•••
"Jaga diri jaga hati, tidak semua orang bisa menghargai kerasnya kehidupan dan sakitnya patah hati." --Diegonel.
•••
Kini gadis cantik berambut pirang itu sedang menjalankan aksinya. Bukan aksi demo kepada pemerintah atau semacamnya. Tapi kini ia sedang menjalankan kegiatan stalking . Sebuah hobi yang sudah ia dalami selama 5 tahun belakangan. Tidak mudah bagi seorang stalkinger's dalam menjalankan aksinya. Salah pencet tombol follow saja hancur sudah jati diri seorang tukang stalking. Sudah 2 hari yang lalu ia keluar rumah sakit. Namun, entah angin darimana Papi Jeiro dan Mami Lisha tidak mengijinkannya masuk sekolah terlebih dahulu. Tidak sekolah selama 2 hari saja tidak merugikan dirinya sendiri. Karena nyatanya dengan membaca sedikit artikel tentang materi ia sudah paham semua materi yang diberikan oleh pengajar disekolah.
Ia menatap layar ponsel pada genggamannya itu. Sebenarnya ia sudah mulai bosan. Bukan bosan menatap idolanya namun ia bosan terus berada pada zona abu-abu kehidupan percintaannya. Mau sampai kapan ia terus menolak banyak laki-laki demi satu laki-laki yang tidak tau diri?. Terkadang, ketika ada seorang perempuan berkomentar pasal perasaannya di kolom komentar postingan idolanya saja ia sudah sangat cemburu. Bagaimana jika nanti idolanya itu menikah dengan orang lain?. Ia benar benar tidak akan bisa mengontrol dirinya sendiri.
•••
Ia menatap nanar sebuah foto dilayar ponselnya itu. Apakah seharusnya ia memilih dia yang benar memang mencintainya dengan tulus?. Atau ia harus terus memperjuangkan sosok egois diluar sana yang bahkan entah perasaannya untuk siapa?. Ia bingung, ia ini sudah dewasa, sudah seharusnya aku berpikir maju bukan bertahan dizona masa lalu.
Senyum gadis bule ini memang menenangkan hati. Tapi tawa sosok egois itu jauh lebih membuatnya hanyut dalam kenyamanan. Apa iya ia sudah mencintai dua wanita dalam satu waktu?.
"Biasa aja ga usah lah pake ngelamun gitu," cibir Oji menatap temannya itu dengan tatapan malas.
"Lo pernah jatuh cinta?," tanyanya serius. Yang ditanya bukannya menjawab justru ia tertawa dengan keras.
"Haha. Jorok lo, udah gede ga tau rasanya jatuh cinta,"
"Bukan gitu,"
"Terus?,"
"Lo sih!" tunjuk sosok itu pada sosok lain yang sedang berada di pojok kamar.
"Sa?," tunjuk sosok itu menunjuk dirinya sendiri.
"Coba aja lo waktu di kantor ga ngedoain pasti gue ga akan kemakan omongan lo," cibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Negara
Teen Fiction[𝕗𝕠𝕝𝕝𝕠𝕨 𝕕𝕦𝕝𝕦 𝕤𝕖𝕓𝕖𝕝𝕦𝕞 𝕞𝕖𝕞𝕓𝕒𝕔𝕒 💖] Namaku Rachel, usiaku 17 tahun, kelas sebelas, gaul, dan lumayan pintar. Aku sama seperti remaja pada umumnya. Aku suka stalking para abdi negara. Mungkin hanya itu yang membedakan aku dengan...