Suara burung berkicau terdengar merdu sekali. Hari minggu pagi yang tenang dan damai.
"Sayangg.. handuknya dimana ?"
Nah, kan.
"Di jemuran dong. Kemarin sore sih, di atas kasur. Nggak tahu deh siapa yang taruh di situ"
Ucapku sembari menggoreng telur. Sarapan pagi ini adalah nasi goreng dengan telur. Enak.
Lelaki itu memelukku dari belakang
"Ya dehhh salah dehh maaaf. Terimakasih isteriku, udah selalu beres beres rumah."
Dia mengecup keningku. Padahal dia juga hampir selalu bantu beres beres.
"Sama sama sayang. Terimakasih juga"
"Untuk?"
Dia tersenyum. Manisnya !!
"Untuk semuanya."
Senyumnya makin lebar.
"Tapi ya"
Kataku
"Tapi ya?"
Aku tersenyum
"Aku lebih berterimakasih lagi kalau kamu mandi sekarang."
Dia terkekeh.
"Iyaa deeh aku mandi. Hari ini mau kemana ? "
Aku berpikir sejenak.
"Hmm.. pantai?"
"Deal"
Ia mengecup keningku dan berlalu menuju kamar mandi.
Sudah satu tahun aku menikah. Hari hari bahagia menyelimuti kami berdua, hingga hari ini. Kami biasa menghabiskan waktu bersama saat liburan. Entah di luar rumah, atau di dalam rumah. Bersamanya selalu saja seru !
Perbedaan pendapat, atau pertengkaran kecil, itu wajar. Sebab katanya, rumah tangga memanglah seperti itu.
Tapi manisnya kisah cinta yang kami rajut tidak akan mampu dikalahkan oleh pertengkaran pertengkaran kecil.
Lagian ya, tiap aku mulai ngambek, ia selalu datang kepadaku seperti adik kecil yang manis
Dan berkata begini :
"Sayang, mau soto?"
Dan, ya. Seperti kucing aku langsung berkaya 'miauuu'
Lalu, lelaki itu memberiku makan soto, yang dia buat dengan tangannya sendiri.
Asin asin sedikit, nggak masalah, sih.
Atau kadang, dia sengaja membuat sotonya tidak matang matang. Yang membuatku terpaksa membantunya memasak bersama karena gemas melihatnya lamaa sekali membuat soto.
Di momen itu lah, kami berbaikan.
Dan biasanya, saat aku kembali tersenyum, dia membisikkan kata kata ini kepadaku : satu senti senyummu, sayang. Tidak akan mampu terbayar oleh apapun di dunia ini.
Aku biasanya akan semakin lebar tersenyum kalau dibegitukan.
Lalu dia akan berbisik begini : maaf ya, udah buat kecewa.
Manis kan ???
Aku tengah bersiap siap merapikan bajuku. Sementara dia tengah memanaskan mobil. Hari ini kami akan pergi ke pantai. Berdua saja.
"Sayang, udah siap?"
"Sepuluh menit"
Ucapku sambil meringis
"Tadi kamu juga bilang sepuluh menit, lho"
"Kali ini beneran sepuluh menit"
Ya, namanya perempuan, kan. Untuk memilih manset tangan yang warnanya serasi dengan gamis aja butuh waktu 5 menit. Belum kaus kakinya, belum pilih warna jarum pentul yang akan dipakai. Laki laki kan, nggak pake itu semua. Wajar lah, kalau cepet?
"Okee. Aku tunggu di mobil"
Sekitar setengah jam, aku telah siap dengan semua pakaianku. Tidak lupa membawa bekal untuk dimakan saat sampai di pantai nanti.
"Sepuluh menitnya di kali tiga ya?"
Sindirnya.
Dia ini menyindir, tapi sambil mengelus kepalaku. Hehe.
Aku nyengir.
Mobil melaju sedang. Sekitar satu jam, kami telah sampai di pantai.
Dia menggandeng tanganku berjalan menyusuri pinggiran ombak.
"Bahagia nggak, nikah sama aku?"
Ucapnya sambil tersenyum."Hmm tergantung"
"Tergantung?"
"Kalau masih ada stock soto di rumah sih, bahagia. Kalau enggak, tak pikir pikir lagi deh"
Aku meledek.
Dia terkekeh.
Lalu menggandeng tanganku lagi. Mengajakku duduk di bangku tak jauh dari tepian pantai.
Bangku itu teduh sebab pohon rindang tumbuh menjulang melindunginya dari sinat matahari.
Semilir angin berhembus menerpa wajah kami.
Aku menggenggam tangannya. Mataku masih menatap ombak.
"Mana mungkin aku nggak bahagia"
Dia menoleh
"Hm?"
"Mana mungkin aku nggak bahagia, menikah dengan lelaki yang hanya hangat padaku, selain pada ibunya?"
Dia tersenyum ke arahku.
"Ya dong"
Narsis.
"Suamiku kok bisa sebaik ini sih? Belajar darimanaa ?"
Ucapku mencubit pipinya.
"Hei, sayang, nggak nyadar ya, di nama terakhirku kan, ada nama manusia paling baik sepanjang zaman. Manusia yang paling baik terhadap isterinya"
Aku tersenyum. Melingkarkan tanganku di pinggangnya.
"Alhamdulillah.."
Dia menoleh ke arahku. Aku melanjutkan.
"Alhamdulillah Allah menjodohkanku dengan seorang Harun Afif Mumammad"
Kak Harun mengecup keningku.
Suara ombak semakin menambah kesejukan di hati kami. Tiap semesta, termasuk cinta kami berdua, bertasbih menyebut nama-Nya.
Allah.. terimakasih atas keputusan terbaik yang telah kau tunjukkan kepadaku.
-TAMAT-
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskan Kenangan
RomanceBagaimana jika, janji dua orang - aku dan dia - yang telah terpahat dan terikrar tanpa ragu, berakhir dengan secarik undangan tanpa namaku di dalamnya ?