Moonlight

235 8 0
                                    

Pairing : Norton x Naib
Note :
- Jadi sebenernya, Saia ga tau ini request apa bukan//LAH Tapi reader-san nya komen di page request jadi tetap Saia buatkan
- Dan juga Saia mau meminta maaf buat reader-san yg request ini di page request tapi malahan Saia jawab "silahkan komen di kolom request" :'D
Terus habis itu Saia sadar kalau Saia salah balasan, terus Saia hapus terus ganti tanya seperti biasa "Mau AU seperti apa ? Apa ada genre khusus ?" Tapi belum di jawab
Jadi Saia buatkan ff kali ini sebagai permintaan maaf
Btw
Itu Saia baru ga konsen karena Saia baru njawab komen" di buku lain dan chapter lain juga Saia baru sibuk bales chat di socmed
HONTOU NI GOMENNASAI 🙏

Pairing : Norton x Naib Note : - Jadi sebenernya, Saia ga tau ini request apa bukan//LAH Tapi reader-san nya komen di page request jadi tetap Saia buatkan - Dan juga Saia mau meminta maaf buat reader-san yg request ini di page request tapi malahan...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jarak waktu nya pun lama bgt 😭
Astaga Saia beneran ga konsen
- Terinspirasi dari lagu nya om Mamochan (Miyano Mamoru) judul nya Moonlight
- Angst dikit tapi selebih nya fluff karena Saia suka yg fluffy UwU
- Depresi pasca perang sama depresi pasca 'insiden'
- Ke-UwU-an berlebih ❤️❤️❤️

Happy Reading Desu ~

" If you are tired, put down the weight you are carrying on your shoulders.
I'll say it only now, goodnight.
The moonlight that cuts through the darkness.
I'll illuminate the guiding light."

Angin malam bertiup pelan. Dinginnya malam tidak membuat seorang tentara bayaran masuk ke kamarnya dan mengistirahatkan pikirannya, malahan dia merenung di teras Manor. Mata pirus miliknya memandang penuh takjub akan cerahnya malam itu. Bintang bertaburan dan bulan menyala terang, membuat refleksi matanya gemerlapan. Dia menyandarkan kepalanya di tangannya, kembali menengadah melihat cakrawala di malam hari.

Naib Subedar, nama tentara bayaran tersebut, mengambil cerutu di sakunya, lalu menyalakan pemantik api, dan dengan tenangnya merokok sambil pikirannya melayang entah kemana. Saking terlalu memikirkan banyak hal, sampai-sampai dia tidak menyadari kalau ada seseorang yang membuka pintu teras, "... Kau mencuri cerutumu dari Eli, ya ?" Naib tidak menunjukkan ekspresi terkejutnya sama sekali, sekalipun dia memang terkejut karena tidak menyangka akan di interupsi, "Memang kenapa ? Kau sendiri tidak tidur, padahal hari ini sudah berapa match yang kau ikuti," lelaki itu mendengus. Norton Campbell, seorang prospektor, berjalan mendekati Naib lalu menyandarkan tangannya di atas pagar pembatas. Iris coklat tuanya ikut memandang langit yang dilihat Naib. Tetapi sesekali pemandangannya terhambat oleh asap rokok, namun sepertinya Norton tidak peduli.
Hening. Bisu. Tidak ada satupun kata terucap. Hanya desas desus angin dan hewan-hewan malam yang menemani. Bau tembakau terbakar menyelimuti. Asap tipis membumbung tinggi ke angkasa.
Norton mengambil sesuatu dari kantongnya, ternyata sebuah kotak berisikan puntung rokok, "Minta api," suara bariton Norton cukup pelan namun dapat terdengar. Naib menyodorkan ujung cerutu dengan mendekatkan bibirnya, dengan bibir Norton. Abu cerutu Naib yang masih panas cukup membuat rokok Norton segera tersulut.
Kembali kabut asap tersebar. Bau tembakau pun semakin tajam.
Norton mengambil rokoknya lalu mengapitnya di jari antara jari telunjuk dan tengah, "Apa yang ada di benakmu ?" Tanya Norton. Naib menghela pelan. Asap rokok keluar dari hidungnya. Sekarang giliran Naib yang mengambil cerutu dari mulutnya, beda dengan Norton, Naib membuang cerutunya ke lantai teras dan menginjaknya, menghilangkan sulut api yang tersisa, "...entahlah. Aku juga tidak paham," Norton menjawab dengan gumaman berat. Sekarang Naib yang ganti bertanya, "Kau sendiri ?" Norton menghirup rokoknya lalu menghembuskan asapnya dari mulutnya perlahan, "Tidak tahu juga," jawab Norton asal, "Aku rasanya aneh saja jika kau tidak ada disampingku," Naib terkekeh mengejek, "Yah, sebagai seorang tentara bayaran, aku memang banyak pikiran. Terlebih lagi tentang masa laluku. Tapi aku juga terkadang kepikiran tentang masa depan," "Kau masih kepikiran ? Lagipula bukankah kita terjebak di manor ini selamanya ? Kenapa kau harus terpikirkan hal-hal seperti itu, Subedar ?" Naib kembali terkekeh mengejek. Tangan kecil namun kasar dan kuat itu menepuk pundak pria besar di sampingnya itu, "Kau bertanya itu pada dirimu sendiri ? Sadar diri, dasar Campbell bodoh," Norton kembali diam, namun dia hanya pura-pura mendengus.
Kembali tidak ada yang berbicara. Suara jangkrik menjadi musik mereka malam ini. Bulan semakin membumbung tinggi dan langit malam semakin cerah. Kedua sejoli ini berhenti merokok, dan kembali menatap langit malam bersama-sama.
Tiba-tiba Naib menggenggam tangan Norton, membuatnya menoleh, "Aku tahu kau lelah," Naib menatap Norton lalu dia menepuk-nepuk pundaknya sendiri, "Kalau kau masih mau disini, taruh kepalamu di bahuku, aku kuat menopang badan besarmu," Norton meringis. Dia menuruti perkataan Naib lalu menyenderkan kepalanya di bahu sang tentara bayaran, sekalipun tinggi badan mereka berbeda 10Cm. Naib ikut menyandarkan kepalanya di samping Norton. Kembali lagi dengan keheningan. Keduanya saling menikmati keberadaan masing-masing. Bulan dan taburan bintang semakin membuat langit malam cerah gemilang, "Hei," suara berat Norton memanggil, "Sesekali taruhlah bebanmu padaku. Aku bisa membantumu menopangnya," Naib tersenyum, namun tidak dapat terlihat oleh Norton, "Begitupun dirimu. Aku bisa membantumu menopang beban masa lalu yang kau punya," Norton berhenti menyenderkan kepalanya lalu menatap Naib, "Kau mau tidur sekarang ?" Naib terdiam, lalu mengangguk pelan. Norton menjawab dengan bergumam. Tangan kekar dan besar miliknya menarik tangan Naib, "Tunggu," Norton berbalik menatap Naib. Pemuda kecil itu berjinjit lalu menarik kerah Norton. Bibirnya mengecup pelan namun cepat bibir Norton. Naib menarik tubuhnya dari Norton lalu berbisik, "Selamat malam, terima kasih," sebelum Naib yang sekarang menarik Norton masuk.
Norton terkekeh, "Simpan itu untuk nanti. Kita masih harus berjalan kembali menuju kamar," Naib tidak menjawab. Sekuat tenaga dia menyembunyikan semburat merah di telinganya.
Mereka berjalan dengan pelan agar derit lantai kayu manor tua itu tidak membangunkan penghuni yang lain. Cahaya bulan menembus jendela, menerangi jalan mereka berdua menuju kamar yang mereka bagi berdua.























IDV Oneshot Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang