelah itu, yang aku ingat, kami membiarkan segala moment berlalu sesuai dengan arahan semesta. Membiarkan cinta akhirnya menyatakan dirinya lewat dua tubuh polos yang kini saling merengkuh, erat, berpeluh dan berdesah bergantian. Saling menyatakan untuk saling memiliki malam ini. Malam yang indah ini.

Sampai tiba-tiba di tengah segala yang terjadi, aku menangis. Membuat Stefan terkejut dan berhenti bergerak.

"Lho? Yuk? Kamu... Kamu kok nangis? Kenapa? Did I hurt you now? Or... You want me to stop?"

Tapi aku menggeleng. Tersenyum dalam tangisan. Tangisan bahagia. Maka aku mengelus wajahnya yang terus ku pandangi tanpa henti. Wajah yang kini membuat hatiku berdebar.

"Enggak. I'm fine. You've done nothing wrong. Aku cuma... Stef..."

"Hmm?" suaranya lembut sekali. Jarinya juga dengan lembut dan hati-hati mengusap air mataku.

"Maafin aku yang udah sering nyakitin kamu, ya?"

Mata Stefan membelalak terperangah. Beberapa detik berlalu dalam mode pause. Dia membeku, dan aku bisa merasakan debaran jantungnya di balik dada yang kini rapat dengan dadaku. Tubuh Stefan menghangat, pipinya memerah. Dan aku terkejut melihatnya, that handsome and cool womanizer suddenly turn into a small little puppy, malu-malu sambil menyembunyikan wajahnya di tengkukku.

"Hey, you okay?" tanyaku sambil ketawa dan mengelus kepalanya.

"No. Thanks to you," jawabnya merajuk. Halah, kenapa jadi menggemaskan gini ya dia?

RemainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang