(26)

91 14 0
                                    

Aku berjalan ke arah kantin setelah selesai mengawas ujian. Seleraku tidak berubah. Soto dan es kopi susu gula aren.

Sembari menunggu pesanan datang, aku memainkan ponselku.

"Tara?"

Eh ? Mba Azizah.

"Mba Azizah? MasyaAllah ketemu di sinii"

"Iya ya.. masyaAllaah. Tara udah pesen?"

"Udah mba"

Ucapku tersenyum.

"Oh.. mba juga udah."

"Sini mba duduk"

Aku mempersilahkan mba Azizah duduk satu meja denganku. Kami mengobrol panjang.

"Tara kapan nyusul si Reiza?"

Celetuk mba Azizah tiba tiba. Perih.

"Eh ? Hehe. Mba Azizah kapaan?"

Ledekku.

"Kapan yaaa"

Mba Azizah balik meledek.

"Mba pasti udah ada calon deh"

"Wah, Tara dukun kah?"

"Hahaha. Bukan. Tapi, muslimah seanggun, sesholiha, sebaik, secerdas mba Azizah, pasti banyaaak yang ngantri"

"Wah. Tara mau minta traktir kah? Kok muji muji mba Azizah?"

"Nah itu mba pekaa"

Ledekku. Kami tertawa bersama.

"Hmm.. jangan jangan kak Harun yaa"

Aku meledek mba Azizah lagi. Dipikir pikir ya, mba Azizah dan kak Harun serasi bgt nggak sih ?

"Huss ada ada ajaa Tara ini"

"Hehe."

"Lagian, bukannya Tara yang jadi calon Harun yaa?"

Eh?

"Hah? Mba mah bercandanya mantap banget"

Aku cekikikan dijodoh jodohkan dengan kak Harun. Membayangkan kalau kak Harun mendengar lelucon ini, pasti nilaiku dia beri E.

"Habis, mba inget saat kuliah dulu, pas Tara hampir dijahatin si Barra, Harun yang paling heboh di grup minta tolong pengurus akhwat untuk jemput kamu"

Iya kah ? Masa?

"Kak Harun bisa heboh ya mba? Bukannya cool?"

"Iya tetep cool sih caranya. Tapi menurut mba, untuk versi Harun yang terlalu cool dan tanpa ekspresi, itu termasuk heboh. Dia bahkan gak pernah senyum di depan akhwat"

Dia beberapa kali senyum di depanku tau, mbak.

"Oh gitu ya mba?"

"Iya. Makanya mba kasih kesimpulan, kayanya Harun kagum sama Tara"

"Ah gak mungkin."

"Masih nggak percayaa?"

"Enggak. Lagian ya mba, kalaupun bukan Tara orang yang dijahatin kak Barra waktu itu, pasti kak Harun sama khawatirnya"

Mba Azizah diam. Wajahnya terlihat berpikir. Sadar kalau kata kata nya bisa bisa menimbulkan mudhorot. Misalnya, aku jadi kepedean dan malah berharap.

"Eh ya intinya, mba berdoa yang terbaik untuk Tara"

"Aamiin. Untuk mba Azizah juga ?"

"Aamiin"

Pesanan kami datang. Kami menyantapnya bersama.

Mengikhlaskan KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang