Semilir angin berhembus diantara kami. Kali ini, dia mengenakan kemeja navy dengan celana jeans gelap.
Suasana masih hening.
"Terimakasih, ra"
"Untuk?"
"Sudah mau datang"
"Sama sama"
Hening kembali memeluk kami.
"Ra.."
"Katakanlah yang perlu kamu katakan"
Reiza menghela nafas.
"Arumi menemuimu kemarin?"
"Tahu darimana?"
"Dia cerita"
"Iya"
"Dia bilang apa?"
"Bukannya, yang sekarang mau menjelaskan itu kamu? Kenapa jadi aku yang ditanya?"
"Nggak bisa kah, basa basi sedikit denganku ra?"
"Menurutmu, situasi kita pas ya untuk basa basi?"
"Maaf"
"Ceritamu, sampaikanlah"
Reiza menatapku. Matanya mencari mataku yang menunduk. Saat ini, rumput hijau di bawah adalah pemadangan yang paling pas untuk mataku !
Reiza menceritakan semuanya. Ceritanya sama dengan cerita Arumi. Aku mendengarkan dengan tenang. Rumit sekali ya, kisah kami.
Setelah selesai, ia kembali mencari mataku.
"Lihat aku ra"
"Bukan mahram"
Aku membuang muka.
Dia diam.
"Kenapa nggak cerita saat itu?"
"Ya?"
"Kenapa nggak cerita langsung? Kenapa harus mengabaikan semua pesanku dulu baru kamu cerita dengan kabar yang bener bener bikin hatiku hancur ?"
"Maaf.."
"Maaf katamu?"
"Aku nggak sanggup, ra. Aku nggak sanggup hadapin kamu. Pilihan yang tepat saat itu cuma menghindar. Aku nggak kamu kamu semakin sakit"
Aku menghela nafas. Yaudah lah, kalau memang pemikirannya begitu. Mau diapakan ? Toh, udah terlanjur.
"Terus, maumu apa?"
Tanyaku.
"Kira kira, bisa nggak, ra?"
"Bisa apa?"
"Kita"
"Kita?"
"Seperti dulu lagi?"
"Kenapa?"
"Aku mencintaimu, ra. Sangat"
Aku tidak menjawab apapun.
Apakah aku masih mencintainya seperti dulu ? Apakah aku mampu hidup bersamanya tanpa mengingat kenangan menyakitkan apapun?
"Ra.."
"Ya?"
"Nggak dijawab?"
Aku masih diam.
Reiza tersenyum kecut.
"Dari reaksimu, aku bisa bayangkan betapa aku sangat menyakitimu"
Betul itu !! Baru sekarang terbayangnya?? Aku udah jungkir balik nangisin kamu, tau !
Reiza kembali menatapku.
"Kamu nggak harus jawab sekarang, ra."
Tapi aku..
"Aku.."
"Pikirkan baik baik"
Kamu mirip kak Barra dulu nggak sih? Apa segitu nggak siapnya buat ditolak?
"Za.."
Panggilku. Dia malah menutup telinganya.
"Aku pergi. Satu minggu lagi, aku akan datang lagi, ke rumah mu"
"Bukan gitu, maksudku.."
"Assalamu'alaikum"
Reiza berlalu.
Maksudku, aku udah dikhitbah sama kak Harun, tau !! Mana bisa ada khitbah di atas khitbah !
Kecuali kalau.
Kalau..
Kalau aku menolak kak Harun.
Ya sih, hari ini adalah hari yang dijanjikan. Nanti malam kak Harun akan datang ke rumah, menagih jawabanku atas pinangannya.
Baik Reiza atau Arumi, tidak ada yang tau akan hal ini. Sebab mereka tidak memberiku kesempatan untuk bercerita.
Uwah. Gimana dong!!
Hatiku.
Ya, masalahnya adalah hatiku.
Saat ini hatiku, bagaimana ?
Dari istikhoroh yang selama ini kulakukan, apa jawabannya ?
Aku sudah memiliki jawaban untuk kak Harun. Kedatangan Reiza hari ini, justru membuat jawabanku semakin bulat.
Nanti malam, barangkali, saat kak Harun benar benar datang, jawaban sebenarnya akan benar benar hatiku sadari.
Allah.. pilihkanlah. Yang terbaik menurut-Mu.
****
Aroma teh melati menusuk nusuk telingaku. Wangi.
Malam ini, aku mengenakan gamis berwarna putih dengan renda berwarna pink di bagian bawah dan lengan. Katanya kakakku sih, aku terlihat anggun mengenakan ini.
Halah kak, anggun tidak nya aku di mata kak Harun, kayanya bergantung apa jawabanku atas lamarannya. Soalnya, dia juga nggak akan lihat aku lama lama. Dia kan ghadul bashor !
Benar saja. Sepanjang obrolan ini, kak Harun hanya menunduk saja. Mirip padi yang hapir siap panen.
Kak Harun datang ditemani oleh kakaknya, menanyakan jawabanku.
Kalau kuterima, barulah ia akan datang secara resmi bersama keluarganya.
Selama ini, aku telah berdiskusi dengan Allah. Meminta jawaban darinya. Mana pilihan yang tepat untukku, mana keputusan yang harus kuambil.
*Tingggg.. ada pesan masuk.
Reiza.
"Satu minggu lagi, aku datang ke rumahmu. Apapun jawabanmu, aku akan ikhlas. Aku menyakitimu terlalum dalam, ra. Tugasku sekarang, adalah bahagiakan kamu. Denganku atau nggak denganku nggak masalah. Asal kamu bahagia, itu cukup"
Wah. Balas apa ya ?
Bentar bentar..
Klik. Setelah selesai mengetik, aku mengirimkan jawabanku.
"Jadi gimana, dek Tara, apa kamu menerima pinangan Harun?"
Kakakku menoleh ke arahku.
Eh? Udah sampai tahap ini toh. Kayanya tadi masih basa basi.
Aku ngelamun sih !!
Aku menarik nafas, dan menghembuskannya. Jawabanku, harus kukatakan.
"Bismillah"
Ucapku memulai pembicaraan
"Sebelumnya, Tara mengucapkan terimakasih, untuk kak Harun atas niat baiknya."
"InsyaAllah, jawaban Tara adalah ..."
Bersambung
HeheDi sesi berikut pembaca akan tahu jawabannya !!! InsyaAllah 😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskan Kenangan
RomanceBagaimana jika, janji dua orang - aku dan dia - yang telah terpahat dan terikrar tanpa ragu, berakhir dengan secarik undangan tanpa namaku di dalamnya ?