54

371 85 19
                                    

Hari itu Dong Hae terus menekan nomor kontak Shin Hye, setelah seharian kemarin Shin Hye dengan sengaja mematikan smartphone-nya sebab tidak mau diganggu. Hari itu terpaksa ia harus mengangkatnya, agar benda itu berhenti berbunyi.

"Yeoboseyo!"

"Kau dimana ini?" suara Dong Hae.

"Kenapa kau mau tahu?"

"Kita harus bertemu, Shin Hye-ya. Banyak yang harus kita bicarakan."

"Tapi aku merasa kita tidak perlu bicara apa pun. Urusan kita sudah selesai, Oppa." tepis Shin Hye.

"Tidak, banyak yang harus kita bicarakan."

"Aku tidak punya waktu."

"Jebal! Sebentar saja kita bertemu. Apa kau tahu Eomma sekarang sakit? Sejak mengikuti pesta di kantormu Eomma murung dan sekarang sakit. Apa kau yakin kita tidak perlu membicarakannya? Padahal malam itu Eomma memohon maaf padamu."

Shin Hye menjauhkan smartphone dari telinganya, untuk menghela napas dalam. Hanya diperlakukan begitu saja orang tua itu sakit. Tidak ingatkah mereka dengan sikapnya sendiri yang jauh lebih kejam terhadapnya?

"Pikirkan kondisinya, Shin Hye-ya! Eomma sangat menyayangimu. Appa dulu yang menyuruhku pergi ke Eropa bukan Eomma." hiba Dong Hae.

"Tapi Ajhumma pun tidak berusaha mencegahmu. Sikap diamnya itu sama dengan mendukung keputusan Ajhussi. Arrayo?"

"Mianhatha! Anggap pertemuan ini pertemuan terakhir kita, eoh? Apa benar kau tidak punya kata-kata terakhir untukku?" desak Dong Hae lagi.

Shin Hye terdiam menimbang. Mungkin benar yang dikatakannya itu, setidaknya ada kata terakhir sebagai perpisahan mereka. Tidak ada salahnya Shin Hye memenuhi permintaannya, untuk mengakhiri semuanya secara baik-baik.

"Baiklah. Kita bertemu di kafe dekat toko bungaku, Oppa. Saat makan siang nanti." putusnya akhirnya.

"Nde, gomasmidha."

Sesuai dengan yang dijanjikannya kepada Dong Hae, Shin Hye meninggalkan kantor saat jam makan siang tiba. Ia memacu roda empatnya menuju tempat yang disebutkannya kepada Dong Hae. Kekasihnya itu sudah menunggu di sana.

"Aigo... apa rambut blonde-mu saat pesta itu adalah wig?" tanyanya begitu Shin Hye tiba di mejanya. Ia melihat rambut itu kembali seperti biasa.

"Aku menolak memberitahumu. Apa yang ingin kau bicarakan itu, Oppa?" Shin Hye tidak mau bertele-tele.

"Apa kau tidak akan memesan makanan atau minuman dulu? Bukankah ini jam makan siang? Atau kau sudah makan di rumah?"

"Bagaimana sempat aku makan siang di rumah?" Shin Hye menukas kesal, apa pria ini menyangka dirinya seharian ongkang kaki saja di rumah.

"Apa kau di suatu tempat bila bukan di rumah?" Dong Hae bertanya lagi semakin mengesalkan.

"Tentu saja aku di kantor. Kau pikir aku berada dimana?" belalak Shin Hye.

"Kau tidak mau mengatakan berada dimana, jadi mana aku akan tahu..." Dong Hae mengomel.

"Seharusnya aku tidak perlu mendengarkanmu untuk pergi ke sini sekarang." Shin Hye siap berdiri, tapi dengan sigap Dong Hae menyambar tangannya.

"Hajima! Duduklah sebentar, kau sudah sampai di sini." cegahnya. "Kau jadi mudah marah setelah sembuh, apa hanya padaku saja kau jadi pemarah?" tanyanya.

Shin Hye mendelik sambil kembali duduk.

"Aku rasa dugaanku benar. Dan kau sangat ramah kepada Jung Yong Hwa, benar?" tatap Dong Hae menuduh.

Eternal LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang