Tak terasa, dua tahun berlalu sejak kejadian mengerikan itu. Saat ini, aku telah menduduki semester tujuh. Semester akhir dari perkuliahanku. Aku tengah fokus menyusun skripsi.
Dan, semakin lama, aku semakin dekat dengan Reiza. Perhatiannya semakin membuatku nyaman. Dia tuh, agamis banget !! Sholat, puasa, tilawah, Reiza semua yang mengingatkan. Mirippppp pak ustadz di masjid saat aku SD dulu.
Tapi aku tidak tau sih, bagaimana perasaan Reiza kepadaku. Mungkin aja kan, dia juga perhatian ke Arumi?
Ya lah, pasti begitu. Apalagi Arumi sudah dikenalnya sejak lama.
Lha aku ini siapa? Bukan siapa siapa. Makanya aku tidak berani menyimpulkan apapun soal perasaan Reiza.
Sementara, kak Harun?
Dia sudah lulus tahun lalu. Sampai akhir, menampakan wajahnya pun aku tidak berani.
Terakhir, aku melihatnya tersenyum, yang kalau aku tidak salah lihat, diarahkan ke arahku saat aku maju ke atas panggung mendapatkan predikat anggota berprestasi karena IPK ku yang nyaris 4.
Tapi, bisa juga ke arah Reiza sih. Pasalnya Reiza juga berdiri di sampingku. Dia meraih predikat anggota berprestasi versi ikhwan.
Sejak kak Harun lulus, aku tidak terlalu memikirkannya. Kata Arumi pun, sebaiknya aku lekas menyembuhkan perasaanku. Jaga jaga untuk menyiapkan hati kalau semisal tau tau kak Harun sebar undangan.
Hari ini ujian komprehesifku. Aku gugup sekali. Arumi menemani di sampingku. Ia juga akan melaksanakan ujian komprehensif pekan depan.
Reiza, duduk tak jauh dari tempat kami duduk. Lelaki itu bahkan saat ini telah mengambil S2 di luar kota.
Aku sebetulnya heran. Ngapain Reiza jauh jauh ke sini cuma untuk liat aku kompre ?
Oh, apa mungkin, sebenernya niatnya untuk menengok Arumi ya? Arumi kan, kompre minggu depan juga. Ah sudahlah. Materi skripsi aja udah cukup membuat kepalaku penuh. Reiza, pergi dari kepalaku !!
Tak lama, seorang dosen memanggil namaku untuk melaksanakan ujian.
Di dalam ruangan bercat putih, dengan tiga dosen sedang menyidangku di depan itu lah, aku berada.
Rasanya seperti didakwa ya. Tapi ini adalah proses penting.
Aku menyelesaikan ujianku dengan tenang. Setelah dosen merekap nilai dan menyatakan bahwa aku lulus, aku beranjak keluar dari ruang ujian. Berlari ke arah Arumi dan menghambur memeluknya. Teman teman jurusanku pun hadir untuk memberikan selamat.
Alhamdulillah.
Reiza, datang menghampiriku. Membawa sekotak cokelat.
"Ra, bisa ngobrol sebentar?"
Aku melirik ke arah Arumi. Menanyakan, apakah aku boleh mengobrol sebentar dengan Reiza atau tidak. Arumi mengangguk.
Aku mengikuti Reiza keluar gedung.
"Ra.."
Panggilnya
"Apa za? Jangan berlagak lembut deh. Bikin curiga !"
"Cih"
"Hahaha"
Kali ini aku yang meledeknya.
"Selamat ya"
"Makasih"
"Dan"
"Dan?"
"Aku mau sampain sesuatu"
"Apa tuh?"
"Aku suka kamu, Tara Sekar Maheswari"
Aku melongo
"Kamu?"
"Iya"
"Suka aku?"
"Iya"
"Mau ngetes ya?"
"Cih. Beneran !!"
"Oh, beneran"
Hatiku tersenyum.
"Jadi?"
Tanya Reiza
"Jadi apa?"
"Kamu, gimana?"
"Gimana apanya?"
"Suka aku juga ?"
"Maunya?"
"Suka"
"Oke"
"Hah?"
Sekarang, giliran Reiza yang bingung.
"Kok hah?"
"Tak kira kamu bakal pance jawabnya"
"Mau kupancein"
"Eh enggak. Jawaban telah terkunci"
"Tapi za"
"Ya?"
"Tau kan, kita gak boleh pacaran"
"Tau banget"
"Jadi?"
"Tunggu aku dua tahun lagi"
"Kamu mau menyelamatkan dunia?"
"Ra, pas lagi momen gini, bisa nggak jangan nyebelin dulu?"
"Hehe. Terus, kenapa dua tahun?"
"Aku mau menyelesaikan S2 ku, lalu melamarmu"
"Emang, aku mau?"
"Emang nggak mau?"
"Nggak tau ya, liat nanti"
"Oke"
Jawab Reiza santai. Malah aku yang jadi uring uringan. Oke katanya ????
"Sejak kapan?"
Tanyaku lagi.
"Apanya?"
"Suka aku?"
"Sejak kamu pinjemin pensil?"
"Apa sih"
"Serius"
"Bukannya aku galak waktu itu?"
"Eh, aku suka kali yang galak galak"
"Terserah"
"Hahaha."
Aku diam
"Akan ku katakan, kalau kita benar benar berjodoh.
"Oke"
Toh, hatiku tetap berbunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskan Kenangan
RomanceBagaimana jika, janji dua orang - aku dan dia - yang telah terpahat dan terikrar tanpa ragu, berakhir dengan secarik undangan tanpa namaku di dalamnya ?