Part 22 - The Darkest Pit In The Past

351 47 22
                                    

"Post-traumatic stress disorder, atau yang biasa di kenal dengan sebutan PTSD. Gangguan mental ini disebabkan oleh adanya ketidak mampuan Mbak Yuki untuk meng-overcome trauma atas kepergian seseorang yang memang sangat di sayangi. Alasannya adalah karena kejadian yang begitu tiba-tiba tersebut menghantam kuat dan akhirnya menyebabkan kesedihan yang berkelanjutan dan juga trauma yang cukup parah, dan ini juga bisa masuk ke dalam tipe mental illness yang lain, yaitu prolonged grief disorder. Dan kedua mental illness ini tentu saja memicu kondisi lain seperti anxiety dan atau depression yang Mbak Yuki alami saat ini," jelas Dokter Dhira padaku dan Stefan dengan hati-hati.

Seperti dua minggu yang lalu, aku dan Stefan hari ni akan menemui Dokter Dhira untuk yang ke tiga kalinya. Minggu kemarin, di pertemuan ke dua, aku sudah menjalan beberapa prosedur konseling, termasuk menceritakan tentang kepergian Al yang menjadi penyebab utama kenapa aku jadi seperti ini. Dan di hari ini, setelah konseling lagi untuk yang ke tiga kalinya, Dr. Dhira akhirnya bisa menyimpulkan kalau aku memang menderita mental illness seperti yang di atas.

Sesungguhnya aku sudah sedikit banyak tau tentang keadaan mental ku, karena sudah beberapa kali juga aku ke psikolog, kan. Tetapi selama ini, selama ke psikolog, aku pasti akan selalu berhenti di pertemuan ke dua. Karena di pertemuan ke dua saja aku sudah merasa tidak nyaman. Merasa kalau di tanyakan soal Al lagi dan lagi akan selalu sangat menyakitkan. Ditambah lagi dengan betapa lelahnya aku harus berkali-kali mengisi questionnaire dengan beratus-ratus pertanyaan yang aku rasa nggak penting. Jadi sebelum aku bahkan tau dengan jelas apa penyakitku, aku sudah berhenti datang. Tapi saat ini, aku akhirnya berhasil datang kembali untuk meneruskan pengobatanku, karena saat ini, aku tidak sendiri, ada Stefan yang menemaniku.

"Terus gimana, Dok? Saran dari Dokter untuk Yuki apa, ya? Apa ada pengobatan yang bisa kita lakukan untuk nyembuhin Yuki? Seperti terapi mungkin?" tanya Stefan.

"Gini, Stef, Mbak Yuki, saya lanjut jelaskan, ya. PTSD itu adalah salah satu penyakit kejiwaan yang sampai saat ini belum bisa berhasil di sembuhkan secara total oleh segala terapi atau pengobatan yang sudah ada. Bisa di redam, bisa banget malah. Cuma kemungkinan suatu saat akan kembali kalau ada trigger-nya yang memancing. Karena PTSD ini kan masuknya ke severe traumatic condition, ya. Yang berarti memang si penderita sudah mengalami atau menyaksikan peristiwa yang sangat parah dan nggak akan pernah bisa di lupakan seumur hidup kecuali si penderita ini mengalami amnesia atau untuk yang sudah lansia akan mengalami dementia. Tapi, seperti yang saya bilang barusan, kondisi ini sangat bisa di redam. Bisa dengan berbagai psikoterapi, termasuk juga dengan hypnotherapy. Kita bisa buat Mbak Yuki jadi merasa lebih baik. Tapi di sini memang akan kembali lagi ke si pasiennya. Saya cuma akan jadi penolong kecil. Yang justru akan menjadi penentu kesembuhan dan keberhasilan terapi adalah Mbak Yuki sendiri."

Stefan pun menoleh padaku yang dari tadi memang diam.

"Yuk, gimana menurut kamu?"

Sejujurnya, mendengar segala ucapan Dokter Dhira barusan membuatku jadi sedikit takut. Aku tidak pernah terpikir kalau aku akan mendengar kenyataan kalau aku memang benar-benar sedang ada di situasi kejiwaan yang tidak sehat dan selamanya akan memiliki penyakit yang tidak bisa di sembuhka ini. Tetapi ucapan Dokter Dhira juga sedikit banyak memberikanku kelegaan. Ternyata masih ada cara untuk menyembuhkanku.

Maka aku pun menatap Stefan dan mengangguk kecil, merasa kalau mungkin segalanya boleh di coba, walaupun rasanya aku sendiri masih takut. Membuat Stefan langsung tersenyum.

Aku lalu kembali pada Dokter Dhira. "Nng... Saya sih sekarang ikut gimana baiknya menurut Dokter Dhira aja. Tapi kalau memang harus terapi, untuk terapinya sendiri, kira-kira akan berat buat saya nggak ya, Dok?"

RemainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang