Arumi keluar dari ruang sidang dengan wajah sumringah. Matanya berkaca kaca. Pasti senang sih, udah sidang.
Ia memelukku dengan menangis sesenggukkan. Perjuangannya untuk kuliah selama ini telah tuntas.
"Seneng udah selesai?"
"Al..ham..dulillah"
Ucapnya terbata bata. Ya sih, pasti sulit ngobrol sambil nangis.
Puluhan mahasiswa mengucapkan selamat kepada Arumi. Seterkenal itu ya dia.
Sementara Arumi bertemu dengan teman teman organisasinya, aku memilih untuk membereskan barang barang Arumi. Banyak sekali buku yang dia bawa. Dia ini sidang atau buka taman baca, sih?
Aku menaruh buku buku itu di tas Arumi. Satu buku meleset dari tanganku dan jatuh ke lantai. Saat aku hendak mengambilnya, kulihat tangan seseorang sedang menyentuh buku itu dan memberikannya padaku.
Kak Harun ?
"Terimakasih kak"
"Sama sama. Selamat atas kelulusan Tara pekan kemarin"
Ucap kak Harun. Wah. Dia tau kalau aku sudah sidang ?
"Iya kak, sama sama."
Enggak. Nggak boleh deg degan. Aku ini udah disegel oleh Reiza !
Hening.
Duh, ngomong apa ya?
"Kak Harun ada urusan di kampus?"
"Iya."
Tanya nggak ya, urusan apa. Ah jangan deh. Tidak ada kaitannya denganku.
"Yasudah saya permisi"
Kak Harun berlalu meninggalkanku. Ini ketiga kali nya aku berbincang dengan kak Harun. Pertama, saat tidak sengaja bertabrakan di lantai tiga. Ke dua, saat beliau menyelamatkanku ketika hampir dilukai oleh kak Barra. Ke tiga, hari ini. Dialog yang selalu singkat padat dan jelas, kan? Bahkan dialog antara kasir dengan pelanggan saat belanja di aufamart lebih panjang dari ini.
Aku kembali membereskan barang barang Arumi. Ya ampun, berat sekali sih !!
Ponselku berdering lagi tanda pesan masuk. Siapa lagi kalau bukan Reiza.
"Sudah selesai sidangnya Arumi?"
Kubalas : sudah
Reiza : sedang apa ?
Aku : beresin buku nya Arumi yang jumlahnya mirip tumpukan buku di taman baca.
Reiza : mau kubantu?
Aku : kalau bantu doa, ibuku juga udah bantu dari rumah !
Reiza : hahaha. Padahal kalau kamu bilang mau, sekarang juga aku pesan tiket untuk terbang ke sana.
Aku : boleh juga gombalmu. Berapa nih tarifnya? Cukup menghibur.
Reiza : lebih menghibur saat kamu salah masuk ruangan ikhwan pas di sekret, sih.
Hah benar benar. Itu kan sejarah kelam. Masih inget loh dia !
Sudah lah, tak kubalas. Sebal.
Arumi datang menghampiriku dengan tumpukan bunga, cokelat, hadiah, yang sebesar kasur kamar kostku.
"Wah sahabatku baik sekali sih, beres beres. Nih kugaji"
Ucapnya sambil menyodorkan sebutir permen kopiko kepadaku.
"Rum"
"Ya?"
"Tak pikir pikir ya, kamu lumayan kikir nggak sih? Di tanganmu penuh lho sama hadiah, itu di belakang juga masih ada yang belum diangkut. Terus temanmu yang berharga dan udah beres beres mirip petugas kebersihan ini, kamu upah pake kopiko sebiji?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskan Kenangan
RomanceBagaimana jika, janji dua orang - aku dan dia - yang telah terpahat dan terikrar tanpa ragu, berakhir dengan secarik undangan tanpa namaku di dalamnya ?