-15-

15 4 0
                                    

[𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐫𝐢 𝐛𝐚𝐰𝐚𝐡 𝐲𝐚!🖤]

[𝐉𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐥𝐮𝐩𝐚 𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐢𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐫𝐢 𝐛𝐚𝐰𝐚𝐡 𝐲𝐚!🖤]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


•••

"𝒥𝒶𝓃ℊ𝒶𝓃 𝓅ℯ𝓇ℊ𝒾, 𝒶𝓀𝓊 𝓉𝒶𝓀𝓊𝓉 𝒶𝓀𝒶𝓃 𝓀ℯ𝒽𝒾𝓁𝒶𝓃ℊ𝒶𝓃𝓂𝓊, ℯ𝓃𝓉𝒶𝒽 𝒾𝓉𝓊 𝓈ℯ𝓂ℯ𝓃𝓉𝒶𝓇𝒶 𝒶𝓉𝒶𝓊 𝓈ℯ𝓁𝒶𝓂𝒶𝓃𝓎𝒶," ᴅɪᴇɢᴏ.

•••

"Sholatnya ternyata lama juga ya," ucap Divva dengan menguap.

"Tidur aja kali ya, ntar mereka juga balik," ucapnya dengan memejamkan matanya, dan rambut panjang tak menutupi wajah Ayu nya.

Tanpa Divva sadari, sedaritadi Rachel dan Tolle tidak sholat. Bahkan tidak meninggalkan tempat kakinya berpijak.

Berbeda dengan Divva yang sedang tertidur pulas, Tolle dan Rachel sama-sama berjuang. Berjuang menghadapi jin yang berada didepannya itu.

"Le, kita udah baca ayat kursi, an-nas, al-falaq, al-ikhlas, tapi mereka tetap ga ilang, bahkan mereka ga bergerak dari memunggungi kita," lirih Rachel yang mulai tak kuasa menahan tangisnya.

"Handphone lo mana?," tanya Tolle lirih.

"Nih,

"Sial, ga ada sinyal!"

"Telpon biasa aja, gue ada pulsa," ucap Rachel berpendapat.

"Sial, telpon Divva sibuk. Ga diangkat," ucap Tolle frustasi.

"Telpon Diego,"

"Ga bisa Hel,"

Bodoh, keduanya sama-sama dalam kepanikan dan keraguan. Hingga mereka tidak mnnyadari bahwa ada seseorang yang mendekat. Handphone milik Rachel itu tak henti-hentinya menelpon siapapun yang terdaftar dikontak itu.

Srek

Handphone yang menempel ditelinga Tolle itu disahut paksa oleh sosok dibelakang punggung keduanya.

Tangan kiri Tolle dan tangan kanan Rachel ditarik paksa oleh sosok entah siapa dia. Tolle pasrah, begitupun Rachel. Mereka sama-sama diam mengikuti sosok yang menarik diri mereka.

"Kalian ngapain!" bukan, ini bukan suara jin. Melainkan ini suara Bi Ijah, asisten rumah tangga yang memberi mereka minuman tadi siang ketika mereka datang.

Rachel dan Tolle yang awalnya memejamkan mata itu kini membalikkan badan dan perlahan membuka matanya.

"Bi Ijah!" ucap keduanya reflek langsung memeluk Bi Ijah, sosok paruh baya didepannya itu.

Aku, Kau dan NegaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang