kebohongan terbesarku saat ini adalah aku hanya mencintai satu wanita dalam satu waktu. --Ashraf.
•••
Aku didewasakan oleh waktu dan dihancurkan oleh keadaan. --Martatolle.
•••
"Gue mau jenguk Pandu, rencana doang sih," ucapnya dengan menatap layar pipih yang masih ada digenggamannya.
"Gue ikut!,"
"Ga! Yang ada Pandu makin suka lagi sama lo," cegah gadis itu.
"Elah, gue emang cantik," pamernya dengan mengibaskan rambutnya kesana kemari.
"Nyatanya yang good looking doang ga cukup kalo ga pake good attitude mah," cibirnya dengan tersenyum miring.
"Sok sok an ngomongin attitude, lo aja ngomong ga pake sopan santun," cibirnya malas.
"Maaf beda server,"
"Sama apa botak!,"
"Siapa botak?!"
"Lo!"
"Enak aja kambing!"
"DEBAT TEROSSSSS! BAKAR AJA RUMAH SAKIT BAKAR!," teriak dua sosok makluk yang tiba-tiba sudah berada didepan ruangan. Rachel dan Tolle yang awalnya berdebat kini lebih memilih menggoda dua makhluk astral itu.
"CIEEEEE," ucap Rachel dan Tolle bersamaan.
"Eh, apa apa an sih!" ucap keduanya bersamaan, lagi.
"Cieeee,"
"Lo sih!,"
"Udah deh kalo jodoh mah jodoh aja kali," cibir Tolle malas.
"Tau, suka mah ngomong gitu aja pake ditutup tutupin," ucapan Rachel membuat pipi Divva memanas dan Diego ingin menampar adiknya sendiri.
"B'risik! Lo ngapain juga pake acara masuk rumah sakit," ucap Diego geram menatap malas adiknya, Rachel.
"Bang, emang ada yang mau masuk rumah sakit?," tanya Rachel membalikkan pertanyaan. Diego menggeleng sebagai jawaban.
"Dahlah. Nih makan, gue bawa banyak banget snack," ucap Divva membuka tas ranselnya yang isinya hanya makanan, tidak ada satupun buku atau alat tulis lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Negara
Teen Fiction[𝕗𝕠𝕝𝕝𝕠𝕨 𝕕𝕦𝕝𝕦 𝕤𝕖𝕓𝕖𝕝𝕦𝕞 𝕞𝕖𝕞𝕓𝕒𝕔𝕒 💖] Namaku Rachel, usiaku 17 tahun, kelas sebelas, gaul, dan lumayan pintar. Aku sama seperti remaja pada umumnya. Aku suka stalking para abdi negara. Mungkin hanya itu yang membedakan aku dengan...