Part 7 - About Tomorrow

472 60 8
                                    

Aku terus menatap ke luar jendela tanpa bersuara. Sedangkan Stefan juga menyupir dengan diam disebelahku. Sepertinya perdebatan kami tadi malam masih membuat suasana kaku seperti ini. Sialnya, hari ini aku dan Stefan sudah janji saam Terry dan Agung kalau kami mau main ke rumah mereka berdua barengan. Awalnya aku juga males, pengennya barusan berangkat sendiri aja, cuma Stefan sudah sampai didepan rumah ketika aku baru saja keluar dari rumah untuk berangkat sendiri. Jadi yaudah lah, mau nggak mau aku ikut dia aja, males debat juga pagi-pagi.

Ada untungnya juga perdebatan semalam. Aku jadi tidak perlu mendengar omongan nggak penting dari dia. Tidak sekalipun juga aku melirik kearahnya untuk sekedar melihat mukanya. Tapi nggak pa-pa. Biarin aja, aku lebih seneng kalau Stefan enggak ngomong ketibang dia harus ngoceh kayak biasanya. Jadi aku juga nggak usah marah-marah terus, kan? So this is better.

Sampai akhirnya kami sudah tiba didepan gerbang kompleks rumahnya Terry. Aku dan Stefan turun dari mobil dan Agung yang sedang memindahkan motor ke luar, menyambut kami.

"Hai, Gung," aku memeluk dan mencium pipi Agung.

"Hai, Yuk. Itu Terry ada di taman belakang ya, ada Manda juga," katanya kemudian ganti memberikan bro-hug pada Stefan. "Eh bytheway Yuk, gue pinjem Stefan ya. Ada yang mau gue cari. Mungkin baliknya agak sore. Nggak pa-pa?"

"Mau kemana emang?" tanya Stefan pada Agung.

"Mitra10. Temenin gue ya, Sob. Kemarin gue main futsal kelamaan, kaki gue langsung linu-linu parah malemnya, belum enak nyupir jadinya. Lupa gue kalau udah umur."

Aku tertawa kemudian mengangguk. "Boleh aja. Nanti gue balik sendiri juga nggak pa-pa, kok."

"Kamu tunggu aku aja, nanti aku anter pulang." Kalimat pertama Stefan seharian ini.

Tapi aku menggeleng, berusaha terlihat ramah. "Nggak usah. Aku juga biasa balik sendiri, atau nanti minta dianter Manda aja sampai rumah. Udah, ya, gue kedalem dulu, bye," pamitku buru-buru, menghindari omongan Stefan lagi.

Saat aku masuk, aku bertemu dengan Terry yang sedang sibuk mengeluarkan pempek dari dalam Tupperware bersama Bi Yati yang menggorengnya.

"Halo Babe, wah, pempek, nih. Dari mertua lo, ya?" Aku mencium pipi Terry dan ikut melongo ke semua pempek yang ada di atas meja dapur.

"Iya, ini mau di goreng dulu. Lo ke taman aja, ada Manda di patio, tuh. Sana dulu, gih," begitu katanya saat aku mengelus perutnya yang sudah nongol dengan lembut.

"Yaudah. Jangan lama-lama, ya, gue udah laper nih," ucapku lalu ngabur ke belakang rumah Terry dan menemukan Manda dengan segelas red-wine ditangan, sudah duduk di sofa besar di patio belakang rumahnya Terry yang memang jadi spot favorit kami dirumah Terry untuk ngobrol dan ngegosip. Patio ini terinspirasi dari patio di cottage-nya Nicole Kidman di film Bewitch-nya yang ditunjukkan di scene ketika Nicole Kidman, Maria, Nina, dan Aunt Clara breakfast bersama. Bahkan rumahnya Terry ini memang mostly terinspirasi dari cottage di film itu. Waktu masa pembangunan, dia sampai sempat ribut sama Agung karena Agung saat itu inginnya punya rumah yang bertema industrial. Tapi akhirnya, berhubung Terry, si Batak tulen ini kalau udah merepet seremnya ngalahin singa betina, Agung akhirnya nurut aja dan membiarkan Terry yang menentukan seperti apa bentuk rumah mereka tanpa komentar.

"Hei, Dah'lin," sapa Manda saat aku tiba.

"Hei, Babe. Baby Neyna mana, Man?" tanyaku sambil menunduk dan mencium kedua pipinya.

"Lagi dipinjem sama Akung dan Utinya dulu sampai besok. Lo abis dari mana? Sama Stefan, ya?" tanya Manda ketika aku menarik kursi dan duduk disebelahnya.

RemainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang