"𝚁𝚊𝚐𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚋𝚘𝚕𝚎𝚑 𝚑𝚒𝚕𝚊𝚗𝚐, 𝚗𝚊𝚖𝚞𝚗 𝚓𝚒𝚠𝚊𝚗𝚢𝚊 𝚖𝚊𝚜𝚒𝚑 𝚝𝚎𝚛𝚞𝚜 𝚝𝚎𝚛𝚔𝚎𝚗𝚊𝚗𝚐". - 𝚁𝚊𝚍𝚓𝚊.
•••
3 minggu kemudian....
"Tetap dalam pengawasan kami ya," ucap dokter itu dengan melepaskan beberapa alat yang melekat pada tubuh Tolle.
Tolle mengangguk lesu. "Baik dok,"
"Kalau begitu, saya permisi," pamitnya.
Tolle menatap Diego, Gerry, Radja, Al, dan beberapa pria yang sedikit ia lupakan wajahnya.
"Le," lirih Diego dengan mata sedikit berembun.
"Go, Rachel mana?," tanyanya. Diego tersenyum, kemudian menggelengkan kepalanya beberapa kali. Memang benar, para aparat sudah melepas misi untuk mencari adik kesayangannya, mereka tak bisa lagi mencari keberadaan Rachel setelah pencarian selama 2 minggu pertama.
"Go, maafin gue," lirih Tolle menatap Diego sendu.
Ingat!
Dalam sejarah kehidupan Tolle, baru kali ini ia merasakan kehilangan. Merasakan rasa bersalah yang amat mendalam. Andai ia tak meninggalkan Rachel kala itu, setidaknya mereka masih bersama-sama."Bukan salah lo, udah garis Allah," lirih Diego sok tegar.
"Go, gue yakin dia pasti balik. Gue yakin Go!" ucapnya dengan memberontak.
"Le, udah! Gue udah ikhlas kalo dia pergi," lirihnya.
"Gak! Pecundang lo!" maki Tolle tak terima. Bagaimana bisa Diego merelakan adik satu-satinya serta sahabat pertamanya itu? sahabat yang ia panggil dengan sebutan 'lidi'.
"Istirahatlah," ucap seseorang yang tak Tolle kenali.
Tolle menyeritkan kedua alisnya. "Siapa lo?,"
•••
"Siapa lo?,"
Shraf!
Ingat, dia sudah melupakanmu!"Bripda Adipati Ashraf Zee. Abang kecilmu, teman masa bermainmu, bocah yang menuruti semua kemauanmu dulu," jelas Ashraf dengan menahan rasa sesak didadanya.
"Oh," ucap Tolle. 'Oh' ?.
"Go, kapan gue bisa balik?," tanya Tolle dengan menatap Diego dengan tatapan memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Negara
Teen Fiction[𝕗𝕠𝕝𝕝𝕠𝕨 𝕕𝕦𝕝𝕦 𝕤𝕖𝕓𝕖𝕝𝕦𝕞 𝕞𝕖𝕞𝕓𝕒𝕔𝕒 💖] Namaku Rachel, usiaku 17 tahun, kelas sebelas, gaul, dan lumayan pintar. Aku sama seperti remaja pada umumnya. Aku suka stalking para abdi negara. Mungkin hanya itu yang membedakan aku dengan...