"APA ?!" "Iya, maaf," tidak ada suara untuk beberapa saat. Lelaki berambut coklat tua itu terlihat sangat terkejut, lambat laun wajahnya berubah menjadi raut sedih, "Hmm... Tau sendiri," jawab seseorang dari seberang telepon. Lelaki itu tetap tidak menjawab, "Maaf, yang. Mau ku cancel juga... Nggak enak. Ternyata banyak banget yang minta aku buat jadi guest star disana," terdengar suara helaan nafas panjang, "...Maaf. Bukannya aku nggak peduli sama kamu atau gimana. Tapi ini dadakan juga," Lelaki itu menggenggam erat ujung celananya. Rasanya dia ingin menangis. Seseorang dari seberang telepon itupun tidak kembali melanjutkan kata-katanya, "Halo ? Ayang marah,ya ?"
Lelaki yg di panggil dengan cinta kasih itu memegang dadanya. Dia hembuskan nafasnya, membuat seseorang di balik telepon itu sedikit terkejut. Lelaki itu tersenyum, sekalipun tentu saja seseorang di seberang telepon itu tidak mengetahuinya, "Nggak apa, sayang. Aku nggak marah,kok. Iya nggak apa. Aku tau kamu idol dan tentu fans-fans kamu juga sayang sama kamu sampai-sampai kamu diminta jadi guest star dadakan," katanya, sekalipun sebenarnya ia sendiri juga ingin agar kekasihnya bisa pulang dan kembali bersamanya. Sehari saja tidak melihatnya, sudah hampir gila ia. Dan sekarang sudah hampir sebulan ia sama sekali tidak bisa merasakan kehadiran sang terkasih, rasanya benar-benar hampa. Suara seseorang itu kembali bersuara, "Kalo kangen,kan bisa vidcall aja, kan yang ?" Lelaki itu terkekeh pelan, "Iya, kalo aku kangen nanti aku Vidcall," lelaki itu berdehem, "Kalo gitu, semangat,ya sayang. Nanti aku liat di TV dari sini," suara di seberang itu tertawa pelan, "Oke," "Kalau gitu, bye sayang. Semangat. I love you," suara di seberang menyahut, dan sambungan terputus.
Lelaki itu menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Iris biru layaknya safir itu memancarkan kesedihan, lebih tepatnya rindu yang tak terelakkan. Haruskah ia terpisah lagi ? Baru beberapa bulan ia 'bisa melihat' dan kini ia hanya bisa menatap sang terkasih dari layar di ruang tamu. Sedih, kecewa, dan juga kesal bercampur menjadi satu. Iris birunya menatap langit-langit, ketika tiba-tiba sebuah bayangan membuatnya terkejut, "Oh astaga !" "Apa yang kamu lakukan ? Kalau ngantuk kenapa nggak ke kamar saja Eli ?" Ternyata nama lelaki itu Eli, "Kecuali kalau kamu mau sakit lehernya, tidur aja di sofa," Kata suara wanita itu dibuat-buat kesalnya. Eli tersenyum canggung, "Eh maaf tan- eh, maksudnya, Kak. Nanti, deh. Aku nggak ngantuk,kok," Wanita berambut hitam itu mengangkat alisnya, "Kamu mau stalking Os lagi ?" Jantung Eli layaknya jatuh ke lambung, "Ha-eh... Enggak, kok. Anu, A-aku cuman nonton TV ini. Ada film bagus," Eli berusaha tenang, tapi sepertinya wanita itu sudah tahu sejatinya apa yang hendak ia lakukan. Wanita itu tersenyum lalu duduk di sebelah Eli, "Aku tau kamu sayang banget sama kekasihmu itu. Tapi tau sendiri,kan ?" Eli menunduk, "Os sering konser, artinya dia emang jarang sekali di rumah. Belum juga konser, mungkin juga nanti dia ada tawaran modeling dan berakting," Eli semakin menunduk, "Tapi, toh. Kalau sudah cinta, dia juga ga akan kemana-mana,kok. Tenang aja, Eli. Os nggak akan pindah ke lain hati semudah itu. Harusnya kamu seneng,dong ! Termasuk mahal kamu buat dia," Eli tersenyum pahit. Apa dikatakan kakaknya ini benar.
Kekasihnya tidak mudah berganti hati karena dia sendiri tahu seperti apa sifat kekasihnya itu. Eli mengingat kembali disaat ia pertama kali bertemu dengan kekasihnya itu dan bagaimana ia bisa sangat jatuh hati padanya.-Flashback-
5 tahun yang lalu, disaat penerimaan mahasiswa baru, Eli, yang adalah mahasiswa S2 dan juga bekerja sampingan sebagai asisten dosen, benar-benar ditakdirkan bertemu dengan seseorang yang akan jadi calon masa depannya. Saat itu, dosen atasannya, Hastur, tidak bisa mengajar hampir 1 semester karena dia harus pergi keluar negeri, jadilah Eli yang menggantikan. Namun sayang, saat itu, Eli memiliki katarak yang bersarang dimatanya. Tidak parah, Eli masih bisa melihat cahaya dan warna yang buram. Sebenarnya, sewaktu ia berumur 5 tahun, dokter mengatakan bahwa kemungkinan besar, katarak Eli akan muncul disaat ia remaja. Katarak ini ada karena faktor keturunan dari kakeknya. Sejak saat itu, ibunya selalu membawa ke rumah sakit untuk terapi, menjadikan keluarganya tidak terlalu punya banyak simpanan ekonomi. Keluarga Eli juga bukan keluarga kaya raya. Mereka keluarga menengah kebawah. Eli, yang tidak ingin keluarganya kesusahan, akhirnya berkata kepada ibu dan ayahnya jika ia tidak perlu terapi terus menerus.
Tentu saja orang tuanya tidak ingin Eli kenapa-kenapa, apalagi sejak SD, Eli tergolong genius. Karena itu, Eli memiliki ide. Sejak SD, ia 'belajar menjadi buta'. Eli menutup matanya, dan belajar huruf serta angka braille. Teman dekatnya, Aesop, membantunya belajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
IDV Oneshot
FanfictionJudul sudah mengatakan jadi tidak perlu saia jelaskan lagi