||✤ 30

4.3K 343 204
                                    

Jangan lupa vote!
Tidak menerima pembaca gelap!
Alur maju, mundur! Semoga paham :)

"Halilintar?!" Semua pasang mata tertuju pada seseorang yang berdiri di depan pintu. Kemudian beralih kepada Halilintar sebagai tokoh utama.

"Siapa?" tanya Gempa, seolah tidak mengenal siapa orang itu.

"Paman Ocho, Gem." Saat mereka mengetahuinya, tak ada yang menoleh kembali kearah pintu dimana Ocho berdiri. Mereka melakukan hal lain yang lebih bermanfaat bagi mereka, tidur. Lebih baik tidur dari pada membuat sebuah drama lagi.

Ocho menghela nafas, "Halilintar, nanti kalau butuh sesuatu pergi saja pada orang-orang suku pedalaman yang membantumu tadi. Mereka orang baik. Aku mau pergi lagi, titip salam buat mereka."

"Hm.."

Ngomong-ngomong hujan sudah berhenti sekarang. Halilintar memperhatikan pelangi diluar rumah mereka. Taufan bangun dari pembaringan, Dia hanya pura-pura tidur untuk menghindari Paman mereka.

"Kalau begitu nanti kita harus belajar untuk terbiasa bukan?"

"Mau tidak mau kita harus terbiasa dengan semua ini, dan Taufan nanti tolong bantu mereka belajar sebelum kamu pergi ke Inggris Raya."

"Maksudmu?"

"Universitas Oxford, jurusan mathematics and statistics. Kudengar BoBoiBoy Taufan akan diterima disana, apa itu benar?"

"Sungguh?!!!" Halilintar tersenyum tipis mendengar penuturan balik Taufan. Sebuah lembaran diberikan kepada sang pemilik. Surat pernyataan diterimanya calon mahasiswa baru.

Pada akhirnya Taufan percaya dengan apa yang menurutnya mustahil untuk digapai. Roda kehidupan memang tak pernah bisa ditebak.

"Tapi seperti Aku tidak akan mengambilnya, kau tau kan bagaimana keadaan kita sekarang. Lagipula Aku tidak ingin meninggalkan kalian," Pandangan Taufan beralih pada langit yang cerah, mungkin sebuah senyuman pahit bisa dilihat tanpa perlu di 'perlihatkan'.

Halilintar mengikuti pergerakan Taufan, "Kalian akan pergi ke sana, bukan hanya dirimu. Jadi tidak perlu khawatir dengan apa yang akan terjadi, tugasmu sekarang adalah bersabar itu saja. Mungkin 1 minggu lagi kalian akan bebas."

"Tch, Kau benar-benar minta dihajar ya?! Selalu saja mengorbankan dirimu untuk kami! Sedangkan dirimu sendiri juga butuh diperhatikan!" Wajah Taufan sudah memerah kali ini bukan karena tersipu malu melainkan disebabkan ledakan amarah.

Halilintar semakin tersenyum, kemudian terkekeh "Sejak kejadian lalu, Aku sudah berjanji untuk menjaga kalian apapun yang terjadi. Semua itu memuakkan memang, tapi apa boleh buat janji adalah hutang. Senakal apapun kalian Aku harus tetap bisa menahan diri untuk tidak membunuh atau melukai kalian secara berlebihan. Jika suatu hari nanti semua janji itu selesai, artinya Aku juga sudah selesai dengan kehidupanku saat ini. Ingat pesan ini, Jaga mereka seperti Aku menjaga dirimu, hargai pendapat mereka sama seperti aku menghargaimu, dan nasehati mereka seperti Abang menesahati diriku."

Taufan terdiam seribu bahasa, pikirannya berkelana pada masa lalu. Puluhan kejadian kelam menimpa Halilintar, dilanjutkan Dia dengan adik-adiknya secara berturut-turut sampai saat ini.

"Aku janji, tapi kau juga harus janji padaku bahwa kau akan menjemput dan mengantarkan kami ke bandara! Jika Aku tidak menemuimu saat itu, maka Aku tidak akan menjamin sikap ku tidak akan sama dengan dirimu pada mereka!" seru Taufan, tidak mau kalah.

"Tentu," Jawaban terakhir Halilintar sebelum sebuah hadiah besar datang pada Taufan dan yang lain.

⋇⋆✦⋆⋇

•Maaf! Merepotkanmu• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang