Aku tengah merebahkan diri di atas kasur. Sudah sebulan berlalu sejak Reiza menemuiku terakhir kali. Aku tidak lagi berhubungan dengannya, sebab memang semua media sosial yang beruhubungan dengan Reiza telah kublokir.
Saat ini, aku menyibukan diri untuk fokus menyelesaikan studi magisterku. Resmi menjadi mahasiswa dari seorang dosen bernama Harun Afif Muhammad. Kadang aku bingung, harus memanggilnya kak atau pak.
Dering ponsel keluar dari dalam tasku.
Aku meraihnya malas. Siapa ya ?
Arumi.
Deg.
Sudah sebulan pula aku mengabaikan chattnya. Aku tidak marah dengan Arumi. Sebab Arumi memang tidak tau apapun.
Aku hanya.. belum siap.
Tapi, sampai kapan?
Dia sahabatku. Sudah cukup aku kehilangan cinta. Aku tidak mau kehilangan persahabatan juga.
Ku angkat panggilan dari Arumi.
"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikumussalam. Hm gini ya, sibuk banget kayanya jadi mahasiswa magister. Sebulan lho, aku dicuekkin"
Maaf, Arumi
"Hahaha. Aku tuh, mau bales dendam. Kan kamu juga gitu, kalo lagi sibuk kuliah, nyuekin aku !!"
Aku harus bersikap baik baik saja, kan ?
"Wah. Kamu pendendam ya sekarang?"
"Aku emang aslinya pendendam tuh"
Ledekku.
"Ra"
"Yuhu?"
"Ada yang mau kusampaikan tau !!"
Sepertinya aku tau. Malah, sangat tau.
"Apa tuh?"
"Hehe"
"Hehe katamu?"
"InsyaAllah, bulan depan aku menikah"
Aku tau, Arumi. Tapi, bagaimana mungkin reakiku tidak kaget? Akan aneh kan ?
"Hah gila!! Kenapa baru bilang? Parahh kamu rum. Aku ini ada gak sihh?? Tubuhku udah transparan ya sampe gak keliatan?"
Ya, aku harus bereaksi heboh kan?
"Hahaha. Salah siapa, nyuekin aku tiap ngubungin kamu?"
"Yeeee. Mana kutau kamu mau sampein kabar semaha penting ini"
Arumi terkekeh di seberang sana.
Lalu,
"Kamu nggak penasaran siapa mempelai pria nya?"
Sama sekali tidak penasaran, rum. Aku bahkan sangat mengenal calon suamimu.
"Eh iya. Siapa siapa?? Pasti ustadz deh!"
"Dii ngaraang"
"Siapaa ?"
"Kamu kenal"
Ya rum, aku memang kenal.
"Sebentar.."
"Aih lama nebaknya"
"Hahaha. Siapaa ?"
"Orang yang kusukai sejak SD"
Benarkah? Jadi kamu mencintai Reiza.
"Hah? Serius? Kamu mendam perasaan sama ikhwan dari SD?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskan Kenangan
RomansaBagaimana jika, janji dua orang - aku dan dia - yang telah terpahat dan terikrar tanpa ragu, berakhir dengan secarik undangan tanpa namaku di dalamnya ?