Empat Tahun Lalu, Universitas Swasta
Aku tergopoh gopoh membawa tumpukan buku dari perpustakaan. Lima buah buku yang masing masing memiliki ketebalan kurang lebih 10 cm, panjang 30 cm dan lebar 25 cm. Ukuran yang biasa pada jarak yang biasa. Masalahnya adalah, jarak dari perpustakaan ke kelasku itu ada 3 lantai ! Bersyukur aku tidak pingsan.
Jangan berbaik sangka dulu. Itu bukan buku yang kupinjam pribadi berdasarkan kemauanku. Aku adalah Penanggung Jawab salah satu mata kuliah di kelasku. Kami biasa menunjuk PJ untuk tiap mata kuliah. Tugasnya sederhana. Menghubungi yang teman sekelas ketika akan kuis, membantu dosen menyiapkan buku dan layar LCD, dan lain lain. Dan aku ditunjuk oleh teman teman sekelas menjadi salah satu PJ mata kuliah.
Sekali lagi, bukan karena aku pintar. Tapi karena aku, di semester 3 ini, belum pernah menjadi PJ matakuliah. Sedangkan teman temanku sudah semua. Maka tugas ini dipersembahkan kepadaku. Dan hari ini, beginilah tugas yang harus kujalankan. Membantu dosen membawakan 'buku kramat' dari perpustakaan untuk dibagikan ke setiap kelompok. Bukunya tebal, berbahasa inggris pula. Ditambah, gambarnya sedikit. Kadang aku ingin tertawa mengapa dulu aku mengambil jurusan Kimia murni. Mengapa dulu aku suka sekali dengan kimia? Mengapa?
Tak terasa, sambil menggerutu, aku sudah sampai di lantai tiga. Dua ruangan lagi, aku bisa sampai di kelas. Dan..
*Gabrukkl!!!
Aku terbelalak. Buku yang tadi kugendong dengan berat seperti balita 7 tahun, kini berhamburan di lantai.
"Heh punya mat.."
Belum selesai aku mengumpat, yang menabrakku -ternyata lelaki- tadi langsung meminta maaf dan memungut buku buku yang tadi kubawa. Dan aku, yang malah terpesona dengan wajahnya, melupakan kemarahanku. Pun sepertinya, rasa pegal di seluruh sendiku mendadak hilang. Moodku baik sekali.
"Eh anu.. anu.."
Yap. Aku malah jadi gagap. Mungkin ekspresiku saat ini terlihat seperti cumi kering.
"Mohon maaf mba, saya tidak sengaja
." Ucapnya lagi, sambil menyerahkan bukunya padaku."Eh.. e.. ee.. iya, gak papa anu.. mas" ucapku lagi. Masih tergagap. Habis dia tampan sekali!
"Ini mbak, bukunya. Kalau gitu saya permisi. Assalamu'alaikum"
Ucapnya lagi sembari memberikan lima buku itu kepadaku.
"Eh.. wa'alaikumussalam" Jawabku kemudian. Aduh mimpi apa aku semalam? Kok bisa sih? Kok bisa? Kok aku baru tau sih ada yang seganteng itu di kampusku ? Duh, kenapa pula aku tidak tanya namanya.
Lelaki itu berlalu. Punggungnya yang tertutup jaket Lembaga Dakwah Kampus berwarna hitam dengan celana bahan sedikit ditekuk ke atas itu pun berlalu.
Aku kembali meneruskan langkahku menuju kelas. Kali ini buku buku itu terasa ringan seperti bulu. Apakah ini yang namanya kekuatan sinar rembulan yang bertengger di wajah tampan? Aih
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskan Kenangan
RomanceBagaimana jika, janji dua orang - aku dan dia - yang telah terpahat dan terikrar tanpa ragu, berakhir dengan secarik undangan tanpa namaku di dalamnya ?