02. Tentang Rachel.
Namaku Rachel. Nama lengkapku Diandra Aldebora Henzel. Mungkin beberapa dari kalian bertanya-tanya darimana kata Rachel, iya? sama, aku juga bingung darimana kata itu muncul. Usiaku baru menginjak tujuh belas tahun. Aku anak bungsu, dari dua bersaudara. Aku perempuan, dan kakakku laki-laki. Bagi remaja seusiaku, tidak ada yang berbeda pada diriku. Aku sama seperti mereka yang ada diluaran sana, mungkin hanya beberapa perbedaan, tapi ya sedikit. Rambutku tidak berwarna hitam pekat seperti mereka, rambutku berwarna coklat tua bercampur sedikit warna cream, pendek dan sedikit keriting. Aku terlahir dari keluarga keturunan Belanda-Indonesia. Ada satu hal yang membedakan aku dengan remaja lainnya diluaran sana. Hobi, ya hobi-ku bisa dibilang cukup menggelikan. Karena hobiku adalah stalking akun para abdi abdi negara. Aku juga sama seperti para stalking'ers -stalking'ers diluar sana. Yang selalu mencari tau tentang apapun yang sedang idol kita lakukan. Tapi beda, aku stalking menggunakan akun palsu alias akun fake. Akun yang aku buat mungkin -/+ sebanyak 34 akun. Nilai hasil belajarku tidak diatas-rata juga. Kecuali pelajaran teknik komputer-aku sangat menyukainya. Karena itu memudahkanku untuk mempelajari hal-hal baru yang berhubungan dengan hobiku.
Aku bukan anak yang sangat pintar ataupun anak yang sangat populer. Tapi aku juga bukan anak bodoh ataupun anak yang nolep. Aku tergolong anak yang mudah bergaul dengan siapa saja yang aku temui. Aku anak yang ceria dan cerewet tentunya. Tapi ada saatnya aku mendadak menjadi pendiam, bukan karena terkena ocehan guru, tapi di depan mata keluarga besarku. Bukan karena aku pemalu, tapi aku tak mengerti beberapa hal yang sedang mereka bicarakan. Aku tidak pandai bahasa Inggris ataupun bahasa Belanda yang mereka gunakan untuk berbincang. Dan disaat itulah aku menjadi sosok nolep. Aku bukan gadis yang sedikit-sedikit mengeluh tentang ini itu. Aku sangat menyukai kehidupan yang sudah aku jalani tujuh belas tahun ini. Siapa yang tidak tertarik dengan seorang model majalah sepertiku? ah maaf, jadi sombong. Tapi aku berbeda, aku mempunyai kelebihan yang orang lain belum tentu mempunyai itu. Aku, aku bisa melihat masa lalu orang lain. Tidak semua, terkadang aku tidak bisa membaca pikiran beberapa orang. Ketika aku masih berumus tujuh tahun aku sama seperti anak-anak pada umumnya. Yang suka bermain dengan orang terkasihnya. Ketika itu aku bermain dengan abangku, Diego. Kami bermain lari-larian ditaman perumahan. Hingga tak sengaja aku menabrak orang di depanku. "Aww, abang sakit," keluhku dengan memegang jidat yang terbentur sosok manusia dihadapanku. "Kalau main hati-hati, jangan mengganggu pengguna jalan lain," ucap sosok anak laki-laki itu dengan dingin. Jika aku lihat dia mungkin jauh diatas abangku. Ketika dia pergi entah kenapa penglihatanku mendadak buram. Aku pingsan.
Hingga pada waktu itu, aku sadar dan aku melihat aku sudah berada dikamarku. Ada Diego di sampingku yang nampak ia sangat khawatir dengan keadaanku. Ketika aku hendak tersenyum, kepalaku sakit, sangat sakit. Hingga aku menjambak keras rambutku. Aku berteriak seolah aku kesetanan. Nafasku memburu, pikiranku kembali teringat dengan sosok yang aku tabrak di taman perumahan tadi siang. Aku tak mengenalnya, kenapa ia menghantui pikiranku?. Dalam pikiranku, ada sosok anak kecil yang sangat pintar, tapi disana ia di bully oleh teman-temannya. Aku mendengar suara indah yang sedang membaca sebuah kitab. Yang aku duga itu adalah sebuah al-qur'an. Sosok itu terlihat sangat mahir dengan bacaan serta lantunan ayat suci itu. Tapi setelah ada sosok pria tua yang berdiri dibelakangnya ia berhenti melantunkan ayat-ayat itu lagi. Ia sangat berkeringat. Ia ditarik paksa oleh pria paruh baya itu. Dia seret hingga menuju suatu tempat yang entah dimana, itu gelap. "Argh!!!!!!" teriakku ketika bayangan wajah pria tua itu mendekati diriku. Nafasku tidak beraturan, keluar secara kasar, Diego menenangkanku. Aku menangis memeluknya. Ini adalah kali pertama yang aku yakin ini adalah sebuah kekuatan. Aku menatap Diego sengit. Seolah aku ingin bercerita, namun rasanya mulut ini benar benar terkunci sangat rapat. Air mataku meluncur dengan derasnya ketika melihat Diego. Ia mengucap lembut air mataku yang mulai berjatuhan dengan derasnya. Aku takut, sangat takut. Seolah aku bisa melihat setan, yang itu tidak mungkin terjadi pada diriku. Bukan bukan, ini bukan setan, tapi ini masa laku seseorang. Apa maksud Tuhan memberikan aku kelebihan ini? . Tidak, aku hanya kelelahan, bukan kekuatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau dan Negara
Teen Fiction[𝕗𝕠𝕝𝕝𝕠𝕨 𝕕𝕦𝕝𝕦 𝕤𝕖𝕓𝕖𝕝𝕦𝕞 𝕞𝕖𝕞𝕓𝕒𝕔𝕒 💖] Namaku Rachel, usiaku 17 tahun, kelas sebelas, gaul, dan lumayan pintar. Aku sama seperti remaja pada umumnya. Aku suka stalking para abdi negara. Mungkin hanya itu yang membedakan aku dengan...