||✤ 6

4.9K 648 204
                                    

"Kak Hali serem."

"Hm. Tanaman Thorn sudah tumbuh? "

"I-iya. Kak kenakan lagi!! Aku takut!"

"Tch! " Halilintar mengenakan kembali barang yang baru beberapa menit ia lepas. Thorn menarik tangan Halilintar, menuju taman belakang.

Puluhan pot bunga tertata rapi disana. Halilintar yang melihat itu tersenyum kemudian menatap Thorn. "Kenapa Thorn menanam banyak sekali?"

"Thorn mau menjualnya."

"Untuk?"

"Untuk membantu kak Hali. Thorn tau kok kak Hali kerja apa. Boleh ya kak?? Thorn kan kerjanya dirumah??" Menggunakan padangan mautnya untuk meluluhkan perasaan kakaknya. Halilintar tidak akan luluh, dia terbiasa mendapat pandangan seperti itu saat mereka masih kecil.

Halilintar kembali mengusap ujung kepala adiknya. "Terserah Thorn. Ingat ya.. Melakukannya dirumah saja. Kalau untuk mengantar barang, Thorn bisa menggunakan jasa antar barang atau minta tolong sama kak Hali." Thorn mengangguk.

"Blaze dimana?"

"Blaze dikamarnya kak. " Halilintar berjalan kearah kamar Blaze, Thorn mengikutinya di belakang.

Kret..

Pintu terbuka. Kamar Blaze sama sekali tidak ada pencahayaan, maupun ruangan yang terbuka. Bau pengap cocok disematkan untuk kamar Blaze. Halilintar menatap Thorn, tak lama Thorn mengangguk. Thorn membuka jendela kamar kemudian keluar dari kamar Blaze meninggalkan kedua kakaknya.

"Blaze.." Halilintar berkata begitu lembut sembari menarik selimut yang menutupi Blaze. Hanya deheman yang menjawab panggilan Halilintar.

"Blaze nangis?" Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Blaze. Halilintar kembali mengusap ujung kepala Blaze seperti yang ia lakukan tadi pagi padanya, ternyata itu tidak berhasil. Halilintar yang binggung membalikkan tubuh Blaze. Panas. Blaze mamang panas tapi tidak mungkin sepanas ini, pikir Hali.

"Demam. Thorn jaga rumah. Kak Hali mau bawa Blaze ke rumah sakit." Halilintar membawa Blaze seperti membawa sekarung beras.

"Oke Kak."

"Tch! " Sepertinya Halilintar melupakan seseorang yang belum ia temui setelah pulang.

⋇⋆✦⋆⋇ 

Halilintar mengintip kearah jendela kamar yang dihuni ke-3 adiknya yang sakit, tak lupa ada satu adiknya yang paling bisa dipercaya menjaga mereka juga ikut tertidur pulas. "Meraka sudah tidur."

Kret..

Halilintar berjalan kearah jendela, banyak orang lalu lalang dibawah sana. Halilintar menghala nafas panjang. "Hah.. Ya Rabb.. Hali gak akan sanggup kalau ini terus berjalan. Kalau boleh dikata Hali hanya ingin sendiri. Hali ingin hidup sendiri. Hali pernah berharap Hali mau lahir tanpa adik satupun. Bahkan sekarang Hali ingin tau, kenapa Hali harus ada didunia ini? Hali gak sanggup, ribuan anak panah ini tidak mungkin terlepas. Hali ingin, Hali yang menggantikan Abang."

"Kak Hali... Maaf kak.. Sungguh.. Aku minta maaf kak.. Jangan pergi kak.. Cukup Abang yang pergi... Kakak jangan.. Cukup kak.."

Halilintar berbalik memandang adik-adiknya satu persatu, sorot mata menyiratkan kebencian itu terlihat sangat jelas, bukan itu saja kedua tangan yang menggepal erat, ujung bibir yang digigit, sudah sangat jelas bahwa Halilintar sungguh membenci adik-adiknya sendiri.

•Maaf! Merepotkanmu• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang