Kak Barra beranjak ke parkiran, mengambil mobilnya dan menghampiriku yang menunggu di depan kantin.
"Yuk?"
"Oke"
Saat itu, aku tidak berpikir panjang. Aku menganggap tumpangan kak Barra seperti naik go-car atau grab-car, atau ojek ojek online yang biasa kupesan. Mana tau aku, kalau sore nanti kupingku akan panas mendengar ceramah dari Arumi !
Kami menyusuri jalanan dengan tenang. Aku selalu mengantuk memang setiap naik mobil. Apalagi baru sekitar setengah jam yang lalu perutku terisi. Enak kan, kalau tidur ?
Kak Barra yang melihatku terkantuk kantuk, mengajakku mengobrol.
"Nanti belanjanya banyak nggak?"
"Enggak sih"
"Mau kakak temani?"
"Eh nggak usah kak, nanti ngerepotin"
"Nggak ngerepotin kok. Tarra mau belanja apa?"
"Nggak usah kak, Tarra sendiri aja. Rencananya mau belanja baju muslim"
Kak Barra terlihat berpikir.
"Iya juga, penampilan Tarra agak berubah, ya"
Reaksi yang nggak bikin kaget, sih. Teman sekelasku sudah dua hari ini mengejek penampilanku.
"Hehe. Aneh ya kak?"
"Enggak kok, cantik"
Beneran deh. Ini sih namanya kak Barra lagi pdkt!
"Kakak tau lho beberapa toko yang recomended untuk baju baju muslim. Beberapa punya temen mama kakak, jadi pasti bakal dapet diskon."
Wah. Diskon!
"Tara yakin nggak mau diskon?"
"Hm.. boleh deh kak. Mau dong, siapa yang nggak mau kalau dompetnya diet ? Hehe."
Kak Barra tersenyum.
Sesampainya di Swalayan, kami pergi ke toko yang kak Barra tawarkan. Saat sedang menuju ke sana, sesosok lelaki menyapaku.
"Tara? Tara kan?"
Dia Reiza
"Eh iya. Reiza?"
"Wah kamu masih inget." Ucapnya girang.
"Masih, kamu kan temannya Arumi"
"Temanmu juga?"
"Ya.. bisa dibilang gitu sih, walaupun kita cuma ketemu sekali dan dengan keperluan minjem pensil"
Reiza tertawa mendengar jawabanku. Matanya beralih ke kak Barra yang sedari tadi menatapnya.
"Ini siapa?"
"Teman dekatnya Tara"
Hah? Serius ini kak Barra jawab begitu?
Aku menoleh ke kak Barra heran, lalu menoleh lagi ke arah Reiza.
"Kak Barra ini seniorku di UKM Sastra"
Ucapku meluruskan. Kak Barra menatapku. Rautnya kecewa. Maaf, kak. Tapi kita tidak lebih dari hubungan itu.
"Oh.. oh.. gitu. Ke sini bareng?"
"Iya. Tara, yuk keburu sore"
Ucap kak Barra sambil menggandeng tanganku dan berlalu meninggalkan Reiza.
Lho ?
"Maaf kak, bisa dilepas aja?"
Aku melepaskan genggaman tangan kak Barra. Wah seumur umur aku belum pernah digandeng pria. Kecuali salaman dengan guru di sekolah, atau teman teman saat lebaran. Aku merasa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskan Kenangan
RomansaBagaimana jika, janji dua orang - aku dan dia - yang telah terpahat dan terikrar tanpa ragu, berakhir dengan secarik undangan tanpa namaku di dalamnya ?