18

225 90 11
                                    

"Kau tahu, dengan tingkahmu ini aku semakin yakin untuk meninggalkanmu. Kau sedikit pun tidak punya hak untuk mengusik dengan siapa aku berurusan, termasuk dengan tukang bunga. Tapi kau telah membawa orang yang tidak tahu apa-apa jadi terlibat. Kau ini jahat sekali, Seo Hyun-ah." maki Yong Hwa ibarat api yang dituangi bensin.

"Kau yang sangat jahat padaku, aku bertanya baik-baik kepada tukang bunga itu, tapi dia berlagak polos dan tidak tahu apa-apa. Aku tahu kau yang menyuruhnya untuk bersikap seperti itu. Tapi lagaknya yang penuh kepalsuan itu membuatku muak." Seo Hyun balas menyelak marah.

"Jangan bicara sembarangan bila kau tidak tahu apa-apa, itu sama dengan menuduh." Yong Hwa pun semakin panas.

"Kepada tukang bunga itu aku hanya memperkenalkan diri sebagai kekasihmu, Oppa. Supaya dia tidak berpikir macam-macam atas permintaanmu mengantar bunga setiap hari ke ruanganmu ini. Baru saja kemarin aku katakan itu kepadanya. Tapi tadi saat kita bertemu lagi, dia katakan tidak mengenalku. Menurutmu itu tidak keterlaluan?"

Yong Hwa membulatkan kepal seraya memejamkan mata. "Jadi kau berteriak-teriak memarahi dia hanya karena hal tidak penting itu?" belalaknya berkobar-kobar kemarahan di matanya.

"Tingkahnya mengingkari aku, itu sangat keterlaluan. Itu yang membuatku marah. Semua orang di kantor ini mengetahui bahwa kau adalah kekasihku, tapi dia tidak mau mengakui itu. Bagaimana aku tidak emosi?" Seo Hyun berteriak lagi.

"Sekarang kau pergi dari ruanganku, Seo Hyun-ah! Dan jangan pernah berpikir kita ini masih pasangan kekasih. Hubungan itu sudah lama berakhir, dan tidak akan pernah kembali sampai kapanpun." tandas Yong Hwa menunjuk pintu.

"Oppa..." Seo Hyun tak terkira kaget.

"Apa kau tidak mendengarku, pergi!" sekarang Yong Hwa mendorong tubuh bekas pacarnya itu ke pintu yang sudah ia buka.

"Oppa, Yong Hwa Oppa!" gadis itu berteriak menolak, tapi bluk Yong Hwa pun segera menutup pintu ruangannya. Menguncinya dari dalam.

Setelah itu ia berdiri di tepi meja kerja, meletakan kedua telapak tangannya di atas meja. Hingga tubuhnya membungkuk. Beberapa jenak ia terus pada posisi itu dengan kepala menunduk dalam. Matanya memejam. Berbagai perasaan campur aduk di kepalanya. Matanya lama-lama meneteskan air. Ia sangat menyadari yang jahat itu sebenarnya dirinyalah, bukan Seo Hyun.

Seharusnya ia tidak pernah membawa Shin Hye ke kantornya. Sebab disembunyikan serapat apa pun motiv-nya tetap akan tercium. Dan ketika hal seperti itu terjadi, yang paling menderita adalah gadis penjual bunga itu yang sejatinya tidak tahu apa-apa. Melawan kondisinya sendiri saja dia itu sudah setengah mati, sekarang Yong Hwa menambah penderitaannya karena alasan jatuh hati kepadanya. Yong Hwa meninju meja dengan kepalnya berulang kali. Mianhe, mianhe-yo! Gumamnya berkali-kali.
💐

Hari itu Shin Hye kurang fokus saat melakukan pekerjaannya, karena benaknya terganggu oleh kejadian yang dialaminya di kantor YK. Begitu menaiki mobilnya ia menyuruh Hye Mi untuk mencatat beberapa hal di buku kecilnya. Yaitu mulai besok tidak mengirim bunga lagi ke kantor itu, dan yang paling mengusik benaknya wanita yang baru keluar dari lift saat dirinya hendak memakai lift untuk turun, tiba-tiba menyapanya.

"Annyong, bertemu lagi kita. Kau habis mengantar bunga?" tanyanya ramah, seakan mereka sudah dekat.

"Annyong-haseyo. Benar, baru mengantarkan bunga." senyum Shin Hye membungkuk takjim.

"Apa Oppa sudah ada di ruangannya?"

"Oppa... nugu?" Shin Hye tidak paham dengan pertanyaannya.

"Kekasihku, yang baru kau temui itu." tegasnya.

"Maksudnya Tuan yang memesan bunga...?"

Matanya malah melotot. "Kau ini sedang apa? Sedang becanda denganku?" bentaknya.

"Animidha, josunghae-yo!" Shin Hye menunduk.

"Kau ini menyebalkan, apa kau juga akan pura-pura tidak tahu siapa aku?"

"Nde, aku tidak tahu siapa Anda." tukas Shin Hye.

Dan teriakan seperti yang Yong Hwa dengar dari ruangannya pun memekakan telinga Shin Hye. Tiba di rumah ia sampai membolak-balik buku kecilnya, mencari tulisan Hye Mi tentang siapa gadis tadi yang begitu marah kepadanya.

Iya, di dalam catatannya kemarin dirinya bertemu gadis itu saat hendak sama-sama menaiki lift mengantar bunga. Dia memperkenalkan diri sebagai kekasih Jung Yong Hwa. Pria yang ruangannya sedang ia tuju. Tapi nama Jung Yong Hwa sendiri Shin Hye lupa, sehingga terjadilah kejadian tadi.

Jung Yong Hwa. Shin Hye akhirnya mencatat nama itu di buku kecilnya. Jadi nama pria itu Jung Yong Hwa! Nama itu sering ia lihat pada papan nama di atas meja kerja. Tapi ia akan mengingatnya hanya sehari itu saja. Dan sekarang ia menuliskan namanya di buku kecil, padahal besok ia tidak akan mengantarkan bunga lagi kepadanya. Dia rupanya sudah memiliki kekasih. Tentu saja, pria sehebat itu gadis-gadis tidak akan membiarkannya. Dan gadis dengan tulang pipi tajam berkulit mulus tadi adalah kekasihnya. Mereka begitu serasi.

Tiba-tiba dalam benak Shin Hye berkelebatan sebentuk wajah. Wajah rupawan seorang pria. Dengan sepasang matanya yang menawan. Tatapannya lembut merayu. Dan senyumannya seindah pantai laut timur. Pria berparas tampan itu tiada lain tambatan hatinya.

"Ayo, kita pikirkan tempat yang paling ingin kita kunjungi! Oppa sebutkan tempat itu berada dimana?" tanya Shin Hye sambil membolak-balik peta.

"Hatimu, tempat yang sangat ingin aku kunjungi adalah hatimu." tukasnya tampak serius.

"Ah... ayolah! Jangan becanda. Aku sedang serius." hardik Shin Hye.

"Aku juga serius, sangat serius. Lihat mataku kalau tidak percaya."

"Ani, matamu memakai kaca mata hitam. Jadi tidak terlihat." Shin Hye mengamati lagi peta. Dia tersenyum. Jemarinya menjawil pipi Shin Hye gemas. "Mm... sakit!" ringis Shin Hye manja.

Pria itu temannya sejak remaja, dan mereka mulai berpacaran kala memasuki dunia kerja. Orang tua masing-masing mengetahui hubungan itu, dan sangat merestui. Sekeluarnya dari camp pelatihan militer pada tahun ketiga mereka berpacaran, Dong Hae sudah menginginkan mereka melangkah ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Tapi tentu saja Shin Hye menolak.

"Umurku baru 25 tahun sekarang, kenapa Oppa tergesa-gesa? Aku masih ingin hidup bebas sebagai seorang gadis."

"Justru saat masih muda kita harus bergegas, kita harus segera punya anak. Sehingga saat anak-anak kita tumbuh nanti, kita pun masih muda. Masih memiliki energi banyak untuk terus menemani mereka hingga mereka dewasa dan memiliki anak-anak lagi. Kau tidak mau seperti itu?" tatap mata lembut itu.

"Tidak, terlalu lama bersama kita akan bosan nanti." tukas Shin Hye enteng membuat kekasihnya itu tersenyum.

"Whe? Bosan?" protesnya.

"Eoh, orang sekarang relatif panjang umur, Oppa. Jika umur kita mencapai 100 tahun, akan membosankan kita hidup bersama selama 75 tahun."

"Teori dari mana itu? Siapa yang mengatakannya? Bawa sini orangnya, aku ingin lihat!" pintanya seraya menggapit pundak Shin Hye oleh tangan kekarnya. Didekatkan ke dadanya.

"Dokter herbal yang mengobati sakit leherku."

"Aah... aku tidak bisa mendebatnya kalau dia yang bilang." sesalnya melepaskan lagi tangannya.

Ganti Shin Hye yang mengembang senyum sambil menatapnya. Tapi senyumnya lenyap saat matanya mendapati rambut Dong Hae dihinggapi bunga sakura. "Aigo... bunga-bunga ini sungguh nakal, Oppa. Dia sengaja menjatuhkan diri di atas rambutmu, yang aku saja tidak berani melakukannya." ocehnya seraya bangkit, lalu mengambil sekuntum bunga sakura yang jatuh di atas cepol Dong Hae. "Lihat!"

Dong Hae langsung menyambarnya, meletakan bunga itu di selipkan di telinganya.

"Aigo... stop! Tahan sebentar, Tuan! Miringkan kepalanya sedikit, bagus. Tahan! 1,2... senyumnya mana? Oke..." Klik! Shin Hye menjepret dengan kamera canggih miliknya.

Shin Hye selalu menganggap Dong Hae adalah cinta matinya. Tanpa dia, Shin Hye pasti tak kan bisa melanjutkan hidup. Memilikinya adalah hal paling indah dalam hidupnya. Rasanya Shin Hye memilih mati daripada kehilangan kekasih sesempurna Lee Dong Hae.

TBC

Ku sendiri nunggu scene ini...😝

Eternal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang